Fakta yang Memalukan

5.5K 267 4
                                    

Ruang kuliah mulai penuh oleh mahasiswa semester 5. Oh, ada juga kakak tingkat yang terpaksa ikut kelas angkatanku karena beberapa alasan. Alasan baiknya dia cuti atau buruknya dia harus mengulang.

Sudah lebih sepuluh menit dari jadwal yang seharusnya. Tak biasanya Pak Qarim terlambat. Ketua kelas sudah menghubungi, tapi belum ada respon, katanya sekitar 5 menit yang lalu.

"Gaes, Pak Qarim kagak bisa masuk hari ini."

"Wuooooh."

"Yeaaah."

Sorak-sorai manusia setengah kelaparan mengisi ruangan.

"Tadi dia udah minta dosen pengganti. Pak Liam. Jadi, kita tetep kuliah. Cuma sekarang diminta memastikan ke Pak Liam," ujar ketua kelas mematahkan semangat empat lima kami untuk ke kantin.

"Ck, ah elah."

"Pak Liam barusan kasih tau udah chat asistennya buat nyiapin semuanya. Tapi, gak direspon."

Satu kalimat itu membuat seisi ruangan menjadi penyelidik.

"Dosen kutub punya asisten?" timpal laki-laki berbaju biru dongker, Ares.

Tak ada yang menjawab. Sebab, seluruh ruangan memang tidak tahu.

"Ran, asisten Pak Liam bukannya lo?" tanya Raka sama gue. Semuanya pun lihat ke arah gue.

"Lah, bukan gue."

"Lo kemarin diminta ke ruangannya buat bahas kesertaan lo jadi asisten dia, kan?" balas Raka.

"Jadinya, lo asisten tu dosen bukan. Nanti dia kesini, materi belum siap sekelas yang kena."

Informasi aja. Di kampus gue, kalau bukan ketua kelas, ya asisten yang bertanggung jawab untuk pergantian dosen ngajar. Jadi, dosen pengganti biasanya langsung ke ruang kuliah. Materi akan disiapkan ketua kelas atau asistennya.

"Ran, buka hp lo buruan," ucap Riri.

"Bentar."

Anjir! Sialan! Ponsel gue mode senyap. Gue menemukan chat dari Dosen Kutub Gila.

[Taran, tolong ambil materi yang di siapkan di meja petugas JHI]

Meja petugas JHI adalah meja khusus di ruang dosen yang diurus oleh petugas Jadwal Hari Ini.

[Pak, saya baru baca pesannya.]
[Sekarang baru mau saya ambil. Maaf.]

"Biar gue yang ambil," ucap gue pada seisi kelas.

"Buruan woi, keburu Pak Liam dateng."

Gue langsung cabut dari kelas tanpa menanggapi omongan kampret itu. Beruntung ruang dosen sama ruang kuliah gue sekarang gak terlalu jauh.

Sampai di ruang dosen, gue langsung memalak petugasnya. Gue buru-buru!

Rasanya gue udah secepat kilat. Tapi, dia sudah ada di mimbarnya sana. Ah sialan! Mana hening banget lagi.

"Ini materi softfilenya, Pak. Maaf terlambat mengambilnya."

"Bagikan hardfilenya pada yang lainnya," balas Pak Liam yang tidak merespon ucapan gue sama sekali.

"Baik, Pak."

Gue sebar dengan cepat. Kemudian langsung duduk kembali ke tempat gue. Sempat, gue cek ponsel ada pesan dari orang di depan yang mulai membuka materi, terlihat dari layar proyektor.

[Tidak apa-apa.]
[Saya tunggu.]

Karena dua pesan itu, senyum gue mengembang. Gak taulah, gue seneng aja gak dimarahin.

"Senyum-senyum kenapa tuh?" tanya Raka berbisik pada gue.

"Menang lotre dia," sambar Riri dengan suara pelan. Dia menunjukkan wajah sedang menggoda gue. Sebab, dia tahu siapa yang buat gue senyum sendiri.

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang