[ A R A N D R A ]
"Yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada." —Candra
25. GELAP
Asap yang mengandung nikotin, tar, metanol, dan beberapa zat lain itu menyebar di sekitar seorang cowok dengan rambut berantakan. Asap tersebut kian memudar dan menyatu dengan udara. Hilang ditelan dinginnya malam.
Untuk kesekian kalinya, ia menghisap rokok yang tinggal selaruh itu dan menghembuskan asapnya (lagi) ke udara. Pikirannya kacau, berkelana ke mana-mana.
'Yang sering bangetttt nyokap sama bokap gue bilang ... gue itu anak yang nggak berguna. Makanya nyokap gue nyesel banget ngelahirin gue. Tapi? Gue harus gimana emangnya? Apa kalau gue jadi anak baik, mereka bakal nerima gue? Nggak. Mereka bakal tetep cuma sayang sana Neisya.'
Cuma gadis itu. Cuma gadis itu yang bisa mempengaruhi pikirannya sampai seperti ini. Dia orang pertama kali yang membuat Candra mempunyai rasa ingin melindunginya dan rasa kasih sayang. Dan kata-katanya malam itu, benar-benar memukul perasaannya dan pikirannya.
Candra menyugar rambutnya yang gondrong ke belakang. Ia sudah beberapa kali ditegur guru BK dan hanya didengarkan saja. Mana mau ia disuruh cukur pendek? Menurutnya, 90% kegantengan laki-laki tergantung dari model rambut.
Berkali-kali dihisap, rokok di tangannya akhirnya habis. Namun, ia segera mengambil satu batang lagi dan memantiknya dengan korek api. Terhitung sejak setengah jam yang lalu, ia sudah menghabiskan 5 batang rokok.
Begitulah ia kalau sedang banyak pikiran, atau sedang memikirkan sesuatu. Dan satu-satunya orang yang ada di pikirannya saat ini cuma Arana. Gadis yang disiksa orang tuanya karena tidak berguna.
"Cih! Kok ada ya orang tua begitu?" decihnya, kemudian menghembuskan asap ke udara. "Orang tua yang ngambil keputusan buat punya anak, bukan anak yang pengen dilahirin. Terus kenapa nuntut-nuntut biar bisa ini itu?"
Merasa tubuhnya sudah cukup menerima dinginnya malam, Candra masuk ke dalam kamar apartemennya. Mengunci pintu balkon dan berdiri di depan jendela. Ia masih belum puas memandangi langit malam dan gemerlap cahaya lampu.
Dalam hati, ia bertekad untuk membawa Arana ke jalan yang terang. Ke rencana-rencana yang lebih baik dan membanggakan.
Drtt ... drtttt!
Ponsel di atas meja kecil di sudut kamarnya bergetar. Ada sebuah panggilan masuk dengan nama kontak 'Rhesa'. Setengah menghembuskan napas kasar, Candra menggeser tombol hijau.
"Apa?" tanya Candra tanpa basa-basi.
"Lo pasti udah tahu kan kalo Fareen ketahuan jadi mata-matanya Gerhana?"
"Iya, udah."
"Kenapa lo nggak cerita sih ke kita-kita sih?" Suara di ujung sana terdengar kesal.
"Cerita apaan? Kan itu urusannya Fareen. Gue sama dia beda versi walaupun sama-sama mata-mata," ujar Candra santai. "Lagian gue udah duga dia bakal cerita sendiri ke kalian."
Rhesa terdengar berdecak. "Ck! Lo akhir-akhir ini juga jarang ngasih informasi!"
"Iya kalian tenang aja. Kalau gue dapet informasi juga bakal gue bagi ke kalian. Tapi ya emang lagi gini-gini aja," balas Candra. "Jangan kayak gini dong ke gue. Gue berasa jadi kacung kalian, tolol! Sekali lagi kalian desak-desak gue buat ngasih informasi kayak gini lagi, gue berhenti jadi mata-mata."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)
De Todo(Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Ini kisah tentang ARANA, salah seorang siswi SMA Berlian. Ia terkenal cuek, namun bisa menjadi gila jika tengah bersama para sahabatnya. Hatinya dingin dan tak tersentuh. Hingga...