Perkara Tidur di Ranjang Dosen

16.8K 417 4
                                    

Pak Burhan mengakhiri kuliah lebih cepat. Beliau dekan, orang banyak acara. Beliau ada acara penting jam 9. Karena itu, beliau hanya mengajar setengah jam. Dari jam setengah delapan sampai jam delapan. Tugas menyusul.

Gue senang karena kuliah cepat. Tapi, sedihnya gue bingung harus ke mana sekarang. Gue ngantuk, sengantuk-ngantuknya karena begadang nonton drakor. Kalau tidur diperpus, gue gak bakal nyaman. Balik ke rumah, rugi waktu. Butuh satu jam lebih buat gue bolak-balik kampus. Bahaya juga naik motor dalam keadaan ngantuk.

"Ri, gue ngantuk. Tidur mana ya?"

"Perpus aja, lumayan ada AC."

"Ah, gak nyaman. Lo tau sendiri perpus sekarang, penuuh. Numpang kostan siapa ya?"

Riri sama halnya dengan gue. Dia gak ngekost, tinggal sama orang tua di rumah. Jaraknya lebih jauh dari rumah gue.

"Gue punya sepupu, dia dosen di sini. Apartemennya deket banget. Sepuluh menit gak sampe. Gimana kalo kita kesana? Gue juga mau rebahan."

"Emang boleh? Pasti dia juga lagi ngajar. Gak sopan banget kita minta dia pulang cuma buat bukain pintu biar kita bisa rebahan."

"Sok punya tata krama lo. Coba aja kalik. Gue lumayan dekat sama dia."

"Terus?"

"Gue coba kontak dia dulu."

Gue menunggu dengan harapan semoga sepupu Riri sekaligus dosen di kampus gue itu baik hati dan memperbolehkan gue numpang tidur.

"Yuk, Ran. Gue udah dikasih tahu passwordnya."

"Gue bonceng ya? Udah ngantuk berat ini."

"Siaap."

Kami langsung ke parkiran mobil. Riri memang kaya, keluarganya maksud gue. Jadi, kuliah ya pake mobil.

Benar ucapan, Riri. Sekitar lima belas menit kami sudah sampai di apartemen milik sepupu Riri. Mungkin faktor mobil membuat perjalan lebih lama.

"Ri, gue boleh kan tidur di kamar? Soalnya kalo di sofa deket tv gue sulit buat tidur."

Tapi, kalo emang gak boleh ya gue harus tidur di sofa itu.

"Tentu, anggap aja tempat sendiri." Gue sedikit ragu. Tapi, ya sudahlah toh Riri yang kasih ijin. Kalau ada kesalahan nantinya, biar Riri yang nanggung.

"Langsung tidur lo?" tanyanya sambil menuju arah dapur.

"Iya. Udah gak kuat lagi. Kalau udah jam dua belas bangunin gue."

"Siap. Kalau gue gak ikut tidur ya."

Gue gak jawab. Rasa kantuk ini membawa gue berjalan menuju kamar utama di apartemen ini. Begitu masuk, gue bisa lihat suasana kamar yang nyaman. Kamar dengan nuansa biru dongker ini sangat rapi.

Apa ini kamar laki-laki? Sepupu Riri laki-laki? Ah, bodo amat. Penting tidur.

***

Gue terbangun karena mendengar seseorang teriak memanggil nama seseorang yang lain. Ketika gue mulai sadar, bisa gue pastikan itu bukan suara Riri. Lebih ke suara perempuan seumuran Mama. Gue masih di apartemen tadi, kan?

Kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Asli, gue masih ngantuk. Gue lihat ponsel, belum ada jam dua belas. Atau ini kerjaan Riri? Setel rekaman suara mamanya.

"Liam, kamu di dalam?" tanya perempuan itu.

Mata gue membulat seketika. Liam? Liam siapa? Oh yang punya kamar ini pasti. Tapi, dia gak ada di rumah. Gimana nih? Tenang-tenang. Kalem.

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang