"Ka-Kanaya aku-" Gema tidak menyelesaikan ucapannya, lelaki itu sesegukan.
Kanaya bergerak cepat peraih jaket dan dompet miliknya. "Sekarang kamu share lokasi, okay?" ucap Kanaya lembut, mencoba tenang meski tak bisa.
Tak lama notifikasi pesan masuk membuat Kanaya segera membuka kiriman lokasi dari Gema. Kanaya mengumpat pelan, ia tak tahu lokasi ini. Namun gadis itu tetap berlari keluar kamarnya.
Pukul 2 dini hari, Kanaya mengendarai motornya dengan penuh kepanikan. Ia tak sempat memberi tahu Ibu nya, mungkin nanti ia bisa menelfon Ibunya.
Beruntung sekali ia kali ini, pertama kalinya Kanaya tidak harus kesasar saat menggunakan Google Maps. Kanaya baru sadar alamat ini, alamat yang diberikan Gio waktu itu.
Kanaya berhenti tepat di samping pos satpam depan rumah besar itu. "Permisi!" panggil Kanaya pada satpam yang sepertinya tengah menelfon seseorang.
Satpam itu terlihat terkejut saat melihat Kanaya, lalu memberi kode untuk menunggu sebentar. Satpam itu mengakhiri telfonnya, lalu tergesa-gesa menghampiri Kanaya. "Nona Kanaya ya?"
"Ayo non masuk!" Satpam itu langsung membuka pagarnya, bahkan Kanaya belum menjawab pertanyaan satpam itu.
"Saya udah mau nanya alamat rumah nona dari temennya tuan, beruntung banget nona tiba-tiba muncul, astaga nona pasti panik banget ya? Malem-malem naik motor sendirian!" Satpam itu terus berbicara sembari mengarahkan jalan Kanaya.
"Gema kenapa ya pak?" tanya Kanaya pelan.
Satpam itu menghentikan langkahnya, lalu menatap Kanaya terkejut bercampur bingung. "Nona belum tahu?" tanya Satpam itu di balas gelengan pelan oleh Kanaya.
"Tuan -"
***
Gema menangis keras di pelukan Kanaya, seluruh tubuh lelaki itu bergetar hebat. Gema memeluk kuat-kuat tubuh Kanaya. Lelaki itu tidak berbicara apapun, hanya terus bergumam tak jelas di pelukan Kanaya.
Kanaya sudah berkali-kali membujuk Gema dengan berbagai cara supaya lelaki itu lekas tenang, namun tak ada satupun ucapan Kanaya yang di dengar lelaki itu.
Tadi ketika satpam hendak menjelaskan Gema kenapa, tiba-tiba Gema sudah berlari turun dari tangga dengan kondisi teramat buruk. Pakaian lusuh, wajah berantakan, bahkan tidak memakai alas kaki. Itu kondisi paling buruk Gema yang pernah Kanaya lihat.
Lelaki itu menumbruk Kanaya. Beruntung saat itu Kanaya bisa menyeimbangkan diri, kalau tidak mungkin ia akan terjungkal ke belakang karna pelukan Gema yang terlalu kencang.
Lelaki itu langsung menangis saat berhasil merengkuh tubuh Kanaya, bahkan ia tidak perduli kalau satpam rumahnya menonton adegan menangisnya itu. Pak Satpam saat itu hanya bisa menunduk sembari mengundurkan diri.
Dan pada akhirnya, hingga kini Kanaya tidak tahu kenapa kondisi lelaki itu sampai seperti ini. "Gema, sayang udah ya nangisnya. Nanti kepala kamu makin pusing." Kanaya mengelus lembut kepala lelaki itu.
Kedua remaja itu duduk di sofa ruang tengah rumah Gema, dengan Gema yang memeluk Kanaya dari samping. Menangis di pundak Kanaya.
"Mama aku pergi," gumam Gema dengan nada serak.
Kanaya tercekat, tubuhnya menegang. Ia ingin bertanya memastikan maksud lelaki itu, namun sepertinya apa yang ada di otak Kanaya kini memang benar adanya, apalagi melihat bagaimana kacaunya Gema.
"Aku ga bisa anterin mama, aku-" lelaki itu tidak bisa melanjutkan ucapannya.
Kanaya mempererat pelukannya di pundak Gema, mengelus lembut punggung lelaki itu. "Gapapa, kamu masih punya Ibu, kamu kan juga anak Ibu," ucap Kanaya lembut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rekah
Teen Fiction[PUBLISH ULANG] Namanya Gema, lelaki yang sudah terlalu jatuh sampai memilih menyelam saja sekalian. Kanaya, gadis yang berhasil membuat Gema memilih untuk menyelam karna sudah terlampau jatuh. Gema dengan segala ketidak terbukaannya, dan Kanaya de...