Pagi ini Kanaya harus mendengar ceramahan sang Ibu dengan lapang dada, memang semua salahnya karna tidak berpamitan. Tapi tadi malam ia benar-benar panik.
Beruntung Ibu memberi ijin Kanaya menemani Gema, bahkan mengurus izin sekolah kedua remaja itu setelah mendengar penjelasan Kanaya mengenai Mama Gema. Ibu yang awalnya marah-marah seketika terdiam sembari mengucapkan bela sungkawa.
Kanaya hanya meyakinkan Ibu kalau semua baik-baik saja, hanya Gema kini dalam kondisi teramat sedih. Dan Ibu memaklumi itu, tentu Ibu mengerti bagaimana rasanya.
Kini dengan cekatan Kanaya menyodorkan satu sendok nasi lengkap dengan lauk di atasnya ke arah mulut Gema. Ini sudah suapan ke 3 tapi lelaki itu kini menggelengkan kepalanya malas sembari menutup mulutnya rapat-rapat.
"Makan sayang," ucap Kanaya mencoba sabar.
"Aku kenyang Kanaya."
"Kamu belum kenyang, makan ya, jangan buang-buang makanan. Ga baik." Kanaya kembali meyakinkan lelaki itu.
Dengan gerakan teramat pelan Gema membuka kembali mulutnya, menerima suapan Kanaya kembali. Mengunyahnya dengan sangat-sangat-sangat lambat. Kanaya hanya bisa berusaha sabar sekuat tenaga yang ia bisa.
Ia tidak bisa memarahi lelaki itu kini, Gema sedang sangat tidak baik-baik saja. Memarahinya bukan ide yang bagus.
"Udah Kanaya." Gema kembali membuang muka di suapan ke 7.
Bahkan masih ada setengah lebih nasi di piring, lelaki itu sudah berkali-kali merengek tidak mau. Kanaya menghela nafas pelan. Gadis itu segera menghabiskan sisa makanan Gema, meski ia sudah sangat kenyang. Ia tadi sudah makan satu porsi penuh, dan kini ia menampung makanan sisa Gema.
Kanaya paling tidak bisa menyisakan Makanan, gadis itu menjunjung tinggi tabiat tidak membuang-buang makanan. Kita tidak tahu berapa banyak manusia yang tengah kelaparan saat kita tengah membuang-buang makanan kita. Dan itu sama seperti tidak menghargai berkat yang di berikan Tuhan.
Gema sempat melirik Kanaya yang kini memakan makanannya. Namun lelaki itu hanya diam tidak membuka suara, hanya menatapi wajah Kanaya. Ia baru sadar kalau baju gadis itu masih piyama doraemon miliknya. Itu terlihat sangat lucu untuk Kanaya.
"Aku balikin piring dulu." Kanaya berdiri. Belum sempat Gema berucap Kanaya lebih dulu keluar dari kamar, membuat lelaki itu kembali mengatupkan mulutnya, memilih merebahkan dirinya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar.
Kesedihan masih terasa jelas di hati Gema. Padahal ia sudah senang berhasil menang, dan akan segera bertemu Kanaya. Namun justru berita kematian sang Mama yang menyambutnya.
Tepat saat ia baru saja turun dari bus sekolah. Para bodyguard milik sang Papa tiba-tiba menyergap Gema, awalnya Gema pikir itu bukan hal penting hingga pesan Dokter rumah sakit membuat jantung Gema seakan copot dari tempatnya, sang Mama sudah benar-benar pergi. Mama nya meninggal.
Baru beberapa waktu lalu ia bisa sedikit bernafas lega saat Dokter bilang kondisi Mamanya sudah lumayan membaik, lalu tiba-tiba kemarin Dokter kembali menghubunginya, membawa berita yang berhasil membuat Gema hampir gila.
Ia sama sekali tidak bisa lolos dari bodyguard-bodyguard itu. Dokter juga tidak mau memberi tahu dimana lokasi sang Mama di makamkan. Sang Papa mengancam jika ia tetap bersikeras maka hal buruk akan menimpa Kanaya, lalu bagaimana ia bisa berkutik.
"Pa, Gema mohon! Satu kali ini aja! Gema pengen liat Ma-" Gema sudah berlinang air mata. Lelaki itu bahkan kini sudah terduduk di lantai, memohon pada Papanya.
"STOP GEMA! JANGAN SEBUT JALANG ITU MAMA! DIA BUKAN MAMA KAMU!"
"DIA MAMA AKU! SAMPAI KAPAN PAPA MAU KAYA GINI?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekah
Roman pour Adolescents[PUBLISH ULANG] Namanya Gema, lelaki yang sudah terlalu jatuh sampai memilih menyelam saja sekalian. Kanaya, gadis yang berhasil membuat Gema memilih untuk menyelam karna sudah terlampau jatuh. Gema dengan segala ketidak terbukaannya, dan Kanaya de...