Jenan menghela napas kasar ketika akhirnya kelas dibubarkan, ia memasukan kembali semua buku-bukunya, berniat pergi ke kantin karena memang dari tadi perutnya sudah berbunyi.
"Nan, dicariin Ezi di depan," ujar seorang pria yang sebenarnya tak terlalu Jenan kenal. Dia hanya mengangguk walau dalam hati pengen banget kabur karena males ketemu Ezi.
"Kenapa?" tanya Jenan, sangking malesnya Jenan gak mau lihat muka Ezi. "Masih marah?" Jenan berdeham.
"Kan aku udah minta maaf! Aku bilang aku gak tau kalau itu adik kamu! Lagian nempel banget!"
"Udah? Gue mau ke kantin."
"Jenan, aku udah minta maaf loh."
"Terus?" Ezi menarik napas dalam, memejamkan kedua matanya, lalu kembali menatap Jenan. "Masa gara-gara adik kamu doang kita jadi gini?"
"Doang kata lo? Dia adik gue, bego, adik gue yang kemarin lo jambak. Masih untung gak gue kasih tau ke abang gue yang paling tua. Udah awas, lo ngabisin waktu gue doang."
Tanpa pikir panjang, Jenan menggeser tubuh Ezi. Perempuan yang belakangan ini dekat dengannya namun belum memiliki status apapun selain teman satu kampus.
Perihal yang Jenan bilang tadi, memang benar Ezi menjambak rambut Abel saat kakak-beradik itu sedang membeli makan di restoran dekat kampus Jenan.
Ezi tiba-tiba muncul dari belakang, menjambak rambut Abel hingga rontok beberapa helai. Tak perlu ditanya lagi, jelas Ezi melakukan itu karena mengira bahwa Abel adalah pacar Jenan, intinya dia cemburu padahal pacaran aja belum.
"Jenan ih!" Ezi kembali muncul di hadapannya, menghadang jalan Jenan. Orang itu sudah malas, ia merotasikan bola matanya, beralih menatap arloji di tangannya, "Mau ikut gue?"
"Kemana? Kamu udah maafin aku?" Jenan berdecak, "Mau gak?" Ezi mengangguk penuh antusias dengan anggapan Jenan sudah memaafkannya.
"Sini," titahnya berjalan lebih dulu. Ezi awalnya mengira Jenan akan menggandeng tangannya seperti biasa, namun nihil, anak itu memilih jalan sendirian meninggalkan Ezi di belakang.
⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰
Jenan mengunci pintu mobilnya setelah Ezi turun. Raut wajah gadis itu dipenuhi kebingungan, ia bertanya-tanya kenapa mereka turun di sebuah sekolah?
"Anjir, kok ada bang Jenan?" seruan itu berasal dari Harsa yang sedang berdiri di pinggir lapangan. Ia tentu tidak sendirian, di samping kanan dan kiri nya ada Gibran serta Arjuna, tidak lupa Ares yang berdiri di belakang dirinya dan Arjuna.
"Lo gak laporan kan?" Gibran menggeleng, kalau dia laporan ya namanya cari mati. Tau gak kenapa nyari mati?
Soalnya sekarang di tengah lapangan ada Abel dengan Sadewa tepat di depannya sambil megang bunga, coklat, dan boneka. Udah jelas kan lagi ngapain?
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Rumah || 00l Dream-Treasure (+1)
General FictionHanya ingin berbagi kisah keseharian delapan bersaudara yang ditakdirkan Tuhan untuk menjadi saudara kandung. Hidup dalam satu atap, harus saling berbagi dan menjaga, kalau masalah rasa sayang sudah pasti ada secara alami. Kalian bisa ikut merasakan...