"Ra, makan dulu, yuk!"
Naura mendongak dan mendapat wajah Selyn—kekasih Damar yang berbaik hati menerimanya di rumah yang ditinggalinya sendiri. Naura berusaha tersenyum, namun gagal karena tangis kembali meluncur dari bibirnya. Seperti tahu apa yang dirasakan Naura saat ini, Selyn yang tadi hanya berdiri di ambang pintu menghampiri dan masuk ke dalam kamar. Perempuan itu berjongkok di depannya lantas meraih jemarinya dengan hangat.
"Makan yuk, kakak kamu bilang kemarin kamu cuma makan dikit dan nggak makan malam. Kamu pasti laper."
"Kak Damar mana?"
Selyn tersenyum. "Mau pulang sebentar, katanya mau ambil beberapa barang kamu."
Mendengar itu sama sekali tidak membuat Naura tenang. Bayangan apa yang terjadi saat mama mendengar pembicaraannya dengan Damar kembali terbayang. Hal yang membuat Naura harus berakhir di ruang keluarga dengan rasa takut yang luar biasa. Sama seperti Damar, papa memaksanya untuk mengatakan siapa yang melakukan itu padanya dan Naura tetap menolak untuk menyebut nama Candra.
"Naura!! Kasih tahu Papa sekarang!! Biar Papa bisa kasih tahu pelajaran sama bajingan yang ngerusak kamu!!"
"Nggak mau," cicitnya lirih yang langsung membuat papa membanting vas bunga yang ada di depannya.
Naura terlonjak kaget, namun berusaha keras menyembunyikannya dengan menahan napas selama beberapa saat. Untungnya mama berhasil meraih lengan papa dan membuatnya terduduk di salah satu sudut sofa terjauh dari Naura. Damar masih bersamanya, dengan wajah sangat bersalah karena sebab dirinya, adik tersayangnya harus menerima kemarahan papa yang sedemikan rupa.
"Sayang, jawab pertanyaan papa, ya? Papa cuma mau semuanya jadi jelas dan setelahnya papa akan berusaha nyelesain semuanya, ya?"
Lagi, gelengan muncul darinya yang langsung memunculkan reaksi papa yang memukul pahanya sendiri dengan keras. Pria itu terlihat frustasi, marah, dan kecewa. Pria itu berdiri lantas memandang putrinya masih dengan kilat marah dan kekecewaan.
"TERSERAH!!! Kalau kamu nggak bisa diatur!!! Pergi dari sini!!!"
Tangis Naura semakin mengencang saat suara papa kembali terbayang di benaknya. Dengan cepat dia menangkup wajahnya sendiri, berusaha sebisa mungkin menyembunyikan wajah sedihnya. Selyn menatap sedih dengan mata berkaca, namun dengan cepat kepalanya mendongak sekilas, berusaha untuk membuat gadis ini kuat. Selyn melipat bibirnya ke dalam lantas perlahan membuka kedua tangan Naura dan berusaha tersenyum agar perasaan gadis itu jadi lebih baik.
"Kak, aku nggak akan hamil, kan?"
"Kakak harap juga gitu, Ra. Nggak mudah untuk hamil apa lagi dengan sekali kejadian."
"Aku harap begitu."
"Tapi tetap aja, nggak seharusnya kamu—kamu melindungi orang yang seharusnya nggak kamu lindungi."
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMBATAS SENJA
Fantasi[SELESAI] Selalu ada suatu rahasia bahkan di balik hal yang paling sederhana sekalipun. Ya, setidaknya itu yang Rena dapatkan setelah dia menemukan rahasia di balik langit senja yang membawanya pada sebuah kejaiban yang terlalu hebat untuk bisa dise...