| 66 | HAPPY ENDING OR SAD ENDING?

103 8 3
                                    

[ A R A N D R A ]

"Tak selamanya yang saling bercanda akan tertawa bersama selamanya." — Candra

66. HAPPY ENDING OR SAD ENDING?

(Part kali ini agak panjang. Jadi ... pelan-pelan aja bacanya, yaa!! Happy reading <3)

***

"Gue mau pulang," ucap Arana.

Mereka berempat tertawa sumbang. Bau alkohol menguar dari mulut-mulut itu.

"Pulang? Haha. Seneng-seneng dulu lah sama kita," balas Langga.

"Tenang aja lo, Ra. Kita emang gampang banget buat bunuh lo. Tapi nggak ada untungnya juga buat kita," ucap Mahendra.

"Terus? Ngapain gue di sini?" Arana bingung. Akan lebih mudah baginya menebak tujuan mereka, jika mereka emosi dan meluapkan. Tapi, dari hari sejak dia diculik, ia hanya didiamkan.

"Ngapain lo di sini?" Rhesa mengulang pertanyaannya. "Buat mengakhiri semuanya, mengakhiri cerita ini."

Mahendra mendekatkan dirinya ke Arana. Kemudian, memegang bahunya dengan agak sedikit ditekan. "Kita bakal kasih tau ... semuanya tentang Candra, yang lo nggak tahu sama sekali."

Arana menyingkirkan tangan Mahendra dari bahunya. Mengusap-usap kasar bekasnya seperti membuang kotoran yang menempel. "Nggak usah pegang-pegang! Nggak usah deket-deket! Mulut lo bau!"

Mahendra menjauh sambil tertawa kecil. Begitu juga yang lain, sibuk makan dan minum hidangan yang tersedia. Tetap di meja yang sama. Sementara itu, pikiran Arana berkecamuk. Ia tengah memikirkan bagaimana caranya ia bisa kabur dari sini.

Mungkin ia harus masuk ke dalam rumah itu, lantas kabur lewat pintu belakang. Jika diikuti terus, ia bisa bilang ke kamar mandi dan kabur lewat sana. Seperti cara-cara orang kebanyakan, seperti di sinetron. Karena kalau ia melawan, ia jelas akan kalah. Orang di sini ada lebih dari seratus dan berbadan besar-besar.

"Mana Candra?" tanya Arana.

Langga, Rhesa, Rizal, dan Mahendra sama-sama mengedikkan bahu. Entah berarti 'tidak tahu' atau berarti 'bodo amat'.

"Gue tebak, pasti dia yang tadi mau nyelamatin lo kan?" tebak Rizal.

Arana mendengus, lalu membuang wajah ke samping. Ia jadi bertanya-tanya, mungkin saja aksi penyelamatan Candra itu adalah bagian dari skenario. Memang sudah direncanakan agar ia bisa dibawa ke sini. Buktinya, Candra tidak membujuknya saat ia memilih untuk pergi sendirian.

"Udah gue duga," ujar Langga sambil tertawa. "Candra pasti udah nebak sejak dia liat lo jalan sama Zaka."

Mendengar ucapan Langga, Rizal mengangguk-anggukkan kepalanya sambil menatap lurus. "Ya. Candra udah pinter sekarang, nggak segoblok dulu."

Mahendra, Langga, dan Rhesa tertawa keras. Bahkan Rhesa sampai memukul-mukul meja saking menghayatinya. Beberapa perhatian orang yang ada di sana jadi teralihkan kepada mereka. Namun, hanya sesaat.

"Maksud kalian apa?" tanya Arana dengan dahi berkerut.

Tiba-tiba saja ada rasa panas dan berkecamuk di dada Arana, setelah mendengar Rizal mengata-ngatai sahabatnya sendiri. Candra sudah tak segoblok dulu, katanya?

𝐀𝐑𝐀𝐍𝐃𝐑𝐀 (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang