[ A R A N D R A ]
"Masih galak seperti biasa, masih judes seperti biasa, masih cantik seperti biasa, dan masih ku sayangi juga." — Candra
60. ATM
Suara mesin ATM yang mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah itu terdengar merdu di telinga. Momen-momen yang dinantikan, diinginkan, dan dikejar oleh semua orang di dunia ini. Uang memang bukan segalanya, tapi uang tetaplah uang yang bernilai. Sesuatu yang diperlukan untuk tetap hidup.
Hari terasa berlalu begitu cepat bagi Arana. Minggu demi minggu dilewatinya dengan biasa saja dan monoton. Pagi hari ia sekolah, sore sampai malam ia akan pergi bekerja paruh waktu. Kadang-kadang, pulangnya ia mampir ke tempat Arjun karena Fancy merengek minta bertemu.
Mungkin akan lain suasana kalau Candra masih di sisinya. Meskipun sibuk, mereka akan sama-sama punya waktu untuk bertemu. Pergi ke tempat-tempat yang jauh, yang belum pernah Arana kunjungi sebelumnya, atau hanya sekadar menonton film di ruang tengah apartemen. Bagi Arana, melakukan apa saja dengan Candra selalu menyenangkan.
Kecuali berdebat. Karena keduanya tidak pernah sama-sama mengalah.
Arana mengambil lembaran-lembaran uang itu, memasukkannya ke dalam dompet hitam, dan memasukkan dompet itu ke dalam sling bag warna cokelat susu. Khusus hari ini, Arana mencoba untuk terlihat seperti wanita pada umumnya dari segi penampilan. Ia memakai tanktop putih yang dibalut dengan cardigan warna beige. Dan bawahannya—kalian pasti terkejut, rok tartan pendek di atas lutut. Arana juga memakai aksesoris kalung berliontin hati.
Entahlah. Arana tidak memiliki alasan khusus untuk itu. Ia hanya iseng saja membeli pakaian seperti itu di online shop minggu lalu, dan ingin memakainya daripada sia-sia. Sangat kontras dengan penampilan biasanya yang selalu simple—celana jeans dan kaos yang selalu berwarna gelap, kemudian ditambah jaket jeans atau jaket bomber. Kalau pakai rok pun hanya saat di sekolah.
Selesai dengan urusan di ATM, Arana membalikkan badannya. Tangan kanannya mendorong pintu kaca dengan sedikit tenaga, dan ... ia langsung terpaku. Bagaimana tidak? Seseorang yang baru saja dipikirkannya tiba-tiba muncul. Persis ada di depannya.
"Lo ngikutin gue?" tanya Arana dengan dahi berkerut dan dagu sedikit terangkat.
"Idih, pede banget," olok Candra. "Gue mau ambil duitt!"
Arana membuang pandangannya ke samping sembari menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Sangat malu dan salah tingkah karena asal menuduh.
Sementara itu, Candra yang ada di hadapannya terlihat tengah serius. Cowok itu memperhatikan penampilan Arana hari ini dari atas sampai bawah. Jujur, Arana terlihat manis saat ini. Seperti cewek beneran.
Namun, kalimat 'Arana terlihat manis' itu dipatahkan ketika ia mengibaskan tangannya di depan wajah Candra, dan mengomel, "Nggak sopan banget lo natap tubuh gue kayak gitu!"
"Itu tuh tatapan kagum, pe'a!" balas Candra.
Arana masih cemberut, bibirnya sedikit maju dan pipinya menggembung. Namun, Candra tak ambil pusing dan mulai membuka pintu ATM untuk menyelesaikan urusannya.
"Lagian gue natap pacar sendiri, bukan pacar orang lain," ujar Candra bergumam dengan lirih.
Arana bisa mendengar kalimat itu samar-samar. "Hah? Apa?"
