Suasana SMA Negeri 4 Nusa begitu ramai. Acara tahunan sekolah atau biasa disebut SMANSA Of The Year, merupakan acara bersifat wajib yang dilaksanakan satu tahun sekali. Acara yang begitu berbeda dari tahun kemarin, karena di acara ini SMANSA merupakan tuan rumah dari berlangsungnya olimpiade Nasional PPKn. Tidak hanya olimpiade, sekolah juga melangsungkan perlombaan antar kelas serta bazar. Kesempatan untuk anak-anak kelas membuka peluang usaha.
Melihat banyaknya orang sedang berlalu-lalang di sekolah membuat Razavi menepi. Rasanya risi dan tak nyaman berada di tengah-tengah keramaian. Mungkin saja, ia sudah terbiasa sendiri sampai merasa tidak nyaman di keramaian. Ia mengembuskan napas kasar kala mendapatkan pesan dari Rezky. Sang kakak akan mampir ke sekolah bahkan menonton ia mengerjakan beberapa soal olimpiade serta berdebat nantinya.
Mengingat wajah Rezky, membuat ingatan Razavi tertuju pada empat hari yang lalu. Di mana laki-laki itu mengambil alih perusahaan sang papa sehingga berita tentang kembalinya putra pertama dari Rayhan tengah memanas di media sosial. Ternyata jadi seorang publik figur tidaklah mudah ataupun menyenangkan. Selalu saja ada skandal dan hal yang bisa merugikan diri sendiri.
Awalnya ia tidak yakin dengan keputusan sang kakak yang ingin menggantikan Rayhan untuk sementara. Takut kalau depresi Rezky kambuh dan malah berujung pada gangguan kejiwaan lagi. Namun, melihat tekad dari sang kakak yang ingin membantu Rayhan, membuat Razavi tak bisa menolak. Ia juga ingin melihat sang kakak kembali bersosialisasi dengan orang lain serta menjalani hidup seperti dulu lagi.
Langkah Razavi terhenti di depan pintu ruang kepala sekolah. Dahinya mengerut mendengar namanya dibicarakan di dalam sana. Apalagi nama sang papa, hingga rasa penasaran menyeruak dalam benak. Razavi melangkah mendekat ke arah pintu yang tak tertutup rapat.
Menajamkan telinga agar lebih jelas mendengar apa yang sedang dibicarakan di dalam sana. Meskipun sikap yang dilakukan sangat tidak sopan karena menguping pembicaraan dari orang lain.
"Pak Rayhan sedang di rumah sakit, lalu bagaimana dengan olimpiade yang sebentar lagi akan berlangsung? Saya tidak yakin Razavi bisa meraih juara pertama," ucap salah satu dari mereka dengan nada meragu.
"Kita atur sesuai dengan rencana Pak Rayhan saja. Mengubah skors dan menyuap panitia dari olimpiade itu. Dan jangan sampai rencana kita terendus ke publik. Takut kalau pencalonan Pak Rayhan menjadi ketua DPR malah kacau-balau," balas salah satu dari mereka.
Sontak saja Razavi langsung membuka pintu ruang kepala sekolah sedikit kasar, sehingga membuat dua lelaki paruh baya di dalam ruangan itu terkelonjak kaget melihat kehadiran Razavi.
"R–razavi?" Pak Tatang menelan ludah sendiri dengan susah payah. Padahal Minggu kemarin ia sudah berjanji pada Rayhan agar rencana pengubahan skors tidak diketahui oleh siapapun selain mereka.
"Saya harap dalam olimpiade ini tidak ada kecurangan dalam bentuk apa pun. Jangan mengiakan rencana papa, Pak. Biarkan olimpiade ini berjalan dengan semestinya," ucap Razavi mengulas senyum penuh arti.
"Tapi pak Rayhan sudah merencanakannya, Za. Mana mungkin kita tidak meneruskannya," sela Tatang dengan raut bimbang di wajah.
"Bapak mau sekolah ini dicap curang sama sekolah lain hanya karena masalah pengubahan skors juga menyuap panitia? Lagian selama papa sakit, kalian enggak akan kena masalah. Biar saya yang akan menjelaskan dan menerima konsekuensinya apabila papa mengetahui soal ini."
"Tapi—"
"Saya tidak ingin mendengar alasan apa pun. Biarkan olimpiade ini berjalan semestinya tanpa campur tangan dari kalian. Jika Bapak tidak mau mendengar, terpaksa saya akan mengungkapkan kebusukan kepala sekolah dari SMANSA ke publik."
Setelah mengatakan hal itu, Razavi melangkah keluar meninggalkan Tatang dan Yano dalam ruangan itu. Kedua lelaki paruh baya itu hanya saling pandang dengan tatapan tak biasa. Mereka tidak bisa menolak permintaan itu, takut kalau ucapan Razavi menjadi kenyataan. Bisa-bisa citra namanya akan buruk di mata publik nantinya.
***
Olimpiade berjalan dengan lancar tanpa ada halangan. Razavi bisa mengembuskan napas lega saat olimpiade itu berakhir. Ternyata menguras tenaga sekali di bagian perdebatan antara ia, Julian, dan siswa sekolah lain. Ia tidak terbiasa berdebat di depan umum, terlebih menyangkut soal materi bersejarah dan lambang negara yakni PPKn. Lebih baik menghafal rumus daripada menjabarkan materi.
"Gimana perasaan lo ketika debat sama Julian?"
Razavi mendongak mendengar suara sang kakak menyapa. Sudut bibir tertarik ke atas membentuk senyuman kecil. Beringsut menyamping menyisakan tempat agar Rezky bisa duduk di sampingnya. Senang rasanya saat olimpiade berlangsung sang kakak menemani dari awal sampai selesai.
"Susah buat dijelasin. Lagian Julian jago banget dalam pemaparan dan jawaban dia keren-keren," balas Razavi.
Rezky tertawa kecil. Menepuk pelan bahu sang adik, menyodorkan sebotol air putih. Dengan senang hati, Razavi menerima dan meneguk air tersebut.
"Thanks."
"Santai aja kali. Gue ini Kakak lo, udah semestinya sih gue perhatian sama adik sendiri," kelakar Rezky.
"Gimana di kantor papa?" Terjadi jeda selama sepuluh detik di antara mereka, sampai Razavi mengajukan satu pertanyaan yang membuat Rezky mengembuskan napas berat.
"Lumayan, sih. Enggak ada masalah apa pun, ya walaupun gue agak kesusahan di rapat sekaligus proyek baru papa."
"Seneng enggak bisa kembali berbaur sama yang lain? Gimana perasaan lo saat temen kantor, ngelihat lo lagi?" Razavi masih penasaran bagaimana reaksi teman-teman sang kakak yang masih bekerja di kantor sang papa.
"Pada kaget. Mereka kayak yang enggak percaya kalo gue balik lagi. Mereka ngira gue udah meninggal karena udah lama enggak muncul di depan mereka," ujar Rezky sembari memandang lekat langit yang sedang berawan.
"Syukurlah. Terus soal rencana lo mau ngebatalin papa nyalonin diri jadi ketua DPR jadi?" Kalimat yang sempat terbesit dalam hati Razavi, kini terlontar juga.
Empat hari yang lalu, mereka pernah berdiskusi perihal kegiatan yang dilakukan oleh sang papa. Bahkan mengorek sikap Rayhan di mata orang lain, yang 97% mengatakan bahwa Rayhan merupakan lelaki paruh baya yang baik serta dermawan. Nyatanya apabila sesudah sampai di rumah malah berubah seperti iblis.
"Jadi. Gue enggak suka dia terlibat di dunia politik. Gue enggak mau semakin terkenal cuma gara-gara dia terlibat politik. Sekarang aja gue masih jadi bahan atensi media sosial," keluh Rezky sembari mengusap wajah dengan kasar.
"Oh ya, gimana sama skorsnya? Lo dapet juara apa?" Rezky menegakan tubuh, menyamping agar lebih leluasa menatap wajah sang adik dengan serius.
"Belum keluar hasilnya. Mungkin sebentar lagi."
"Bisa bisa jadi juara pertama," kata Rezky penuh Semangat.
Sementara Razavi hanya mengulas senyum tipis. "Mau juara atau enggak, itu semua enggak ada artinya. Menang atau kalah itu udah biasa. Gue pengen ngasih kesempatan ke mereka yang pengen dapetin gelar juara itu. Terpenting adalah usaha, berani, serta tekad."
KAMU SEDANG MEMBACA
BORAX (Bored Of Real Anxiety)✓
Jugendliteratur"Luka yang ada di sekujur tubuh gue, enggak seberapa sama luka yang ada di hati gue."-Razavi Al-Zeyino. *** Razavi kehilangan tujuan hidupnya. Ia hidup sebagai boneka sang papa; selalu menurut dan tidak berani melawan. Bahkan, ia rela menjadikan t...