[ A R A N D R A ]
"Dan sedikit demi sedikit aku mengetahui tentang dirimu. Menjadikan semua kekurangan dan kelemahan menjadi cinta." — Arana
53. ALERGI
Kedua langkah kaki Arana membawanya ke sebuah ruang dokter yang tidak jauh dari sana. Ia akan berbicara dengan dokter mengenai kondisi Candra saat ini.
Tadi, lelaki itu tampak masih lemah. Candra berbaring lemas di ranjang rumah sakit sambil memejamkan matanya. Seperti tertidur, padahal tidak sama sekali. Arjun tengah menemaninya yang sudah dipindah ke ruang rawat.
Setelah membaca name tag yang terpasang di pintu, Arana mengetuk dua kali.
"Masuk," ucap seseorang dari dalam ruangan dengan cukup keras.
Ceklek.
Secara perlahan, Arana masuk ke dalam ruangan. Duduk berhadapan di depan seorang dokter muda perempuan. Rena Andinta—itu nama yang terpasang di pintu tadi.
"Jadi, bagaimana keadaan pacar saya, Dok?" tanya Arana penasaran.
"Keadaannya cukup memprihatinkan. Pasien muntah-muntah, jari-jarinya bengkak, bahkan sampai susah bernafas. Tapi, saya sudah berikan obat dengan dosis yang pas. Walaupun sepertinya yang sekarang tidak bisa sembuh dengan cepat seperti kemarin, karena--"
"Seperti kemarin?" tanya Arana memotong. "Jadi intinya, dia sakit apa, Dok?"
Dokter itu terlihat terkejut. Mungkin tidak menyangka kalau Arana malah sebenarnya tidak tahu apa-apa. "Pasien punya alergi terhadap kakao atau cokelat. Beberapa hari yang lalu saya pernah menanganinya dengan masalah yang sama. Tapi, yang sekarang lebih parah karena pasien mengonsumsi terlalu banyak."
Arana menghela napas. Memejamkan matanya sejenak sambil memproses semua itu dengan otaknya. Apa tadi? Alergi cokelat?
"Gejala alergi cokelat ringan biasanya hanya berupa pembengkakan pada jari-jari selama beberapa jam. Dan pasien sudah mengalami gejala berat berupa muntah-muntah sampai sesak nafas," jelas Dokter Rena lagi. "Mohon ke depannya untuk dijaga dan diawasi lagi agar tidak terjadi hal yang sama. Karena akibatnya bisa sangat fatal jika sampai sesak nafas dan tidak segera ditangani."
Arana mengangguk singkat. "Terima kasih, Dok."
Dokter muda itu menuliskan sesuatu dalam sobekan kertas di tangannya. Kemudian, ia memberikannya pada Arana. "Ini resep obatnya, bisa langsung ditebus di apotik."
***
Arana berjalan di koridor rumah sakit menuju ruang rawat Candra. Tangan kanannya menenteng sebuah kresek putih berisi obat-obatan yang baru saja ia tebus di apotek.
Terus melangkah, menuju ke ruang mawar 2 yang persis di ujung koridor. Sebuah ruangan yang berisi 6 ranjang dengan 1 ranjang kosong tanpa pasien.
Sesampainya Arana di ruangan tersebut, ia melihat Candra sudah membaik. Lelaki itu sudah membuka matanya dan tengah mengobrol dengan Arjun. Tapi, dari suaranya, ia masih lemah tak berdaya.
"Udah mendingan?" tanya Arana sambil duduk di sebuah kursi plastik berwarna hijau.
"Lumayan," balasnya.
Arana menghela napasnya. "Kenapa nggak bilang kalo lo alergi cokelat?" tanya Arana merasa tak habis pikir.
Candra tertawa kecil. "Masa kelemahan diomong-omong ke orang sih."
"Kan gue pacar lo," ucap Arana dengan nada serius. Membuat Candra langsung menghentikan tawanya dan berubah menjadi serius juga. "Lo nggak percaya sama gue?"
"Gue juga udah bilang, Ra. Nggak usah bikinin brownies cokelat buat gue. Tapi lo ngeyel kan?" ujar Candra.
Arana menghela napas sekali lagi, kali ini sambil memutar bola matanya dengan sebal. Ia sebal karena lelaki itu pintar menjawab kata-katanya. "Terus ngapain masih dimakan?"
"Lah? Ya kali nggak gue makan? Lo udah bikinin susah-susah buat gue. Brownies-nya bantat juga lo usaha bikin lagi sampe jadi. Masa nggak gue makan? Pacar macam apa gue?" balas Candra dengan suara lirih dan lemah.
Arana terdiam sejenak, kemudian memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan tentang itu. "Itu obatnya, harus rutin diminum. Terus gue juga udah minta surat dokter biar besok lo nggak bolos kuliah."
"Makasih ya," ucap Candra. "Maaf juga gue ngerepotin lo sama Arjun."
"Nggak papa, santai," balas Arjun.
"Nggak bakal nggak papa. Pasti lo dalam hati gedeg sama gue karena lagi enak-enaknya tidur bareng istri, eh malah diganggu," ledek Candra.
Arjun tertawa. "Sedikit sih."
"Lo pulang aja, Jun. Kasian Fancy sendirian," ujar Arana.
"Iya, gue pulang biar kalian bisa berduaan," ucap Arjun balik meledek.
Arana memukul lengan Arjun. "Udah, sana pulang. Makasih ya."
Selepas kepergian Arjun, suasana menjadi hening. Arana hanya diam sambil memperhatikan tetesan infus yang digantung disebuah tiang besi. Sementara itu, Candra memandangi Arana dengan kedua matanya.
Semua orang baik pasien mau pun penunggu pasien yang ada di ruang mawar itu juga sudah terlelap. Karena jam sudah menunjukkan tengah malam. Membuat suasana benar-benar hening.
"Tidur, Ra. Udah malem," ujar Candra memecah keheningan.
Arana mengangguk singkat. Ia memang berniat tidur setelah Candra tidur, pastinya tidur dengan posisi duduk di atas kursi.
"Sini," ucap Candra sambil menggeser tubuhnya, menepuk bagian kasur di sampingnya.
"Ntar lo sempit," ujar Arana.
"Ya nggak lah. Badan lo kecil gitu, cuma berasa lagi tidur sama guling aja," ucap Candra.
"Sialan lo," olok Arana sambil tertawa kecil. "Lo juga harus tidur. Masih lemes gitu sok-sokan ngoceh mulu."
"Makanya lo tidur di sini. Gue pengen dipeluk biar cepet sembuhnya," ucap Candra dengan wajah manja.
"Dasar modus!" Arana mengolok lagi.
Tapi, gadis itu tetap memenuhi keinginan Candra. Ia menutup tirai-tirai yang menjadi pembatas antar ranjang dengan pasien lain, kemudian naik ke atas ranjang Candra. Tidur di sana sambil memeluk lelakinya dalam satu selimut yang sama.
Candra menarik lepas ikat rambut Arana. Menguraikan rambut panjang Arana dan mengusapnya dengan lembut.
Arana mendongakkan kepalanya, menatap manik mata Candra. "Katanya mau tidur," ucapnya.
"Iya, ini tidur," balas Candra lalu pura-pura memejamkan matanya.
"Tidur benerann!" omel Arana.
"Iyaa, tidur beneran. Makanya peluk lagi sini," ucap Candra. Lalu, ia menekan wajah Arana agar kembali mengusel ke dadanya. Memeluknya lebih erat lagi.
"Maafin gue ya," lirih Arana yang masih bisa didengar oleh Candra secara samar-samar.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)
De Todo(Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Ini kisah tentang ARANA, salah seorang siswi SMA Berlian. Ia terkenal cuek, namun bisa menjadi gila jika tengah bersama para sahabatnya. Hatinya dingin dan tak tersentuh. Hingga...