Namun, Candra sudah terlanjur masuk ke dalam bilik kaca yang di dalamnya ada tiga mesin ATM itu. Maka, Arana memilih untuk pergi dari sana dengan sebuah senyum kecil yang tak sengaja terbit.
***
Arana turun dari dalam bus, lantas mulai membawa kakinya menuju pintu masuk mall. Hari ini ia harus bahagia dan bersenang-senang, apalagi tadi pagi sudah ada permulaan yang bagus.
Arana sadar, selama ini ia selalu memikirkan orang lain, bahkan selalu ikut pusing jika orang lain berada dalam masalah. Ia bersyukur akan hal itu karena ia masih bisa berguna bagi sekitar. Namun, Arana juga sadar bahwa dirinya belum cukup bahagia selama tujuh belas tahun hidup di dunia ini.
Jadi, terlepas dari masalah Arjun yang menghamili seorang gadis di luar nikah, Mamanya yang selalu bersikap kasar, dan Candra yang menjadi tak sedekat dulu ... Arana ingin melepaskan beban-beban itu. Ia ingin menjadi ikhlas saja. Karena hanya dengan cara itu, ia akan bahagia.
Seperti kutipan yang pernah Arana baca, "Kamu tidak akan pernah bahagia jika berfokus pada rasa sakitnya."
Tujuan pertama Arana adalah bioskop. Semalam ia sudah mencari-cari film bagus yang sedang tayang, dan Arana memilih menonton sebuah film bertema action.
"Kursi yang nomor enam belas ya, Kak. Terima kasih," ucap seorang gadis yang bekerja di bagian tiket. Senyumnya merekah, ramah melayani pembeli.
"Tadi pop corn-nya yang rasa caramel kan, Kak? Sama coca-cola dingin satu. Bisa dibayar di kasir, ya, Kak," ujar yang melayani bagian makanan ringan. Ia juga sama ramahnya.
Arana jadi membayangkan, kalau ia bekerja seperti itu, mentalnya pasti tertekan. Pasalnya ia tidak terbiasa berbasa-basi, apalagi senyum sana-sini dengan wajah yang bersahabat.
Kemudian, Arana mulai menempati kursinya karena film akan segera di mulai. Terlihat sebagian kursi lain juga sudah terisi. Setelah meletakkan pop corn dan minumannya, Arana bersandar pada kursi dengan nyaman.
"Hal yang paling banyak disukain orang dari nonton bioskop itu ... waktu detik-detik film diputar. Semua orang bakal diem dan ngasih perhatian penuh ke layar. Iya nggak?"
Arana menoleh ke samping. Karena pada dua kata terakhir, orang itu menatapnya sambil memajukan tubuh. Jadi, dia pasti tengah mengajaknya bicara.
"Em ... mungkin," jawab Arana, ragu-ragu.
Sejujurnya, ini kali pertamanya menonton bioskop di antara remaja-remaja yang sudah beratus-ratus kali. Sangat aneh, tapi yaa begitu lah kenyataannya. Sehingga Arana tidak bisa menjawab pertanyaan dari orang itu.
"Gue Zaka," ujar orang itu sambil mengulurkan tangannya.
"Arana," sahut Arana sambil menjabat tangan Zaka.
Zaka menyandarkan tubuhnya ke kursi lagi. Matanya menatap ke depan, lurus. "Gue udah nonton film ini tiga hari berturut-turut."
Mendengar hal itu, Arana langsung menegakkan tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa was-was dan untuk beberapa hal ia perlu menutup telinga.
"Tenang aja, gue nggak bakal spoiler kok," ucap Zaka seolah-olah bisa membaca pikiran Arana.
Arana mengangguk kecil. "Oke."
***
![](https://img.wattpad.com/cover/246061485-288-k842232.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)
عشوائي(Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Ini kisah tentang ARANA, salah seorang siswi SMA Berlian. Ia terkenal cuek, namun bisa menjadi gila jika tengah bersama para sahabatnya. Hatinya dingin dan tak tersentuh. Hingga...