Part 44

345 61 8
                                    

💙💙💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💙💙💙

Tidak ada yang menduga jalan kehidupan. Tidak ada yang bisa menebak kapan kebahagiaan dan kesedihan menghampiri di dalam menjalani hidup. Saat ini, mungkin itu yang dialami Sean. Setelah pagi yang cerah itu ia menemui ayahnya dengan hati lapang, kini ia kembali bersama Wang Yibo, mengajak sang kekasih untuk menjenguk lagi ayahnya di kedai sisi kanal.

Entah apa penglihatannya sedikit terpengaruh karena suasana malam hari, atau ia benar-benar melihat raut muka ayahnya semakin pucat. Rasa khawatir melingkupi dirinya, bagaimanapun ia tidak ingin hal buruk menimpa ayahnya setelah ia mengetahui penyakit yang diderita. Terlebih hatinya kini mulai melunak, rasa lelah dan ikatan darah sebagai keluarga membuatnya tak ingin lagi mendebat hal-hal yang telah berlalu.

Betul yang dikatakan Wang Yibo, bahwa dirinya juga harus berubah. Setiap orang pasti melakukan kesalahan, bahkan Tuhan pun memberi kesempatan pada makhluk-Nya, kenapa dirinya harus begitu keras kepala dan bersikukuh dengan terus mengungkit kesalahan.

Kini ia diberi kesempatan untuk bisa kembali bertemu sang ayah, ia ingin merasakan lagi kasih sayang yang sempat hilang dari hidupnya.

“Sean, aku senang kau datang lagi,” paman Xiao menyambut, melirik pada kekasih di sisi Sean. “Yibo, bagaimana kabarmu?”

“Aku baik, Paman. Bagaimana kesehatan paman?” pemuda itu tersenyum, mengajak ayah dan anak duduk bersama.

“Disini paman sudah mendapat keluarga. Tentu perasaan menjadi lebih baik. Terima kasih, Yibo. Kau sudah sangat berjasa, membuat kehidupanku berubah. Aku tidak bisa membalas semua kebaikanmu,” suara paman Xiao sedikit tersendat.

“Jangan berkata begitu, Paman. Bukankah kita memang harus membantu sesama? Eh, bagaimana kalau paman memasakkan sesuatu yang istimewa buat kami?” sudut mata Wang Yibo mengerling ke arah Sean yang hanya membisu.

Paman Xiao mengangguk cepat, tersenyum pada keduanya sebelum bangkit dari kursi.

“Baiklah. Kalian tunggu sebentar.”

Diam-diam tatapan Sean mengikuti berlalunya sosok ayahnya yang semakin terlihat tua. Ia hanya bisa menggigit bibir merasakan takut kehilangan yang tidak ingin ia rasakan untuk kedua kali. Ia menoleh sewaktu tangannya digenggam oleh Yibo, seolah memberinya kenyamanan.

“Aku tahu kau mengkhawatirkannya. Jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan kedua yang diberikan. Aku hanya ingin kau tidak menyesali semuanya,” Wang Yibo mengulas senyum lembut yang dibalas senyuman tipis.

Hanya memakan waktu dua puluh menit, paman Xiao kembali menghampiri, membawa beberapa jenis masakan kesukaan anaknya. Dengan penuh semangat ia menghidangkan semuanya ke atas meja.

“Ayo, makanlah. Ini akan menghangatkan tubuhmu,” tatapannya tertuju pada Sean yang mengangguk, senyum tipis kembali menghias bibirnya.

Pria paruh baya itu menempati lagi kursi sebelumnya di sisi Sean. Memperhatikan anaknya yang mulai menyuapkan hasil masakannya.

𝐒𝐓𝐎𝐑𝐘 𝓕𝓻𝓸𝓶 𝓣𝓱𝓮 𝓟𝓪𝓼𝓽  [𝓔𝓷𝓭]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang