Pak Liam, Cinta, dan Keraguan

5.9K 271 2
                                    

Dengan napas yang mulai beraturan, gue berada di ruangan yang paling gue benci mulai sekarang. Gue udah ada di sini sekitar lima menit yang lalu. Tapi, gue belum disuruh duduk.

Kalau saja sekarang bukan berada di lingkungan kampus, udah gue serang Pak Liam dengan ribuan kalimat umpatan. Sekarang ini, dia justru sibuk dengan laptopnya. Menulis entahlah apa, gue gak melihatnya.

"Pak?"

Tidak ada sahutan. Dia marah sama gue atau gimana? Yang jelas gue makin emosi disini. Gak jelas banget suami gue ini.

"Saya sudah disini sejak lima menitan yang lalu," lanjut gue karena tidak mendapat respon dari Pak Liam.

Tapi apa? Dia masih diam dan terus mengetik. Syalan!!!

"Kalau begitu, saya keluar saja, Pak. Selamat siang."

Persetan dia mau gimana setelah ini. Bodo amat dia mau koar-koar kalau gue istrinya. Gue gak suka didiamkan seperti ini. Gak dihargai.

"Duduk."

"Dari tadi saya berdiri Bapak abaikan. Sekarang minta saya duduk pas mau pergi?" kata gue dengan berani. Tak ada ketakutan sama sekali. Nilai ancur, terserah.

"Bagaimana rasanya diabaikan?"

"Hah?"

"Kamu mengabaikan permintaan saya tadi pagi. Juga, mengabaikan panggilan telepon saya."

"Saya lupa. Bukan sengaja mengabaikannya. Lagipula, Bapak melakukan permintaan itu sepihak. Saya gak bilang setuju."

"Setidaknya jangan mengabaikan telepon saya."

"Itu! Karena saya takut sama Bapak."

Suara gue mulai melemah. Gue mulai banyak menunduk setelah bicara. Pengecut banget gue.

"Takut?"

"Saya pikir Bapak bakalan marah besar gara-gara saya lupa. Bapak kan gak suka sama orang modelan kayak saya."

"Modelan seperti kamu?" tanya Pak Liam dengan menaikkan salah satu alisnya. Keren banget ya Tuhan!!

"Pelupa, sering terlambat, dan ketidakdisiplinan lainnya."

"Justru itu yang saya suka dari kamu."

Gue terdiam menatap Pak Liam. Kalimat yang dia ucapkan barusan, membuat gue tak bisa berkata-kata. Gue yang tidak kuat terus ditatap, gue mengalihkan pandangan ke kanan, kiri, dan bawah.

"Saya minta, jangan mengabaikan telepon saya lagi. Bisa?" tanya Pak Liam dengan nada yang lembut luar biasa.

Jantung gue mulai bermasalah. Gue tidak pernah mendengar kelembutan suara Pak Liam sebelumnya.

"Taran."

"Iya, iya, saya bakal angkat telepon dari Bapak. Kapanpun, dimanapun."

Langka! Selangka kursi DPR bisa penuh waktu rapat. Gue lihat Manusia Kulkas alias Pak Liam senyum hampir ketawa!! Harusnya gue abadikan dan gue jual ke semua fans dia.

"Kamu sudah makan siang?"

"Udah, tapi baru setengah porsi yang habis karena Bapak maksa saya buru-buru kesini."

Pak Liam berjalan menuju kulkas kecil di samping ruangannya. Manusia Kulkas punya kulkas sendiri di ruangannya ternyata, hahahaha.

Dia mengambil salad buah yang wadahnya nampak mengembun khas keluar dari lemari es. Lalu, salah satu wadah salad itu diberikannya pada gue.

"Buat saya, Pak?"

"Iya."

Gue langsung membuka tutup wadah saladnya. Ini emang saladnya yang kelihatan enak atau gue yang masih kelaparan ya.

LIAM : My Crazy LecturerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang