Si Penculik menyandarkan tubuh Watson. Temannya sudah menunggu di sebuah gudang penyimpanan lama. Ruangan itu gelap dan berdebu. Jaring laba-laba memenuhi kanopi gudang.
"Apa kita harus membunuhnya sekarang?" tanya Si Penculik menatap kosong. Karena disibukkan oleh aksi, tak ada yang menyadari pakaiannya berupa jas hitam.
"Tidak. Pertama yang kita lakukan adalah memberi peringatan." Temannya menjawab dengan ekspresi sama, kosong. Pencahayaan temaram menyinari celah ruangan. Yang satu ini berpakaian sekolah.
Si Penculik mengeluarkan benang dan kayu-kayu pendek. Temannya menyangkutkan katrol ke kuda-kuda bangunan.
Tanpa basa-basi Si Penculik mengikat pergelangan tangan Watson dengan benang. Juga kedua kaki. Tak lupa siku, lutut, dan leher. Persis dengan pose korban Mupsi: boneka marionette.
Ini situasi gawat.
*
[Mobilnya berhenti di penyimpanan bahan kimia tua. Pabrik Parandor. Bergegaslah, Tim Dispatch! Mobil itu sudah berhenti lima belas menit di sana. Kemungkinan korban sudah dipindahkan.]
Deon datang paling akhir di lokasi, menarik rem tangan. Aiden, Grim, dan Jeremy berlompatan turun. Mereka bergabung dengan tim dispatch dua sampai empat. Mobil yang digunakan penculik terparkir di bak sampah.
"Tidak ada apa pun di sini, Inspektur. Hanya ada bercak darah di kursi penumpang."
"Itu darah Watson. Dia terluka saat kutemukan." Deon mendesis melihat jejeran blok di pabrik tersebut layaknya rusun. "Keluarkan anjing pelacak. Kita bisa memanfaatkan bau darah di kursi. Max! Shani! Terbangkan drone dan alihkan kameranya pada Call Center. Jika kalian menemukan pelaku, tidak perlu harus menunggu komandoku, segara ringkus dan amankan korban. Bergerak sekarang!"
"Siap, Pak!"
Deon menoleh ke Aiden. "Kalian ikut denganku atau menunggu di sini?"
"Kami ikut!"
"Baiklah. Tapi tetaplah waspada. Kalian harus dekat-dekat denganku. Tolong jangan bertindah gegabah. Aku tidak mau lagi ada yang lolos dari jarak pandangku."
Mereka pun menyusuri Pabrik Parandor. Memeriksa blok demi blok. Lima buah drone lepas landas di langit, menyensor keseluruhan konstruksi bangunan.
Tapi sepuluh menit kemudian, Watson tak berhasil ditemukan. Begitu sampai jarum jam berhenti di angka 12. Pukul sebelas siang. Sudah dua jam Watson diculik.
"Sial!" Aiden mengusap muka. "Ini seperti mencari Roxano di Stadion Terminus! Bagaimana cara kita menemukan Dan di jiranan blok ini? Mustahil. Kita kehabisan waktu. Entah apa yang akan dilakukan penculik."
Napas Grim tersengal. "Kamu benar, Aiden. Kita tidak bisa mencarinya manual. Kita harus memakai otak."
"Kamu detektifnya sekarang, Sky! Pikirkan solusinya." Mana mungkin Aiden bisa berpikir logis di suasana tegang begini.
"Tapi aku tidak tahu caranya."
"Ayolah, Sky! Kamu ini Si Genius Madoka! Kita harus menemukan Dan!"
Oh, jangan salah paham. Aiden tidak bermaksud menyebut gelar yang salah. Julukan itu memang milik Grim. Secara, jargon Watson bukanlah 'Si Genius Misteri' atau 'Si Genius Madoka'. Mereka tahu bahwa Watson tidak suka disebut pintar, genius, brilian, atau sebagainya.
Jargon Watson sendiri adalah "Aku Bukan Detektif, Aku Hanya Fans Holmes" yang menekankan kalau dia cinta mati terhadap Sherlock.
Grim mengelus dagu. Otaknya mulai bekerja, berpikir keras. "Jika memakai pendekatan yang tepat, mengaplikasikan inisial Mupsi, mungkin saja penculikan menyembunyikan Watson di blok M-P."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Aiden Eldwers - Pembunuhan Mupsi
Mystery / Thriller'MuPsi' Nama kasus yang mengakhiri nyawa kakak Aiden saat berusaha menguak kebenarannya. Sampai sekarang kasus itu terbengkalai, tidak selesai. Kenapa? Simpel, karena tidak ada yang berniat mengambilnya. Kasus Mupsi sempurna terkubur. Tetapi, klub...