11. Dipersimpangan Jalan

509 63 12
                                    

Mobil hitam milik Mew kembali melaju menyusuri sepinya jalanan kota. Manik mata Mew menatap lurus jalanan yang kosong didepannya. Pertanyaan dan pernyataan yang sebenarnya tidak ingin ia dengar di dalam pikirannya memutar sembari mencambuk lubuk hatinya.

"P'Mew, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Jan sembari menatap pemuda yang duduk di bangku stir dengan tatapan gelisah.

Mew berdecak pelan, manik matanya semakin dalam, bulir air mata seakan ingin turun membasahi pipinya.

"Aku berusaha sebisaku.." pelahan mulut Mew terbuka, sesekali dia menyeka air mata yang mulai jatuh di pipinya. "... bagaimana kalau selamanya Gulf tidak akan mengenalku, apa yang bisa aku lakukan untuknya, aku bingung"

Jan menepuk pundak Mew pelan.

"Bukannya tadi P'Mew bilang padaku kalau dia adalah pemuda yang mengajari banyak hal. Aku yakin 100 persen, didalam hatinya selalu ada P'Mew, walau sekarang di pikirannya tidak ada tapi apa P' tidak mempercayainya. Kutanya sudah berapa lama kalian bersama?"

Mew berdecak pelan, menyunggingkan senyuman sekenanya. "Hampir dari perasaanku jatuh padanya, bukankah waktu tidak bisa mengukur kadar cinta. Hatiku jatuh padanya, dan sejak itulah dunia baruku dimulai" jawab Mew sembari menatap Jan, air matanya kembali jatuh, namun kali ini seutas senyum terhias dibibirnya yang tipis.

Jan menyeka air mata Mew lembut. "Bukankah itu sudah cukup untuk P'Mew percaya pada dia"

Mew tersenyum sembari mengangguk pelan.

Mobil hitam itu kini sampai di sebuah rumah besar bercat putih dengan pagar besi yang menjaganya.

Jan turun dari mobil Mew. "Kalau P'Mew butuh seseorang, aku selalu ada waktu untuk itu. Abaikan perasaanku, jadikan aku sebagai adik dan pendengar yang baik buat P'Mew" ucapnya kemudian masuk kedalam rumah itu.

***

Mew melemparkan handphonenya ke kasur. Disusul dengan badannya yang kini mendarat di kasur bersprei putih itu.

Lagi-lagi pikirannya melayang jauh entah kemana. Dia mengambil handphone miliknya dan kembali membaca history chat miliknya dengan Gulf. Dia merindukan saat-saat dirinya menghabiskan malam dengan Gulf sembari video call atau sekedar menggoda pacarnya itu lewat chat.

Senyum kecil mengukir dibibirnya, air mata lagi-lagi menetes dari matanya yang indah. Pikirannya kini berada di persimpangan jalan. Menyerah atau mempertahankan. Tapi menyerah tidak pernah ada di kamus hidup Mew, apakah sekarang waktunya kalimat menyerah ini hadir dihidupnya.

Mew bangkit kemudian mengambil sebuah kotak kado yang selama ini ia simpan di laci kecilnya. Dibukanya kotak kecil itu dan dua buah cincin indah mengisi pupil mata Mew.

Tanpa berfikir lama Mew memgambil kunci mobil miliknya dan pergi sembari mengenggam kotak kecil itu. Dibawanya mobil hitam itu menyusuri jalanan kota yang kian sepi, hanya beberapa lampu mobil yang melintas di jalanan itu. Hatinya kini yakin, mungkin cara ini satu-satunya yang bisa mengembalikan Gulf kepadanya. Dia tidak mau menyerah sekarang, waktunya masih panjang dan itu membuat Mew mendapatkan satu harapannya.

Sesampainya di asrama, dia segera mencari keberadaan Gulf, dia menyusuri lorong panjang yang sedikit meremang. Cahaya di hatinya seakan memberikan dia jalan menuju cintanya itu.

"Tok tok tok..."

Pintu bercat putih itu ia ketuk perlahan. Beberapa kali tidak ada jawaban dari dalam. Kembali Mew mengetuk pintu itu pelan.

"Sebentar"

Sayup-sayup seseorang menjawab ketukan pintu itu. Pintu terbuka.

"Bright?"

Mew terdiam seribu bahasa. Dihadapannya kini Bright dengan haya memakai kolor berwarna hijau tua dengan rambut sedikit acak-acakan.

"Mew? Mew Mew gue bisa jelasin semuanya" ucap Bright mencoba meluruskan apa yang Mew pikirkan sekarang

Namun tanpa aba-aba Mew langsung mendaratkan sebuah pukulan di pipi Bright. Bright seketika tersungkur, bunyi tubuhnya menghantam pintu terdengar begitu keras sampai membangunkan Gulf yang tertidur.

"Bright? Ada apa?"

Gulf bangun. Pemuda itu berjalan sempoyongan menghampir Bright yang sudah terduduk lemas dan Mew yang tidak bisa lagi menahan emosinya.

Mew segera menghampiri Gulf dan langsung memeluknya erat.

"Lo lagi. Dari mana lo tau asrama gue hah?! Dan apa yang lo lakuin ke Bright?!"

Gulf mendorong Mew keras. Tubuh Mew terdorong hingga kepalanya menghantam tembok di belakangnya. Kepalanya berdarah.

Bright bangkit menahan Gulf yang segera ingin menyerang tubuh Mew yang sudah ambruk.

"Cukup Gulf" ucap Bright sembari menahan tubuh Gulf.

"Lepasin gue Bright. Ini udah keterlaluan, dia sudah menerobos asramaku dan memukulku, apalagi alasanku untuk tidak marah!" Seru Gulf emosi

Mew bangkit sempoyongan. Dia mengusap keningnya yang berdarah. Air matanya jatuh tak tertahan. Bibirnya mengatup sedikit keras. Mata indah itu kini menatap Gulf dengan sakit.

Mew menyeka air matanya sebisa mungkin, kemudian berjalan pelan kearah Gulf. Menggengam tangan Gulf pelan, kemudian mengambil kotak kecil dari sakunya dan memberikannya pada Gulf.

"Andai waktu bisa aku ulang, aku akan memberikan ini diwaktu itu, aku sangat mencintaimu Gulf, sangat. Duniaku berubah, pandangan cintaku berubah..." Mew kembali menyeka air matanya "...aku sama sekali gak mau menyerah, untuk kita, tapi Gulf aku sudah tidak sanggup menerima semua ini. Jalanku buntu, dan aku tersesat. Hal yang aku takutkan terjadi, dunia baruku hilang, dan jalanku menjauh"

Setelah mengatakan itu dia pergi, memungut sebuah pintu akses asrama. "Aku tidak menerobos asramamu Gulf. Aku tinggal disini, dikamar kita" sambungnya kemudian pergi sembari menutup pintu kamar.

Bright melepaskan pelukannya dari Gulf. Amarah Gulf mereda, namun sesuatu seakan memukulnya keras di dada, bagian itu terasa sakit bukan main. Dia membuka genggamannya, sebuah kotak kecil berwarna hitam ada disana. Gulf memandangnya jauh. Tanpa dia sadari air mata perlahan menetes, jatuh tepat di atas kotak itu.

Bright membawa tubuh Gulf kembali ke tempat tidur, hal yang bisa ia lakukan sekarang adalah menenangkan pemuda di hadapannya ini.

"Aku akan menyusul Mew, aku hanya takut dia akan melakukan tindakan konyol" Setelah mengatakan itu Bright pergi, tidak lupa memakai kembali kaos dan celananya.

Sepeninggal Bright, Gulf masih menatap lurus kotak kecil di tangannya itu, perlahan dia memberanikan diri untuk membukanya. Dua buah cincin yang sama memenuhi manik matanya. Dia mengambil salah satu cincin dan melihatnya, didalam cincin itu ada tulisan namanya. Kemudian ia mengambil sisanya dan disana nama Mew terukir. Sebuah cincin pasangan.

***

Mew menyusuri jalanan kota, mobil hitamnya ia tinggal di parkiran asrama. Tidak henti-hentinya air mata turun dan membasahi pipinya. Hatinya hancur berkeping-keping. Sementara darah segar terus mengucur dari keningnya yang terluka, kemeja putihnya kini berubah merah.

Langkah kakinya sampai disebuah jembatan panjang. Dia menatap air dibawah jembatan itu dengan sedikit gelisah. Senyum kecil menyungging di bibirnya. Beberapa detik dia hanya berdiri sembari menatap air itu dari atas jembatan. Isak tangisnya kini semakin keras, darah terus mengalir bahkan kini sudah membasahi sepatu yang ia kenakan. Hembusan angin malam yang dingin sama sekali tidak ia hiraukan. Bayangan ia memakaikan cincin untuk Gulf seketika sirna, harapan bisa hidup bersama dengan orang yang paling ia sayangi musnah.

***

TBC

I Love U Ma Little Boy (Can you see my sign Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang