Dosen Kutub dan Pesonanya

7.3K 274 3
                                    

Hari kedua dengan status gue istri orang. Gue masih terhitung bebas kemana-mana. Pulang kuliah udah sedari siang. Tapi, gue baru selesai nugas di kafe langganan kebanyakan mahasiswa kampus gue.

Senja menjemput, gue masih duduk sendirian nunggu jemputan gue datang. Temen kelompok gue udah pada balik duluan. Secara mereka bawa motor.

Kurang lebih selama lima belas menit nunggu, sopir baru gue udah datang. Iya, Pak Liam. Dia sopir gue sekarang, hahaha senang banget gue nyebut dia sopir.

Meski gue masih gak suka sama Pak Liam karena sifat aslinya yang gila, ada satu hal yang gue suka dari dia. Selain kegantengan dan kecerdasannya, dia punya mobil jeep warna hitam. Mobil paling keren versi gue. Beuh, damage-nya Pak Liam gak ada tanding pas pegang setir mobil jeep. Seperti sekarang ini.

Hei, hei, sadarlah wahai perempuan. Dia memang keren, tapi jangan sampai tersihir. Nanti, gak jadi keren kalau gue udah jatuh cinta sekarang. Tahap pertama, jual mahal!!

Di tengah lagu instrumen piano yang entah tersetel atau memang disetel oleh Pak Liam, gue bersuara.

"Pak, kita beneran nginap di rumah orang tua Bapak dulu?"

"Iya."

Gue cuma angguk-angguk tanda sudah mengerti.

"Besok, baru kita pindah ke apartemen saya," lanjutnya.

"Oke."

Gue pulang ke rumah cuma buat mandi. Kemas-kemas baju dan barang yang gue butuhkan untuk tinggal di hunian baru nantinya. Pamit sama Mama-Papa, terus langsung ke rumah mertua gue. Asek mertua.

Sesampainya, Tante Falen menyambut gue dengan sangat-sangat ramah. Baru dua jam di rumah ini, gue udah merasa diperlakukan seperti ratu oleh Tante Falen. Gue gak tau kenapa bisa gitu. Padahal pertemuan gue sama beliau sungguh tidak baik.

Gue tadi aja mau bantuin masak, malah disuruh duduk aja. Karena gue maksa pengen bantu, gue cuma dapat pekerjaan naruh piring di meja makan. Inikah mertua idaman?

Ini adalah makan malam pertama gue di rumah orang lain. Mungkin udah bukan orang lain soalnya ini rumah mertua gue. Ya, kalian pahamlah maksud gue gimana.

"Taran," panggil Tante Falen menghentikan gue yang mau menyendok makanan.

Gue pun beralih menatapnya.

"Gimana hasilnya?" tanya beliau yang berhasil membuat gue berpikir keras.

"Hasil apa, Tante?"

"Lho, kok manggilnya tante? Panggil bunda ya mulai sekarang."

Lupa gue, udah jadi menantunya. "Iya, siap Bunda."

"Kamu udah cek belum? Jadinya, kamu isi atau tidak?"

Gue paham setengah-setengah nih. Ini maksudnya gue hamil atau gak? Ya, jelas gak, ngelakuin aja belum.

"Belum rejeki kita, Bunda," ucap Pak Liam. Gue terselamatkan.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti bisa dicoba lagi," ucap Ayah. Karena gue udah resmi jadi menantu, gue bakal sebut Om Gibran, ayah dan Tante Falen, bunda.

Coba lagi kata beliau? Emang tulisan di minuman gelas berhadiah jaman dulu.

Gue cuma bisa tersenyum tipis. Sumpah, gue bingung banget harus ngomong apaan.

Usai makan, gue ikut nyuci alat makan yang kotor. Hampir terjadi lagi, gue gak dibolehin bantu. Tapi gue maksa dengan merendahkan diri gue, "kalau Taran gak boleh bantu, gak ada gunanya dong Taran jadi istri Pak Liam sama menantunya Bunda".

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang