18 !¡ While They're Falling in Love

121 10 4
                                    

🎠 Now playing: One Direction - Right Now 🎠

🌆

Eryth merentangkan tangannya ke atas sambil bernyanyi dengan keras bersama Henry yang menyetir, menyanyikan lagu dari band Four Dimension yang diputar di radio.

Kalau saja boleh, Eryth mau berdiri di atas tempat duduknya atau duduk di atas mobil ditemani angin yang berembus kencang menyapu rambutnya sambil. Namun, ia tidak melakukannya karena itu kekanak-kanakan. 

Mobil Aston Martin biru tersebut melesat membelah jalanan sehabis dari Universal Studio setengah jam lalu dan kini hampir sampai di sebuah tempat berpasir. Tujuan mereka selanjutnya adalah pantai di Venice—letaknya sedikit jauh dari tempat tinggal Henry—hendak menikmati indahnya pemandangan senja hari dan matahari terbenam. 

Kedua mata Eryth terbuka lebar, kagum dan tak dapat mengalihkan tatapannya dari langit senja kali ini yang begitu indah. Gradasi warnanya begitu menakjubkan. Jujur, ia jarang menemukan warna langit yang seindah ini. Warna ungu, merah muda, putih, oranye, dan kuning berkolaborasi di langit sana, menemani sang surya cerah yang sendirian. Kata "sangat cantik" saja mungkin tidak cukup untuk menggambarkan apa yang ia lihat hari ini. Ia kehabisan kata-kata.

"Eryth, ayo turun." Suara Henry terdengar pelan, tetapi berhasil menarik Eryth dari ketakjubannya. 

Eryth menoleh sekilas pada Henry yang sudah keluar dari mobil dan bergumam, "Aku jatuh cinta pada langitnya…." 

"Kau bisa melihat dengan jelas di tepi pantai. Jadi, turunlah dan kita pergi berjalan ke sana sekarang." Pria itu membukakan pintunya untuk Eryth dan gadis itu bergegas turun. 

Berjalan kaki santai sambil mengobrol ringan dan memandangi suasana di sekitarnya yang terasa begitu damai, sesekali Henry menawarkan Eryth untuk berfoto dengan langit menakjubkan di sana dan berakhir mereka berfoto selfie bersama.

Tanpa sadar, mereka sudah berada di atas pasir-pasir putih berseri, dekat dengan tepi pantai yang ramai di sore itu. Mereka berdiri di tempat yang sedikit lebih tinggi daripada keramaian pantai di bawah sana, bersandar pada pembatas seraya menikmati udara sejuk dari pepohonan yang melambai-lambai. 

"Kau mau pergi ke sana?" tanya Henry.

Eryth menggeleng. "Terlalu ramai. Di sini juga aku bisa melihat keindahan pantai hari ini." Ia tersenyum kecil tanpa melihat seseorang di sampingnya itu.

Membiarkan kesepian menerjang keduanya yang asyik menikmati pemandangan selama beberapa menit, padahal seketika keduanya merasa canggung dan saling mencuri tatapan diam-diam, mencoba mencari cara untuk memecahkan keheningan.

"Kau tahu, sewaktu aku masih remaja dahulu, aku, Erick, dan sahabat-sahabatku sering menghabiskan waktu di pantai ini. Untuk berburu matahari terbenam dan menyaksikannya bersama-sama, membuat kenangan indah yang setidaknya tidak aku sesali di waktu dewasa ini." Henry menemukan suaranya dengan menceritakan masa lalunya yang menyenangkan, mematahkan keheningan itu. Ia sendiri tidak tahu mengapa ingin menceritakannya pada Eryth.

Eryth berhasil menoleh padanya ketika ia bercerita. Tanpa sadar, Eryth tersenyum kecil, bisa ikut merasakan pengalaman itu. "Aku pikir, kau dan Erick tidak pernah akur sejak kecil," ia terkekeh pelan, "tapi setelah mendengarnya, aku lebih lega. Kau pasti memiliki masa kecil yang bahagia."

"Ya, dulu kami berdua selalu akur, jarang sekali bertengkar. Kami selalu berbagi, saling menjaga dan menghormati. Tapi hanya karena ada suatu hal yang terjadi pada orang tua kami, semuanya berubah menjadi buruk. Dan aku tidak lagi mendapatkan waktu-waktu bahagia itu ketika aku remaja."

Alarm of The Heart-ProgramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang