Pak Liam dan Rasa Khawatirnya

5.6K 245 1
                                    

Kuliah kali ini berjalan lancar. Tidak seperti minggu kemarin di mana gue terpaksa keluar karena ulah Riri. Karena itulah, sesampainya di kantin sudah ramai pengunjung. Beruntungnya kami masih kebagian soto Pak Joko.

"Ka, tumben lo gak disuruh keluar Bu Lala?" ejek Riri.

"Pak Gandhi yang ngisi. Mana berani gue coba tidur kalau yang ngisi dia."

"Dasar, makanya jangan begadang."

"Permasalahannya emang gue gak ngantuk. Gimana gue mau tidur?"

"Mana gue tau," balas Riri cuek.

"Ran, lo diem aja dari tadi. Sibuk apa lo sama hp?" tanya Raka.

Benar, sejak beberapa menit yang lalu gue memang mendengar perdebatan mereka. Tapi, gue sibuk membalas chat Pak Liam. Dia mulai lagi menyebalkannya.

[Dimana?]

[Kantin]

[Sedang makan?]

[Iya]

[Jangan pesan yang banyak moto]
[Jangan pake sambel]
[Jangan minum minuman kemasan, apalagi soda. Minum air mineral saja]

Gue gak tahu soto ini pake moto atau tidak, yang jelas gue pake sambel dua sendok. Mana bisa makan soto gak pake sambel. Gue juga beli minuman teh dalam botol. Karena itu, pesan Pak Liam tidak gue balas.

[Kenapa tidak dibalas?]
[Kamu makan dan minum yang saya larang?]
[Taran jawab]

[Iya, Bapak ngasih taunya telat]

"Ish kesel banget gue sama dia," ucap gue akhirnya.

"Kenapa?" tanya Riri.

"Sepupu lo cerewet banget perihal makan sama minum gue doang."

"Cerewet gimana?"

"Gue gak boleh makan makanan yang ada motonya. Kan gue gak tau Pak Joko kasih moto di sotonya atau engga. Katanya gue gak boleh pake sambel. Sambel tidak boleh terlewatkan setiap gue makan soto. Terus dia-"

"Stop!" potong Raka yang buat gue dan Riri lumayan kaget.

"Posisi lo tetep gitu, Ran. Jangan gerak dulu."

Gue tidak menurutinya. Gue melanjutkan kegiatan mengikat rambut hingga selesai. Gerah banget rasanya kalau rambut gue biarkan terurai.

"Lo kenapa sih, Ka?" tanya Riri.

"Ran, lo habis berhubungan intim sama Pak Liam ya?"

Gue membelalakan mata. Dari mana ini orang tahu? Ya, emang dia pernah  kasih saran tentang begituan. Tapi, bagaimana dia tahu gue udah melakukannya.

"Gila ya, lo? Mana ada gue-"

"Leher lo, jelas-jelas itu ada bekasnya. Lo pikir gue gak lihat dan gak tahu itu merah-merah kenapa?" potong Raka.

"Eh, pundak lo juga tuh," imbuh Riri.

Gue terdiam. Setan banget mereka. Kalau tahu, diem aja dong. Gue kan malu jadinya.

"Ahahahah, udah jebol sahabat gue satu," ucap Raka begitu frontal di telinga gue.

"Udah bener rambut lo gak usah diiket. Ketahuan, kan?" tambah Riri yang menyadarkan gue untuk segera mengatur kembali rambut gue.

"Sialan banget kalian."

Mereka malah semakin tertawa melihat raut kesal dan malu gue jadi satu. Kenapa gue bisa lupa sih sama bekas sialan ini? Argh, ini gara-gara Pak Liam!!

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang