12.Gema?

114 11 6
                                    

Gema tengah menatapi Kanaya yang kini fokus mengobatinya, hubungan mereka mulai membaik setelah percekcokan beberapa waktu lalu. Keduanya memang tidak pernah lama saling marah.

Gema masih pada pendiriannya untuk enggan membuka mulutnya untuk memberi tahu Kanaya tentang segala hal yang ia sembunyikan, sementara Kanaya masih mengulur sabarnya menghadapi Gema. Kadang ia berfikir kalau ia sama sekali tidak memiliki hak untuk tahu apa masalah lelaki itu, namun melihat bagaimana kondisi Gema bagaimana bisa Kanaya terus diam.

Luka-luka cambukan itu sudah hampir sembuh, meski luka yang sampai sobek masih membiru. "Udah." Kanaya kembali menurunkan baju belakang Gema pelan.

"Makasih," ucap Gema lembut. Dibalas anggukan singkat oleh Kanaya.

Keduanya duduk di halaman belakang rumah Kanaya, meski pemandangannya hanya jemuran baju dan sebuah pohon mangga serta beberapa sayur yang di tanam sang ibu. Namun bagi Gema wajah Kanaya saja sudah cukup menjadi objek paling menyenangkan untuk dipandang.

"Cantik banget sih!" Gema menyelipkan rambut Kanaya ke belakang telinga gadis itu. membuatnya lebih leluasa memandangi wajah Kanaya.

Kanaya hanya mendegus, melirik tanpa minat ke arah Gema. "Dari dulu," ujar Kanaya penuh rasa percaya diri.

Gema tersenyum simpul, menarik pelan pipi gadis di sampingnya. "Kalau ada kamu, aku pasti selalu baik-baik aja."

Kanaya menolehkan kepalanya pelan, menatap lamat-lamat Gema yang tersenyum tipis ke arahnya.

"Kamu itu bener-bener obat mujarap aku. Mungkin kedengeran lebay, tapi kalau liat kamu senyum rasanya energi aku meningkat seribu persen tahu!" Gema mengelus lembut pipi Kanaya.

"Kamu beneran ga mau cerita?" tanya Kanaya tiba-tiba.

Elusan di pipi kanaya terhenti, bahkan senyum Gema memudar, tergantikan wajah sendu lelaki itu. Gema menarik tanganya dari pipi Kanaya, lelaki itu membenarkan duduknya menghadap lurus ke depan.

"Lain kali ya, kamu tenang aja. Suatu hari nanti aku pasti cerita, aku masih baik-baik aja buat nyimpen semuanya sendiri Kanaya. Nanti kalau aku udah ga sanggup, aku pasti cari kamu," ucapnya sembari menatap langit yang kini begitu cerah. "Kamu cukup percaya, kalau aku udah sangat jatuh ke kamu sampai aku milih buat nyelem aja ga mau naik, biarin aku tenggelam asal itu di kamu. Kalau aku bilang aku capek, tolong peluk aku dan bilang kalau kamu selalu ada buat aku. Itu udah lebih dari cukup," lanjutnya.

"Jadi selama ini aku justru bebanin kamu ya, dengan maksa kamu cerita?" tanya Kanaya pelan.

"Enggak! Kamu ga pernah bebanin aku sayang, aku ngerti kamu khawatir sama aku," jawab Gema cepat

Kanaya mencebikkan bibirnya, ia merasa tak enak. "Sini peluk aku!" Gema membuka tangannya lebar-lebar menyuruh Kanaya masuk ke pelukannya.

Kanaya menurut, memeluk erat kekasihnya itu. "Makasih ya udah mau ngerti" bisik Gema di samping telinga Kanaya.

Kanaya hanya menganggukan kepalanya pelan. Ia tak punya alasan untuk memaksa lagi, Gema sudah bilang kalau ia masih sanggup. Lantas Kanaya bisa apa?

Besok adalah hari Gema berangkat Olimpiade. Ia tak ingin merusak suasana sebelum berpisah dengan Gema. Kanaya ingin menghabiskan waktu menyenangkan.

***

Gema terus menekuk wajahnya, lelaki itu teramat kesal saat ini. Tanganya terus mencengkeram jemari Kanaya.

"Kamu jangan lirik-lirik cowok lain!" ucap Gema dengan nada tegas.

Kanaya mendegus pelan, memutar bola matanya malas. Dari semalam lelaki itu sedikir menyebalkan karna terus mengatakan hal yang sama.

RekahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang