18 || Kebohongan

26 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Malam hari selalu mempunyai cara untuk membuat manusia takjub akan alam semesta. Contoh kecilnya seperti bulan dan bintang yang selalu muncul pada saat malam tiba. Malam yang gelap ternyata mampu memunculkan sinar indah dalam tata surya-nya. Mata Alangka tidak lepas dari Bulan sabit yang berada di atasnya sekarang. Mungkin berjalan, entah Alangka hanya merasa bahwa bulan tersebut sedang berada di atasnya sekarang.

Malam penuh bintang itu pun mengingatkan dia kepada seseorang yang saat itu dan pertama kalinya memberanikan diri untuk duduk bersamanya, bukan berjauhan melainkan berdampingan. Alangka dapat mengingat jelas air mata yang ia keluarkan saat hatinya begitu bahagia, bahagia akan sosok yang semula mulai berubah. Bukan genggaman yang dia inginkan, melainkan sebuah tatapan yang mengarah ke matanya. Walaupun hanya sekali. Dan itu ia dapatkan saat Ayahnya mulai berubah seiring berjalannya waktu.

"Jika bisa memilih kamu ingin menjadi bulan atau bintang?"

"Bulan." Alangka menjawab dengan keyakinan yang penuh.

"Alasannya?"

"Karena bulan lebih besar daripada bintang, itu berarti bulan yang paling memancarkan sinar terang disana."

Lelaki itu terkekeh, entah apa yang lucu baginya. Alangka sempat merasa apakah jawaban dia salah.

"Sekarang gini, jika Gajah dan Macan ikut lomba lari. Siapa yang akan menang?"

"Macan dong. Gajah akan kalah karena badannya yang besar, iya kan?"

"Sekarang sudah ngerti?"

Alangka menggeleng lemah.

"Alangka, bulan tidak pernah mandiri akan sinarnya," jelasnya pendek.

"Maksudnya?"

"Sinar bulan yang terang tidak dihasilkan dari bulan itu sendiri, melainkan dari pembiasan matahari. Sedangkan bintang, meskipun kecil ia memancarkan sinarnya sendiri. Itu mengapa terkadang manusia harus berkaca kepada bintang,"

"Karena kita tidak bisa menilai seseorang hanya karena dia terlihat lebih kecil dari kita?"

"Benar, Alangka kita hidup di dunia bukan hanya untuk menunjukkan kalo kita paling bersinar. Tapi sebaliknya, yaitu bagaimana kita bisa menyinari mereka. Itu yang utama."

Bagaimana kita bisa menyinari mereka, kalimat yang selalu ia ingat sampai sekarang. Setidaknya walaupun seorang Gala tidak mampu memberikan sinarnya kepada dirinya, Alangka dapat melakukan hal sebaliknya bagaimana ia mampu menyinari Gala.

"Bagaimana sih rasanya hidup sebagai anak seorang pembunuh?"

Alangka terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari belakangnya. Alangka melihat ke sumber suara dan mendapati Sosok Chika yang sudah berdiri dengan melipat kedua tangannya di dada.

ALANGKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang