Kalau ditanya tentang hal-hal yang membuat bahagia kemungkinan Rena cuma punya dua jawaban. Yang pertama adalah bunda dan kedua adalah senja. Kenapa bunda? Karena beliau adalah satu-satunya orang yang Rena punya di dunia ini, sekaligus orang yang akan dilindunginya sampai akhir tidak peduli apapun yang terjadi. Selain bunda Rena tidak punya siapapun lagi jadi wajar buatnya untuk seperti itu.
Dan untuk senja ... Rena kira hal yang paling menyenangkan pada setiap hari yang dijalaninya adalah ketika sadar kalau hari ini sudah akan berakhir dimana senja perlahan jadi malam. Selain itu langit senja itu cantik, terutama kalau dilihat dalam keadaan sepi. Rasanya seperti semua beban yang Rena alami seharian hilang tak tersisa.
Sebuah beban yang kadang membuat Rena merasa bertanya apa dia pantas memiliki bunda, atau bahkan apa dia pantas untuk terlahir di dunia ini? Rena hanya memiliki bunda sejak kali pertama dilahirkan di dunia ini. Orangtua bunda-kakek-neneknya yang seharusnya menjadi tempat bersandar dan berlindung terlalu kecewa dengan bunda tentang apa yang terjadi di masa lalu. Membuat mereka membiarkan bunda tinggal di sebuah rumah sederhana hanya dengan dirinya.
Itu juga yang jadi alasan bagi Rena untuk duduk di lapangan sekolah bahkan ketika bel pulang sudah lama menjemput. Gadis itu menatap cakrawala berwarna jingga yang perlahan semakin jelas sambil tersenyum. Tidak peduli bagaimana anak-anak basket yang sudah membubarkan diri lima belas menit lalu melewatinya dengan pandangan aneh.
"Gue perhatiin lo sering banget duduk sini."
Rena mendongak dan hampir dibikin kena serangan jantung waktu melihat Dayu yang menjulang di sampingnya. Detak jantungnya makin nggak karuan lagi ketika menyadari cowok itu menunjukkan tanda-tanda akan duduk di sampingnya. Tunggu, ini kenapa cowok ganteng satu ini mendadak notice dia setelah sekian purnama Rena nongkrong di lapangan sekolah?
"Gue rasa bukan cuma lo doang yang menyadarinya. Kayaknya teman setim basket lo juga menyadarinya."
Tidak tahu kenapa tapi Dayu terlihat agak gugup setelah mendengar itu. Mungkin baru menyadari kalau keberadaannya di pinggiran lapangan basket tuh noticeable banget. Ya gimana kadang Rena yang uang jajannya pas-pasan ini baru beli makanan di kantin setelah pulang sekolah dan dimakan di sini.
"Kayaknya gue salah ngomong."
"Nggak juga."
Dayu justru memberikan tatapan tertarik dengan jawabannya. "Maksudnya?"
"Gue tahu lo pasti datang ke sini buat nanyain kenapa gue selalu nongkrong di sini pas sekolah kelar. Iya, kan?"
Dayu yang kini sudah memakai hoodie dengan celana seragam abu-abunya duduk dengan lebih santai di sampingnya. Cowok itu ikut menatap ke arah langit sore lalu tidak lama kembali menengok ke arahnya.
"Kebaca banget, ya?"
"Seharusnya sih nggak, kalau seandainya lo nggak diam-diam selalu lihatin gue seolah gue ini alien yang baru aja turun ke bumi."
"Oh-itu gue-"
"Santai aja. Gue udah biasa dengan tatapan kayak gitu. Jadi apa yang mau lo tanyain?"
Dari pada bertanya, sekarang Dayu mendadak jadi penasaran dengan kata terbiasa yang baru saja keluar dari bibir Rena, namun dia merasa itu tidak seharusnya terucap dan membuat pertanyaan itu hanya terpendam dalam dirinya. Mereka sebenarnya adalah teman sepantaran dan seangkatan, tapi karena tidak berada di kelas yang sama segala jadi terasa sangat canggung saat ini.
"Sorry."
"Nggak apa-apa. Jadi?"
"Seperti yang lo omongin tadi. Gue penasaran kenapa lo selalu nongkrong di sini, awalnya gue kira lo mau lihat cowok-cowok lagi latihan basket, tapi kayaknya gue salah. Lo bahkan selalu bertahan di sini sampai hari benar-benar mau gelap."

KAMU SEDANG MEMBACA
PEMBATAS SENJA
Fantasía[SELESAI] Selalu ada suatu rahasia bahkan di balik hal yang paling sederhana sekalipun. Ya, setidaknya itu yang Rena dapatkan setelah dia menemukan rahasia di balik langit senja yang membawanya pada sebuah kejaiban yang terlalu hebat untuk bisa dise...