| 57 | KEPERCAYAAN YANG RUNTUH

63 3 2
                                    

[ A R A N D R A ]

"Karena aku punya banyak alasan tak mempercayaimu, juga karena aku tak menemukan pendukung perasaanmu. Kata-katamu seperti ilusi, seperti karangan indah yang nyaris membuatku melayang sebelum akhirnya menjatuhkan." — Arana

57. KEPERCAYAAN YANG RUNTUH

Kedua pasang mata itu beradu. Tatapannya sama-sama tajam dan menusuk. Seolah-olah mereka sedang melakukan bunuh-membunuh melalui tatapan mata. Seolah-olah tidak ada lagi cinta di sana. Yang ada hanya kebencian dan rasa kesal.

"Maksud lo apa?" tanya Candra. Tidak ada lagi nada bercanda dan wajah yang menyebalkan sekaligus menyenangkan itu.

Mimik wajahnya berubah 90°, Candra sudah mengubah wajahnya menjadi seserius mungkin karena ia harus beradaptasi. Menyesuaikan diri dengan Arana yang terlihat sangat kesal padanya.

"Nggak usah pura-pura bego!" bentak Arana. "Lo semakin kayak sampah dengan ngasih gue candaan-candaan nggak jelas kayak tadi."

Arana mengepalkan kedua tangannya di samping tubuh. Tatapannya tak lepas dari mata Candra yang sama tajamnya. Ia akan mengungkapkan, meluapkan, dan menyalurkan emosinya pada lelaki itu.

Lelaki yang sudah berkali-kali menyakiti dan menghancurkan hatinya. Dan lelaki itu malah tak merasa bersalah. Dia bersikap biasa-biasa saja setelah melakukan kejahatan.

Sementara itu, di sisi lain Candra mengeraskan rahangnya. Ia jadi ikutan emosi karena Arana membawa-bawa candaannya ke dalam topik. Demi apapun, Candra tidak suka dihina. Apalagi niatnya baik untuk mencairkan suasana.

"Lo marah karena gue marah sama lo? Makanya lo blokir semua sosial media dan nomor gue?" tanya Candra. "Lo kayak anak kecil tahu nggak. Anak kecil yang udah bikin marah orang, tapi playing victim dengan ngajak ribut, parahnya lagi lo kayak orang tersakiti di sini."

Brak!

Arana menggebrak meja dengan keras menggunakan tangan kanannya. Kemudian, dengan tangan itu juga Arana menunjuk wajah Candra. Angkuh, mengintimidasi, penuh amarah.

"Lo yang bangsat di sini, anjing! Lo udah nyakitin gue lagi dan lo masih bersikap santai seolah-olah lo nggak melakukan kesalahan apa-apa!" bentak Arana.

Suasana hening sejenak. Yang terdengar hanya hembusan napas kedua manusia itu yang memburu. Terengah-engah seperti baru lari maraton dua kilometer. Nyatanya itu semua terjadi karena menahan emosi yang sudah memuncak. Tapi enggan untuk meluapkannya dengan tonjok-tonjokkan.

Candra mencerna semua kata-kata yang keluar dari mulut Arana. Satu per satu diproses oleh otaknya. Sama seperti Arana, matanya tak lepas menatap. Saling menatap tapi bukan dengan cinta.

"Gue minta maaf buat yang waktu itu. Gue marah karena gue nggak bisa bantuin lo pindahan ke apartemen, karena gue lagi kuliah dan lo juga nggak mau gue bolos. Selain itu, gue juga marah kenapa hubungan kita terus disembunyiin. Gue marah sama takdir. Gue marah kenapa hubungan gue nggak bisa kayak hubungan orang kebanyakan yang bisa jalan-jalan ke mana pun sama pacarnya tanpa merasa takut diawasi, tanpa takut diliat orang yang kita kenal," ucap Candra.

Arana masih diam sambil mendengarkan penjelasan Candra. Meskipun Candra kelihatan sudah selesai bicara, Arana tetap diam. Ia menunggu penjelasan Candra mengenai hal yang ia maksud.

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang