[ A R A N D R A ]
"Ternyata, cintaku yang sebegini besarnya tidak bisa membuat kamu bertahan."-Grevan Remansha
28. GREVAN DAN THALIA
"Besok gue ikut tanding basket. Lo harus nonton ya, Ra!" ujar Candra.
Arana menatapnya sambil mengetuk-ngetukkan telunjuk ke dagu lancipnya. "Ntar deh, gue pikirin lagi."
"Halah! Lo pasti nonton. Nggak mungkin lo mau melewatkan kesempatan nontonin gue beraksi di lapangan. Pakai jersey tanpa lengan yang kena keringet, sampe-sampe perut six pack gue ngecap. Jangan lupa! Keringet gue juga bakal netes dari rambut turun ke leher. Uhh! Gue pasti seksi banget, Ra!" seru Candra penuh semangat.
Arana menyentil dahi Candra. "Cerewet! Narsis banget sih lo," ujarnya sambil terkekeh.
"Kan kenyataan," balas Candra dengan percaya diri sambil menaik-turunkan kedua alisnya.
"Tapi gue males sama suara-suara berisik nan alay dari tribun," ucap Arana sambil memutar kedua bola matanya.
"Fans gue ya?" Candra tertawa kecil. "Tenang, lo tetep jadi cewek favorit gue."
Arana mengalihkan pandangannya ke samping. Pipinya langsung memanas. Ada semburat kemerahan di sana.
Namanya blushing. Menurut Wikipedia, blushing merupakan peronaan di bagian wajah terutama pipi dan sekitarnya karena perasaan malu yang muncul atau hal-hal emosional lain semacamnya.
"Cie blushing," ledek Candra.
"Diem lo."
"Lo suka gue ya?" Bukannya berhenti, cowok itu semakin meledek Arana.
"Ih! Amit-amit!" balas Arana. "Udah, cepet kerjain. Yang ada nggak selesai-selesai tugas lo."
Jadi, mereka berdua tengah berada di ruang perpustakaan. Tempat baca paling pojok, berdua. Makanya berani mengobrol dan sedikit berisik.
Candra mendapat beberapa tugas dari guru untuk dikerjakan-karena ia sering tidak mengerjakan tugas. Dan Arana membantunya. Ralat, hanya memandanginya saja.
"Lo beneran nggak mau gue bantuin?" tanya Arana. Lagi. Ini kali kedua Arana menawarkan bantuan.
"Gue bilang nggak usah. Lo tinggal nemenin gue di sini aja udah cukup. Lagian, gue nggak mau lo pusing," jawab Candra.
Arana memukul kedua pelipisnya berkali-kali. Biar virus-virus dari Candra bisa hilang dari pikirannya.
***
Seorang cowok berdiri dengan tegap. Tubuhnya yang tinggi membuat lehernya sedikit bungkuk agar bisa melihat dengan jelas lawan bicaranya-yang tingginya hanya sebatas bahunya.
Biasanya, tatapan si cowok pada gadis di hadapan itu ialah tatapan lembut. Tatapan memuja dan tatapan penuh sayang. Tapi detik ini, tatapan itu menjadi tatapan sayu yang tidak berdaya.
"Kenapa?" tanyanya serak.
Beberapa menit lalu, hanya satu kata itu yang ada di pikirannya. Kenapa, kenapa, dan kenapa?
Gadis di depannya tidak kunjung bersuara. Ia hanya menunduk menatap ujung sepatunya dengan perasaan yang campur aduk. Membiarkan cowok yang ada di hadapannya semakin penasaran.
"Kenapa, Thalia ...?" Nada bicaranya semakin pasrah. Tetap lembut tapi sebenarnya ia mendesak Thalia untuk menjawab.
"Aku ... aku nggak bisa jawab," jawab Thalia.
![](https://img.wattpad.com/cover/246061485-288-k842232.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)
Ngẫu nhiên(Beberapa chapter diprivat acak, harap follow untuk kenyamanan membaca) Ini kisah tentang ARANA, salah seorang siswi SMA Berlian. Ia terkenal cuek, namun bisa menjadi gila jika tengah bersama para sahabatnya. Hatinya dingin dan tak tersentuh. Hingga...