29 || Divorced

30 6 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Saat ini Abe terlihat sedang bersantai di depan tv yang menyala. Tapi sang empunya justru asik memainkan ponsel di tangannya. Memang tv jaman sekarang sering tidak dianggap oleh pemiliknya semenjak teknologi handphone yang semakin canggih. Tak lupa ia juga terus mengunyah snack di tangannya. Hari ini, Bundanya sedang pergi. Jadi ia bisa leluasa membuat rumah berantakan. Seperti sekarang, bantal yang berada di kursi berserakan tak tentu arah. Bahkan snack yang ia makan juga berceceran di lantai.

Saat ia asik dengan dunianya tiba-tiba bel dirumahnya berbunyi. "Iya, masuk!" teriaknya reflek. Sedetik kemudian ia tersadar bahwa pintunya sedang ia kunci.

Dengan menyumpah serapah dirinya sendiri Abe beranjak untuk membukakan pintu. Setelah ia membuka pintu, disana ia melihat seorang Bapak-bapak berpakaian rapi.

"Benar, ini rumahnya ibu Ina Pancawati?"

"Iya benar, saya anaknya. Ada apa ya Pak?"

Seorang Bapak tersebut memberikan sebuah map coklat kepada Abe.

"Ini untuk ibu Ina dari pengadilan."

Deg.

Dada Abe seketika sesak mendengar kata pengadilan disana. Pikirannya melayang terhadap hal yang selama ini selalu ia cegah.

"M-makasih, Pak."

"Yasudah, kalau begitu saya permisi." Abe hanya menjawab seadanya karena otaknya yang sedang kacau saat ini. Walaupun yang ia pikirkan belum tentu terjadi.

Abe masuk ke dalam rumah dengan harapan yang banyak. Berharap akan hal yang buruk tidak terjadi hari ini. Ia meletakkan Map berisi surat itu di atas meja, ia merasa ragu saat akan membukanya. Dengan perlahan ia mengambil map itu kembali dan mencoba memberanikan diri untuk membukanya.

"SURAT PERNYATAAN CERAI"

Tes

Tes

Tes

Tetes demi tetes air matanya membasahi pipi, hatinya seketika hancur bercampur remuk sekarang. Bangunan yang selama ini ia coba untuk pertahankan akhirnya runtuh juga. Abe mengacak rambutnya frustasi.

"AGHHHHH!" teriaknya keras.

Abe mencoba untuk menghubungi Bundanya beberapa kali namun hasilnya nihil. Hal itu membuat ia tambah frustasi, ia bingung harus bertidak seperti apa sekarang. Bahkan otaknya tidak berjalan saat ini, saat ia mendapati sebuah kenyataan yang sangat menyakitkan.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi menandakan ada sebuah pesan masuk. Saat Abe melihat pesan tersebut seketika rahangnya mengeras, tangannya mengepal bersamaan dengan tinjuan keras yang ia benturkan pada meja kaca di depannya hingga pecah. Abe bahkan tidak sadar akan tangannya yang luka saat itu. Ia pun segera bergegas untuk menuju ke sumber masalah sebenarnya.

ALANGKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang