24

505 187 34
                                    

Watson mengetuk-ngetuk kepala dengan ujung pena, menghela napas jengkel. Sial! Dia tak sempat membaca atau membuka buku! Apa yang mau dia isi? Watson tidak membaca materi remedial. Apanya yang lulus ujian akademi Alteia.

Duh, jawabannya apa ya? Aku tak tahu! Watson menggaruk-garuk kepala, berharap otaknya mendapat ide. Dia sama sekali tidak mengerti soal ujian tersebut. Mana guru mapel Sejarah tipe killer lagi. Watson tidak bisa kabur.

Anehnya, Aiden, Hellen, dan Jeremy tidak remedi. Apa mereka semahir itu dalam mapel Sejarah? Sial, tahu begini mending Watson minta asupan mereka. Dia sangat frustasi.

Kalau begini ceritanya, tak ada pilihan selain memakai skill para murid: sembarang menjawab. Tapi, masa siswa seperti Watson melakukannya?

Tak apa lah sesekali, batinnya mulai menulis jawaban setahunya saja.

Watson respek pada Momo. Selain kemampuan hipnotisnya, dia mampu merancang pembunuhan berantai seorang diri, melibatkan 'sejarah' ke dalam teka-teki Mupsi.

Fokus, Watson. Soal di depan, pena di depan, guru di depan. Mupsi sudah berakhir. Kamu bisa istirahat setelah remedial ini selesai! Watson menepuk-nepuk kedua pipi, gelisah sendiri.

Tapi, ya, tetap saja Watson kepikiran.

Maksud Watson, dia kan tidak dapat banyak sorotan. Kenapa Mupsi berakhir begitu saja? Bukan berarti Watson menginginkan Mupsi berlanjut. Hanya saja, dia ingin kasus lagi...

Pak Guru menatap jam tangan. "Waktunya sudah habis. Kumpulkan semuanya dari belakang!"

Syukurlah, berakhir juga pelajaran membosankan ini! Watson menyeringai senang dalam kalbu, menyerahkan kertas essai-nya dengan yakin—padahal sembarang ngisi.

"DAN!" Ya tuhan. Watson baru keluar dari kelas, Aiden sudah menghampirinya.

Watson memperhatikan rambut Aiden, manyun. Lagi-lagi gaya baru: model braids tetapi meletakkan pita di atas kepang sementara di bawah diikat pakai karet hitam. Ribet banget.

"Sudah selesai, kan?"

"Kalau belum selesai, ngapain aku keluar." Watson menyahut ketus. Dasar retorik.

Aiden tak mau kalah. "Mana tahu kamu lagi izin ke toilet."

"Kamu tahu sendiri watak Pak Rod. Dia takkan membiarkan muridnya izin, kalau perlu mengompol di kelas."

Aiden jengkel. "Kenapa kamu tidak mau mengalah sih? Aku cewek lho!"

"Maaf," Watson memasang sikap sigap, hormat dalam mimik datar. "Aku menyandang kesetaraan gender. Aku tak peduli kamu anak kecil, orang tua, atau wanita. Semuanya sederajat."

"Aku curiga kamu diracuni."

"Celeste menyukai jejepangan. Menarik juga yang namanya anime."

"Aish, sudahlah." Aiden menarik lengan Watson. "Kita berangkat sekarang. Semua sudah menunggu di gerbang, termasuk Inspektur Deon dan rekan-rekannya."

"Tunggu, mau ke mana?"

-

Pantai Hedgela. Itulah tujuan klub detektif Madoka. Sudah saatnya mereka bersenang-senang di lautan. Karena Mupsi sudah ditangkap, pantai tersebut kembali dibuka. Banyak pengunjung turis, penduduk lokal, membanjiri bibir pantai.

Sammy didemosi dan dipindahtugaskan ke pantai lain sebab kinerjanya yang tak signifikan. Mengingat Mupsi menghipnotisnya, secara hukum dia tak bersalah. Namun, Sammy sendiri yang memutuskan pergi dari Moufrobi.

[END] Aiden Eldwers - Pembunuhan MupsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang