Hanya ingin berbagi kisah keseharian delapan bersaudara yang ditakdirkan Tuhan untuk menjadi saudara kandung.
Hidup dalam satu atap, harus saling berbagi dan menjaga, kalau masalah rasa sayang sudah pasti ada secara alami.
Kalian bisa ikut merasakan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jian yang masih dengan rambut acak-acakannya jalan menuruni tangga karena suara bising yang terdengar bahkan sampai ke kamarnya.
Ternyata di bawah Jenan sedang mengejar Gibran yang entah kenapa lari sambil membawa dalaman di tangannya.
"Kenapa gak lo pisahan itu, Ga?" tanya Jian dengan suara seraknya.
"Menurut lo gue bisa misahin Jenan sama Gibran? Yang ada gue kepental sampe dapur."
Sial, Jian tertawa. Tapi emang bener sih, kalau Resga nyoba misahin mereka yang kondisinya lagi lari-larian yang ada Resga yang jadi korban.
"LO KALO GAK BISA NYETRIKA YA JANGAN NYOBA ANJIR!"
"KAN GAK ADA YANG NYETRIKA SELAIN GUE! KOK BEGO SIH!?"
"HALAH!"
Teriakan itu jadi teriakan terakhir dari Jenan karena Gibran tiba-tiba menggunakan tubuh Jian sebagai pelindung.
Alias dia bersembunyi di belakang Jian.
"Kenapa lagi sih? Gue baru bangun, gak bisa apa pas gue bangun suasananya semeriwing-semeriwing terus ada lagu sambutan selamat pagi nya? Tiap hari baru melek udah denger kabar orang berantem."
"Lo kira di TK, pagi-pagi ada lagu nya?" nyinyir Resga sambil berpindah tempat duduk di sebelah Arjuna.
Jian berdecak sebal, kenapa si Resga kadang nyebelin sih!? Mau marah tapi kan Resga partner-nya dalam urusan ngegantiin papa sama mama di rumah.
"MISII!!" semua orang otomatis nengok kecuali Harsa yang langsung ngibrit keluar kamar buat ngebuka pintu.
"Paket ya mas!?" tanya Haraa antusias, tapi gak lama senyum merekahnya hilang karena penampilan orang di depan dia gak kayak kurir paket.
"Ya elah gue kira paket, tuh ada tamu!" ujarnya yang langsung ngelengos balik. Padahal kan kalau beneran tamu harusnya dia ajak masuk, kok malah dibiarin sih?
"Jenan, cek sana." Jenan sebenarnya malas, tapi karena Jian yang suruh ya mau gak mau dia harus ngecek itu siapa.
"Siapa?" kata Jenan dengan malas, badannya aja disenderin ke pintu.
"Sadewa."
Jenan manggut-manggut, "GIBRAN! TUKANG DAGING LANGGANAN LO GANTI NAMA!?"
"HAH?"
"INI! NAMANYA JADI SADEWA! Bener kan mas namanya Sadewa?" Orang itu jelas mengangguk.