13 || Ayah

30 5 0
                                    

Yuk absen dulu, kalian baca part ini jam berapa?

Selamat membaca Vren!

_______

Sinar jingga yang terpancar di tepi pantai memang sangat indah, membuat siapa saja yang melihatnya akan jatuh cinta. Seperti Sosok lelaki berumur sekitar 40 tahunan yang tengah berdiri tidak jauh dari seorang gadis yang sedang menatap ke luasnya lautan samudra. Gadis tersebut terlihat tengah membawa sebuah buket bunga di tangannya. Matanya menatap lurus tepat pada kilau sinar jingga yang terpancar. Gadis tersebut terlihat tambah cantik saat angin datang menerpa.

"Alangka?"

suara panggilannya seakan menggema di telinga gadis yang tengah fokus dengan pengelihatannya. Gadis itu menoleh pada sumber suara, wajahnya terlihat sedikit terkejut mendapati seseorang yang tengah berada di belakangnya saat ini.

Lelaki dewasa itu semakin mendekat ke arahnya. Tanpa berkata apapun lelaki itu justru duduk di atas pasir dan menepuk sisi kosong untuk Alangka tepati.

"Kamu tau kenapa senja selalu memancarkan sinar yang indah sebelum dia menghilang?

Alangka menggelengkan kepalanya pelan. Matanya masih terpaku menatap seseorang yang tengah duduk di sampingnya saat ini.

"Karena dia ingin di kenang." jawab lelaki itu singkat.

"Untuk apa? senja kan selalu hadir setiap hari," Alangka mencoba untuk memberikan opininya.

"Benar, dia selalu hadir setiap hari. Tapi nggak semua kemunculannya memberikan lukisan indah di langit cakrawala. Itu mengapa ia tidak ingin membuat manusia kecewa akan kemunculannya yang tiba-tiba berubah."

"Aku ingin seperti senja." ujarnya yakin.

"Itu berarti kamu harus siap untuk berkorban,"

Alangka menautkan alisnya bingung, "Berkorban untuk apa?"

Lelaki itu menatap mata Alangka lekat, "Alangka, senja selalu mengajarkan kita tentang sebuah pengorbanan. Di waktu dia yang singkat dia selalu memberikan ruang untuk siang beristirahat akan malam yang akan datang. Tapi dia tidak pernah marah akan Fajar yang menggantikan posisinya untuk siang yang kembali terang." lelaki tersebut berkata tulus.

Entah kenapa Alangka tiba-tiba menangis.

"Alangka, ayah tau kamu sedang berada di posisi senja sekarang." Alangka tertegun mendengar itu. Bahkan bibirnya seakan kelu untuk mengucapkan sebuah kalimat.

Benar, saat ini Alangka sedang berada di posisi senja untuk Gala seorang siang yang ternyata lebih membutuhkan  Chika sang fajar untuk kembali terang. Gala selalu gelap saat bersama Alangka, ia tidak pernah tersenyum bahkan tertawa kepada dirinya. Tapi berbeda saat ia bersama Chika, seperti ada sinar terang yang membuat garis di bibirnya untuk tersenyum.

Tiba-tiba sebuah ombak datang menyapu bunga yang sedang ia bawa, bersamaan dengan itu sosok laki-laki di sampingnya langsung menghilang.

"AYAH!"

Saat Gala melewati kamar Alangka dia terlonjak kaget saat mendengar sang pemilik kamar berteriak histeris. Ia langsung membuka pintu yang tidak terkunci itu dan mendapati seorang Alangka yang kesulitan mengatur nafasnya. Dia juga melihat sebuah keringat yang membasahi seluruh wajah gadis itu. Sepertinya Alangka baru saja bermimpi.

Alangka menatap nanar seorang Gala yang baru saja masuk ke kamarnya. Gala hanya berdiam diri tanpa berniat untuk menenangkan dirinya.

"Lo tau kenapa seseorang selalu bermimpi buruk?"

Alangka menggeleng lemah.

"Karena ia selalu merasa bersalah." saat Gala akan berbalik untuk keluar. Ucapan Alangka membuatnya kembali terhenti.

"Kak, mereka yang bersalah nggak akan pernah tersenyum di dalam mimpinya."

Gala menatap tajam ke arah Alangka, tanpa mengatakan apapun dia segera keluar dari kamar Alangka dengan membanting pintu sehingga membuat Alangka sedikit terlonjak kaget.

Setelah nafasnya kembali normal, Alangka mencoba untuk turun dari tempat tidurnya. Ia menuju ke sebuah meja belajar, ia menyalakan sebuah lampu disana. Tangannya meraih sebuah buku yang berjudul "Alangka" ia membuka dan mulai menulis di bagian kosong. Menulis, merupakan cara Alangka untuk menceritakan segala ungkapan yang tidak dapat ia utarakan.

Kali ini, kalimat yang pertama ia tulis adalah "ayah" bersamaan dengan semesta yang saat itu mendukung, hujan tiba-tiba mengalunkan suara rintiknya. Alangka bahagia akan hal itu, akan suatu hal yang mampu membawa ingatannya di masa itu.

Alangka kecil yang tengah mengenakan seragam merah putih terlihat tengah berjalan di sebuah trotoar, pulang sekolah merupakan hal yang sangat ia benci. Karena setelah itu ia akan berjalan kaki menuju halte bus untuk pulang ke rumah. Pak yoo yang biasa mengantarkan ia ke sekolah selalu tidak bisa menjemputnya untuk pulang sekolah karena harus menjadi supir pribadi ayahnya saat di kantor. Banyak sekali orang yang menatap nanar ke arahnya, bagaimana anak yang masih kecil bisa berkeliaran sendiri tanpa dampingan orang tua.

Suara guntur yang menggema membuat dia sedikit terlonjak kaget. Ia menatap langit yang mulai menghitam di atas sana. Ia pun segera berlari agar sampai di depan halte bus sebelum hujan tiba. Tepat disaat dia memijakkan kakinya di dekat halte hujan datang dengan sangat lebat. Alangka hanya bisa duduk seraya memegang badannya yang terasa dingin akibat percikan air hujan.

Bus yang ia tunggu juga tidak menampakkan dirinya sama sekali. Apakah Alangka telah ketinggalan bus? terus bagaimana ia akan pulang sekarang. Di tambah keadaan hujan yang membuat dia tidak bisa berbuat apapun. Dia hanya bisa menatap nanar hujan yang semakin lebat. Sesekali ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya untuk menciptakan kehangatan dalam tubuhnya.

Cukup lama dia melakukan hal itu, sampai tiba-tiba ada sebuah mobil hitam yang berhenti di hadapannya. Dia sempat memasang wajah takut, ia takut jika seorang penculik datang untuk membawanya. Sebuah payung terlihat keluar dari balik pintu mobil tersebut, bersamaan dengan seseorang laki-laki dewasa yang juga keluar.

Alangka benar-benar tertegun melihat seseorang itu, seseorang yang selama ini tidak pernah menatapnya sama sekali. Tetapi sekarang, ia dapat menatap mata itu secara dekat.

Lelaki dewasa itu mendekat dan mengulurkan tangan kepada dirinya dan membawanya untuk masuk ke dalam mobil. Akhirnya, untuk pertama kalinya ia merasakan sentuhan dari seseorang yang biasa ia panggil dengan sebutan "Ayah" itu.

Alangka meneteskan air matanya saat mengingat kejadian tersebut. Kejadian yang membuat dirinya merasakan menjadi seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang di anggap hidup. Karena sebelum itu, ia menjadi seseorang yang sama sekali tidak terlihat.

"Terima kasih." lirihnya pelan.

_____

Senja yang ada dalam mimpi Alangka.

Sebenernya kurang semangat saat nulis part ini. Karena emang lagi nggak ada ide. Tapi balik lagi aku harus update cerita ini setiap hari, aku juga nggak mau membuat kalian kecewa Vren!

Semoga suka, ya.

ALANGKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang