Ibu-39

9 1 0
                                    

Pada bagiannya, aku merasa iri ketika lelahku harus dipeluk diri sendiri. Ketika aku yang harus menepuk pundakku sendiri supaya bisa  bertahan lebih lama lagi. Sedangkan di sekelilingku, terlalu banyak adegan anak dan ibu yang sedang saling menyayangi, menyemangati, berlakon manis dari detik ke detik, lagi dan lagi.

Pada bagiannya, aku mengeluh seperti tiada henti. Tidak bisa menyelesaikan ini itu tanpa ibu yang menemani. Warsa nelangsa datang silih berganti, tapi aku di sudut bumi tak mau terus dikasihani.

Rasanya aku mau tetap tegak sekalipun dengan corak-corak pilu yang kentara. Aku ingin terus melangkah sekali pun dengan luka yang menganga. Lelah aku menjadi titik kumpul segala rasa iba para manusia, aku ingin baik-baik saja dengan segera.

Pada bagiannya, aku merindukan ibu dengan sungguhnya. Menangis tanpa diketahui siapa-siapa, atas luka sebab kehilangannya sungguh kian masih berdarah-darah diatma. Mau bagaimana, itu tertoreh terlalu dalam melebihi lainnya. Ibuku terlalu istimewa, untuk putra putrinya, untuk keluarganya.

Pada bagiannya, aku begitu kecewa sebab ibuku kian hanya terperangkap dalam figura kenangan saja. Datang nan pulang keputusan Tuhan memang, tapi aku hanya tidak menyangka bahwa gilirannya seperti begitu disegerakan. Pada manusia sebaik dia, yang mana atas segala luka-luka selalu diberi ampunnya. Atas segala sakit dalam pun luar ia selalu terima, pada manusia yang kelapangan dadanya tak terkira, pada manusia dengan kesabaran seluas bentangan langit-Nya. Dengan kasih yang meluap-luap tanpa jeda, hari itu diputuskan untuk ia menyudahi segalanya dengan segera.

Lantas bila kutanya, mengapa? Mengapa ya? Apakah ibuku sudah se-lelah itu? Dasarnya seorang ibu tak pernah menceritakan seberapa tersiksanya ia dengan duka lukanya. Aku tidak tahu, tidak paham apa-apa. Mungkin ia lelah, tapi untuk meninggalkanku? Untuk hal seperti itu dia pasti selalu berkata, "Oh sudahlah."

Dan lanjutnya, tidak akan, tidak untuk selamanya. Tapi … manusia memang bisa bermimpi, pada akhirnya Tuhan yang menentukan apakah itu bisa menjadi nyata atau tidak ya. Ah, mau bagaimana, tetap saja pada bagiannya aku masih berharap semuanya hanya mimpi buruk saja.

***


Bilik Rindu (Pre-Order)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang