| 62 | ARANA DI MANA?

51 3 2
                                    

[ A R A N D R A ]

"For better or for worse, I am still human." — Arana

62. ARANA DI MANA?

Suara kicauan burung terdengar cukup nyaring. Sejenak terasa menenangkan, alami dari alam. Ditambah juga dengan suara air yang mengalir deras—sepertinya ada sungai di luar sana.

Ketika mata itu terbuka sedikit demi sedikit, cahaya langsung mengenai rentina-nya. Silau, membuatnya kembali membuka-tutup mata berkali-kali. Menyesuaikan cahaya yang ia dapat.

Setelah urusan mata sudah teratasi, ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Di mana hanya ada dinding-dinding tua yang penuh lumut dan beberapa tanaman rambat menjulur. Tampak seram—mungkin, kalau malam hari. Kalau saat ini, matahari masih terik, sampai bisa membuat lumut-lumut di dinding itu berkilauan.

Arana di sana. Duduk di sebuah bangku kayu yang sangat kokoh dengan kedua tangan diikat ke belakang. Kedua kakinya juga diikat sangat erat. Untungnya, mulutnya tidak dilakban sehingga ia bisa berbicara semaunya.

Ingatan Arana menerawang ke belakang. Ia mengingat-ingat bagaimana bisa ia berakhir di tempat ini. Tubuhnya diikat pula di sebuah bangku.

"Bangsat ...!" ujar Arana dengan suara menekan dalam. Menggeram.

Arana tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur, atau pingsan? Entahlah. Tapi yang pasti, ia baru meninggalkan perpustakaan bersama Zaka ketika sore hari, dan sekarang sudah melewati malam.

Apakah ini pagi hari? Atau sudah siang?

Yang pasti, Arana sangat mengutuk laki-laki bernama Zaka itu. Arana yakin seratus persen kalau air mineral yang Zaka berikan saat di mobil—di perjalanan pulang, mengandung sesuatu yang bisa membuat Arana tidak sadar.

Maka dari itu, ia ada di sini sekarang.

"WOIII!!" teriak Arana. "LEPASIN GUE, ANJING!"

***

Salah satu kaki lelaki itu diangkat ke atas kursi. Tangan kanannya memegang cup plastik berisi jus mangga, sedangkan tangan kanannya memegang ponsel.

"Nomornya nggak aktif," ujar Jonathan ke ponselnya.

Gadis di sebelah Jonathan meletakkan ponsel berlogo apelnya di atas meja. Ia baru saja berusaha menghubungi nomor Arana. Namun, tidak ada nada sambung.

"Ck! Ke mana sih, tu anak?" tanya Arjun dari seberang telepon.

"Kesiangan kali, makanya nggak sekolah." Grevan yang ada di panggilan itu juga, ikut bersuara. Ia menanamkan pemikiran positif ke teman-temannya. "Kita ke apartemennya aja abis ini."

"Tapi ...," ucap Jonathan. Ia menjeda sebentar seperti tengah berpikir. Arjun dan Grevan setia menunggunya, memperhatikan dengan serius.

"Apa?" tanya Renata, tak sabaran.

"Tadi malem gue telepon Arana, loh. Gue mau minta contekan PR biologi itu, Ren," lanjut Jonathan yang diakhiri dengan menatap Renata.

Renata mengangguk, menunjukkan kalau ia paham PR yang Jonathan maksud. Belum sempat bertanya, Arjun sudah mendahuluinya. Mewakili pertanyaan yang ada di kepalanya.

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang