Bang Gibran

588 96 3
                                    

Jian keluar dari kamarnya setelah selesai bersiap untuk pergi ke kampus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jian keluar dari kamarnya setelah selesai bersiap untuk pergi ke kampus. Ia menuruni tangga dan dapat melihat dengan jelas aktivitas yang dilakukan masing-masing adiknya di lantai bawah.

Ada Harsa yang baru selesai mandi, rambutnya bahkan masih basah. Gibran yang sedang memasak entah menu apa lagi dengan Jenan yang sudah siap menyantap hasil masakan Gibran di meja makan.

Arjuna dan Arka yang sesang duduk bersama di sofa ruang keluarga dengan satu gelas berisi teh manis dan satu gelas susu coklat di depan mereka.

Pertanyaan Jian sekarang, di mana Abel? Apa belum bangun dan tidak ada yang mau membangunkan? Atau sedang mandi karena Harsa baru selesai tadi?

"Udah beres lo?" Jian segera menoleh lalu mengangguk dengan dehaman pelan untuk merespon Resga yang entah dari mana sudah muncul di sampingnya, anak itu juga sudah berpakaian rapih karena harus ke kampus.

"Dek bangun!" pekikan Harsa kembali mengalihkan pandangan Jian, adiknya yang satu itu sekarang berdiri di depan pintu kamar Abel dengan handuk milik Abel di pundaknya.

"Bangun dasar kebo! Mau ditinggal lagi?" Senyuman perlahan terukir di wajah Jian. Dia benar-benar merasa lebih baik mendengar ocehan adik-adiknya pada satu sama lain dibanding melihat mereka saling diam dan tidak akur seperti kemarin.

"Bang! Adek lo gak mau bangun! Ngapain dia semalem? Ngeronda apa gimana sih?" Jenan berdecak, pusing mendengar ocehan Harsa di pagi hari, dia pun berdiri dan menghampiri Harsa.

"ABEL!" Harsa sampai terlonjak kaget sangking kencengnya Jenan neriakin nama Abel sambil gedor pintu udah kayak punya dendam kesumat.

"Pelan-pelan aja anjir! Lo bukannya bangunin Abel malah ngagetin gue!" protes Harsa. "Nih handuk Abel, kasihin kalau dia udah keluar, gue mau makan," ujar Harsa sambil meletakan handuk itu di pundak kanan Jenan dan langsung berlalu ke meja makan.

Jenan mundur selangkah ketika suara knop pintu terdengar disusul dengan Abel yang akhirnya keluar dari kamar.

Jenan mengernyit, "Kenapa lo?" Jelas Jenan bertanya, tampilan wajah Abel tampak sangat lelah, matanya bengkak, sembab, hidungnya juga merah, rambutnya jauh berantakan dari biasanya.

"Nangis?" Pertanyaan Jenan berhasil mencuri semua perhatian penghuni rumah kecuali Gibran, dia terlihat tetap fokus pada kegiatannya.

"Enggak..." jawab Abel pelan. "Jawabnya sambil liat gue, emang gue ada di lantai?" Abel menghela napas pelan lalu mengangkat pandangannya bertemu dengan manik mata Jenan. "Nangis lo, tau gue."

"Enggak!" bantah Abel sekali lagi, suaranya sedikit bergetar dengan napas tersendat. Jenan terdiam, membalas tatapan Abel yang perlahan dialihkan si empunya karena tak tahan menatap mata orang di hadapannya.

Jenan menghela napas pelan, dibawanya tubuh mungil Abel ke dalam pelukannya sambil bertanya "Lo gak pa-pa?" Seketika tangisan Abel pecah, semua manusia di rumah itu bergerak cepat layaknya ditarik magnet ke satu titik yang sama, kecuali Gibran tentunya, dia hanya menoleh.

[✔️] Rumah || 00l Dream-Treasure (+1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang