Ibu-03

38 4 0
                                    

Pernah kurindukan kamu, Bu, dalam sebuah acara yang orang namai sebuah awal untuk mengenang masa lalu bagi murid dan guru.

"Dampingi aku, Bu, dampingi aku. Inginku hanya kamu yang kupeluk pertama kali di hari wisuda itu." Begitu pintaku sebelum acara itu, pada nisan yang telah tertoreh namamu.

Tetapi sungguh yang kudapati hanya suara jatuhnya daun yang mengganggu, burung yang berkicau seolah menertawakan sosok aku, kawan-kawan yang tak sengaja melihatku hanya berbisik lembut, "Dia baru menjadi piatu, jangan ditertawakan atau diganggu."

Hari itu keluhku padamu tak berujung Bu, sekalipun benar kala itu aku hanyalah anak berusia tiga belas tahun—akan tetapi semua orang harus tahu, dalam hal merindu kamu Bu, tidak ada batasan usia atau waktu.

"Dia piatu, dia piatu ...."

Dan acara itu dimulai dengam gumam pelan para ibu-ibu. Sungguh Bu aku membenci semua hal itu.

Semuanya; bagaimana orang berkata bahwa aku telah kehilangan kamu.
Bagaimana orang mengusap puncak kepalaku sembari menyodorkan banyak lembar uang sebab aku telah hidup tanpa kamu..
Bagaimana ratap kasih orang-orang tertuju pada sosok aku.
Bagaimana isak pelan mereka menguar kala guru memanggil nama orang tuaku, akan tetapi yang maju hanya sosok ayah tanpa ibu.

Tidaklah pernah aku senang Bu mendapat segala perlakuan baik karena hidup tanpa kamu. Hingga pernah sekali aku meminta, untuk dijadikan orang se-miskin-miskinnya, tak mendapat belas kasih dari para manusia, akan tetapi dengan syarat, aku selalu hidup dengan kamu, Bu.

Hari itu aku menangis Bu, aku menangis, dan aku dibuat tahu, bahwa tidak ada ibu jari yang akan bersedia menghapus jejak air mataku dengan lembut lebih dari milikmu.—

-16 des 21-

Bilik Rindu (Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang