Pak Liam, Diam, dan Kesalahpahaman

3.2K 177 15
                                    

Gue bangun, sudah tidak mendapati Pak Liam di sebelah gue. Gue keluar kamar. Namun, gue juga tidak melihat adanya tanda-tanda keberadaannya. Gue berjalan ke ruang kerjanya. Nihil, dia juga tidak ada.

Dia pergi tanpa pamit ke gue? Dia pergi tanpa membangunkan gue? Biasanya, sekalipun gue jadwal siang, Pak Liam membangunkan gue untuk makan pagi bersama.

Dia semarah itu sama gue? Cuma karena tanggal lahir? Yaaa, mungkin bukan cuma. Tapi, keterlaluan banget dia pergi tanpa kasih tahu apa-apa. Note atau apa gitu kalau masih tidak mau bicara sama gue. Bahkan, di meja makan gak ada sarapan.

"Sebenarnya yang kekanakan siapa? Dialah! Masak iya gue," ucap gue bermonolog.

Tiba-tiba ponsel gue berdering. Gue sempat berpikir mungkin itu Pak Liam. Ternyata, nama Lucas tertera di layar.

"Halo. Kenapa?"

"Mau gue jemput gak?" tanya Lucas via telepon.

"Jemput? Mau kemana?"

"Kuliah woi! Pasti baru bangun, kan, lo?"

"Iya. Tapi, kenapa lo PD banget mau jemput gue. Gue bisa aja bareng Pak Liam atau Riri atau Raka."

"Sahabat lo kuliah pagi semua. Mereka jelas udah di kampus. Suami lo, pasti juga udah di kampus, kan?"

"Yaudah, gue siap-siap."

"Gue otw."

Sekitar lima belas menit, gue sudah pergi bersama Lucas. Kami menyempatkan makan-gue yang minta, meskipun kelas tinggal belasan menit lagi. Oleh sebab itulah, kami terlambat masuk kelas Pengelolaan Limbah Pertanian.

Terlambat sepuluh menit. Awalnya, gue kira tidak masalah untuk terlambat di kelas ini. Pak Awan, dosen mata kuliah ini orangnya santai. Kata beliau, berangkat sudah bagus, tidak masalah terlambat sekian menit.

Namun, begitu Lucas mengetuk dan membuka pintu. Gue terkejut, dosen yang ada di depan adalah suami gue.

"Maaf, Pak. Kami terlambat," ucap Lucas.

"Silahkan duduk dan langsung ikut mengerjakan kuis. Soal ada di layar proyektor," ucap Pak Liam tegas.

"Baik, terima kasih, Pak."

Gue hanya mengekor Lucas dengan kepala menunduk.

"Lucas," panggil Pak Liam menghentikan pergerakan kami berdua dan juga mahasiswa lain.

"Kamu bisa duduk di belakang. Taran, kamu duduk di paling depan sini."

"Baik, Pak."

Sialan! Gue duduk di barisan depan sendirian banget ini. Mana sekarang kuis lagi.

Di sela-sela gue mengerjakan kuis, saat mata gue melihat soal di layar, gue menangkap tatapan Pak Liam. Sulit gue artikan. Dia kenapa sih?! Gue jadi kesulitan berkonsentrasi mengerjakan kuis ini.

"Baik, sudah dua puluh menit. Silahkan kumpulkan ke depan. Di meja Taran."

Gue terkejut dua kali. Pertama, gue baru mengerjakan 3 nomor dari 5 soal. Kedua, kenapa di meja gue?

Semua mengikuti perintah Pak Liam. Satu per satu mulai menumpuk lembar kuisnya di meja gue.

"Ran, Pak Liam badmood lo apain?" tanya Raka pelan waktu menumpuk lembar kuisnya.

"Kalian marahan lagi ya?" Giliran Riri yang bertanya ke gue.

"Dia yang gak jelas. Gue sih santai."

"Segera duduk kembali. Kita akan langsung membahas hasil kuis kalian" ucap Pak Liam tegas.

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang