33 || Kehangatan di kala itu

13 5 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen.



Malam ini, Alangka terlihat tengah duduk di depan sebuah minimarket dengan sebuah pop mie di hadapanya. Rasanya, lama sekali dirinya tidak menikmati kesendiriannya selama ini. Hal yang selalu ia lakukan setiap hari, tepatnya saat dirinya mengetahui bahwa kapal yang tengah Ayahnya bawa mengalami kecelakaan dan tenggelam. Yang membuat dirinya tambah sedih ketika mengetahui bahwa tidak ada korban selamat di dalamnya.

Hal itu mengingatkan dia terhadap suatu ingatan manis tentang ayahnya.

Pagi ini dan pertama kalinya Alangka melihat secara langsung Ayahnya mengenakan seragam nahkoda. Biasanya, ia hanya bisa melihat Ayahnya mengenakan seragam dari sebuah foto saja. Karena, ayahnya memang tidak pernah pulang kerumah bahkan bisa di bilang tidak ingin pulang semenjak Alangka dilahirkan.

Namun, semuanya berubah semenjak Gala hadir. Gala membawa perubahan terhadap sikap Ayahnya untuk melihat ke arahnya, walau kadang sikap yang Deraga tunjukan terbilang dingin.

"Aku seneng. Akhirnya aku bisa melihat Ayah secara langsung menggenakan seragam nahkoda." ucap Alangka bangga.

"Kamu tau kenapa warna baju ini putih?"

"Karena bersih, bagus dan rapi."

Alangka pertama kalinya mendengar ayahnya tertawa untuknya. Tertawa akan kalimat yang baru saja ia ucapkan.

"Bukan, Karena bisa saja ini menjadi seragam terakhir ayah di dunia ini."

"Kenapa gitu?"

"Alangka kamu tau? ayah sudah bersiap untuk nyawa ayah di saat pertama kali memilih pekerjaan ini."

"Kenapa harus nyawa?"

"Karena itu yang utama. Ayah tidak pernah tau sampai kapan ayah akan berlayar dengan selamat. Karena setiap berlayar hanya satu ketakutan ayah, disaat ayah belum bisa menyesali perbuatan Ayah di masa lalu."

Alangka meneteskan air matanya.

"Alangka kamu harus bersiap untuk kuat. Karena kapan saja samudra bisa mengambil ayah tanpa aba-aba. Kamu harus menganggap kepergian ayah sebagai hal yang sudah kamu ketahui sebelumnya. Dan kamu harus siap untuk itu."

Alangka menganggukan kepalanya, karena setiap perkataan yang Deraga ucapkan bagaikan perintah yang harus ia taati.

Deraga melepas nametag yang ada di seragamnya. Ia menggapai tangan Alangka dan meletakkan name tag itu di tangan gadis cantiknya.

"Setidaknya ada satu kenangan yang kamu punya, disaat jasad ayah nantinya tidak di temukan."

Alangka menatap name tag ayahnya dengan nanar.

"Jika suatu saat nanti Alangka pergi ke samudra yang sama, apa Alangka akan ketemu ayah?"

"Untuk apa kamu pergi ke sana. Kamu tidak ingin ketemu bunda?"

"Sudah sembilan bulan aku selalu bersama Bunda. Dan aku ingin lebih lama dengan ayah."

Tanpa Alangka duga Deraga justru memeluk dirinya untuk pertama kalinya. Setidaknya, dia memiliki satu kenangan itu, kenangan disaat ayahnya mengakui bahwa dia memang anaknya. Alangka merasa bahagia hari itu, tidak dengan pagi harinya.

Alangka terlonjak saat ada sebuah klakson mobil menyinari matanya. Ternyata sedari tadi ia tertidur, untung minimarket yang ia datangi buka sampai 24 jam, kalau tidak mungkin dia sudah di bawa oleh penculik tadi. Seseorang keluar dari dalam mobil, dengan samar Alangka mencoba mengenali sosok lelaki itu. Matanya sangat berat untuk di bawa melihat dunia nyata, karena rasa kantuk benar-benar mendera perempuan itu.

ALANGKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang