| 22 | RUMAH POHON

46 2 0
                                    

[ A R A N D R A ]

"I think we could do it if we tried, if only to say you're mine." (Sofia - Clairo)

22. RUMAH POHON

Motor besar Candra sudah masuk ke dalam hutan sekitar beberapa menit yang lalu. Hutan yang sepi dan lebat. Pepohonan tumbuh dengan rapat sampai-sampai sinar matahari sulit mendapatkan celah.

Di tempatnya, Arana menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti. Di hutan selebat dan sepi ini, kira-kira apa yang akan mereka lakukan? Candra akan berbuat apa padanya? Apa mungkin Candra membunuhnya dan meninggalkannya begitu saja di sana?

"Lo mau bawa gue ke mana sih?" tanya Arana.

"Nanti juga lo tahu," jawab Candra. Sudah berkali-kali Arana menanyakan pertanyaan yang sama, berkali-kali juga Candra menjawab seperti itu.

"Lo nggak ada niatan ngelakuin hal jahat ke gue kan, Ndra?" tanya Arana lagi.

"Nggak," jawab Candra. "Paling cuma jadiin ucapan lo tadi jadi kenyataan aja."

"Ucapan yang mana?"

"Yang katanya lo hamil," ucap cowok itu sambil terkekeh-kekeh.

Plak! Arana menabok punggung cowok itu dengan keras.

"Amit-amit. Awas lo kalo macem-macem!" ujar Arana memperingati. "Sebelum lo nyentuh gue, gue bakal lebih dulu patahin tangan lo!"

"Iya iya, nggak kok," balas Candra.

"Terus, masih jauh?" tanya Arana.

"Nggak, bentar lagi sampai."

Dan ucapan Candra benar. Dari kejauhan, Arana bisa melihat sinar matahari yang semakin lama semakin dekat. Sebentar lagi ia akan keluar dari rimbunnya hutan.

Mulut Arana sedikit terbuka, matanya melotot takjub melihat tempat di mana ia sekarang. Ujung dari jalan sempit tadi ternyata halaman luas berumput. Yang lebih mengejutkan lagi, ada sebuah rumah pohon di tengah-tengahnya. Rumah pohon sederhana yang tidak terlalu besar namun terlihat cantik dengan warna kayu dan cat putihnya.

Setelah mematikan mesin motor, Candra turun dan berjalan ke bangunan kecil yang ada di dekat tangga rumah pohon untuk menyalakan generator. Membiarkan Arana semakin takjub ketika beberapa lampu menyala.

"Mingkem, Ra. Ntar ada nyamuk masuk ke mulut lo," ucap Candra. Menyebalkan seperti biasa.

Arana cemberut, sebal. Namun tidak berlangsung lama. Wajahnya segera menunjukkan raut antusias ketika Candra mengandeng tangannya menuju tangga. Arana penasaran dengan isi rumah pohon itu.

Rumah pohon itu terdiri dari dua tingkat. Tingkatan pertama sama sekali tidak tinggi, ada meja dan beberapa kursi yang terbuat dari kayu di sana.

"Rumah pohon ini punya lo?" tanya Arana.

"Iya dong," jawab Candra dengan nada sombong. "Bagus kann?"

Arana mengangguk singkat. Perjalanan jauh yang mereka tempuh ternyata membuahkan hasil yang menakjubkan. Bahkan mata Arana tak bisa diam menoleh ke sana kemari sembari naik ke lantai yang kedua.

"Habis ini kita berburu," ucap Candra.

Arana menoleh, menatap Candra dengan heran. "Berburu apa?"

"Berburu cewek cantik! Ya berburu hewan lah," jawab Candra kesal. Arana jadi sangat lemot.

Arana terkekeh. "Gue nggak paham dan nggak tahu caranya berburu, tapi kayaknya asik."

Ketika pintu rumah pohon itu dibuka, tampak sebuah ruangan yang berisi lumayan banyak perabotan. Di sudut ruangan ada dapur kecil dengan beberapa alat masak dan alat makan. Ada lemari gantung juga yang menampakkan makanan-makanan instan dan minuman.

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang