Selamat Membaca
"Sabiru, udah nggak ada." ucap Jean pada Johan.
"Ganti baju kamu." Johan tidak merespon ucapan Jean, ia menyuruh Jean untuk mengganti pakaiannya yang penuh noda darah itu.
Jean mengangguk, dia segera pergi menuju kamar Johan. Johan menyuruh Jean dan Arsen untuk menggantinya dengan pakaian miliknya. Jean pun menarik tangan Arsen untuk pergi.
Johan mengusap surai kecoklatan milik Starla. "Secintanya kamu sama fiksi, kalian nggak akan bisa bareng."
Mata Starla masih terpejam tapi dia bisa mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ayahnya itu. Air matanya mulai berjatuhan.
Johan yang melihat itu pun segera memeluk putrinya.
******
Dua minggu telah berlalu. Starla masih ingin menyendiri di dalam kamarnya. Dan setiap minggu dia akan pergi ke taman sendiri. Teman temannya sudah pernah datang untuk menjenguk Starla.
Namun, Starla masih tak mau membukakan pintu kamarnya. Bibi pun hanya meletakkan makanannya di depan pintu saja. Dan untung saja ketika Bibi kembali menuju kamar Starla makanan yang ia bawa sudah habis, itu tandanya Starla sudah memakannya.
"Starla, ada Jean nih." Johan mengetuk pintu kamar putrinya. Walau tidak ada jawaban sama sekali dari Starla. Johan meninggalkan Jean di depan kamar putrinya. Barangkali kali ini Jean berhasil membujuk Starla.
Tokk... tokk... tokk...
"Sta-"
Starla keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapih. "Aku mau ketemu Bunda."
Tanpa pikir panjang Jean mengangguk dengan senyuman yang langsung terbentuk ketika Starla kembali muncul di hadapannya.
Ayah pun mengijinkan mereka berdua untuk pergi. Dengan motor milik Jean kedua melaju di jalan raya untuk pergi ke makam yang berada tak jauh dari danau.
Jean tidak berani memulai percakapan dengan Starla ketika ia melihat dari kaca spion wajah masam Starla yang masih ada di sana.
Sesampainya di makam itu. Mereka berdua terduduk di samping makam. Starla menaburkan bunga begitu pun dengan Jean. Mereka menyisakan satu keranjang bunga lagi untuk Papa dan Mama Jean. Starla yang mau.
"Setelah Bunda yang ninggalin Starla, sekarang malah Sabiru." ucap Starla, entahlah kalimat itu dia ucapkan untuk siapa.
Jean menoleh, ia menepuk pelan pundak Starla. "Kalau mau nangis lagi nggak apa apa." Jean berhenti menepuk pundak Starla. Dia memainkan rumput yang ada di atas makam itu, "Kalau lo butuh peluk, gue ada di sini peluk-" belum saja Jean menyelesaikan kalimatnya, Starla sudah memeluknya dengan erat. Kepalanya ia tenggelamkan pada dada bidang Jean.
Air mata yang kembali membasahi pipinya. Nafas Starla sesak. Dia benar benar lelah karena terus menangis selama berhari hari. Bahkan matanya sudah membengkak semenjak Starla keluar dari kamarnya.
Jean membalas pelukan Starla sesekali Jean akan mengusap surai kecoklatan Starla. Entahlah Starla bisa merasakan detak jantung Jean atau tidak yang kala itu tengah berdetak sangat kencang.
"Waktu itu Sabiru dateng cuman buat perpisahan doang... Je, kenapa Sabiru pergi?"
"Gue yang telat nolongin dia, maaf ya..."
Starla mengangkat kepalanya untuk menatap wajah Jean lalu menggelengkan kepalanya, itu bukan karena Jean. Tapi karena takdir itu dan Ratu jahat itu. Arka sempat mengirimkan pesan yang menceritakan semua kejadiannya. Sebelum Arka menyaksikan sendiri buku Sabiru musnah.
"Jean." panggil Starla.
Jean menoleh, "Ya Star? Kenapa?"
"Terima kasih, surat dari Sabiru. Aku belum bilang makasih."
"Ohh iyaa."
"Kalo gue nggak bisa lepasin Sabiru gimana?"
"Kisah yang singkat katanya susah buat di lupain, tapi lo harus bisa ngelepasin dia Star. Walaupun butuh waktu yang lama"
"Lo yakin gue bisa?"
Jean mengangguk, dia yakin kalau Starla bisa.
"Gue bakal tunggu semuanya selesai dulu." Jean kembali memeluk tubuh kecil itu, "gue bisa dapetin lo kan?" batin Jean. Pertanyaan itu yang selalu muncul di dalam hati Jean. Pertanyaan yang entah siapa yang akan menjawabnya.
******
Jean kembali ke taman itu, ini hari kelulusannya. Tapi ia melihat Starla pulang lebih dahulu. Tadinya ia berpikir kalau Starla ingin pulang saja karena Ayahnya tidak hadir di acara kelulusannya.
Starla berhenti di salah satu pohon yang berada di taman itu. Jean pun ikut berhenti.
Jean memandangi punggung kecil Starla. Starla selalu pergi ke taman itu setiap hari minggu. itu sudah menjadi kebiasaannya sejak Sabiru pergi. Hari ini adalah hari kamis maka dari itu Jean tidak mengira kalau Jean akan menuju ke taman ini. Sembari menggenggam buket bunga gypsophila di tangan kanannya. Berjalan mendekat kepada Starla, Jean pun menepuk pundaknya.
Starla tau itu Jean. Hanya Jean yang mengerti kapan dia akan pergi ke taman. Tapi hari ini sebenarnya bukan jadwalnya untuk pergi ke tempat ini. Bahkan hanya Jean juga yang tau alasan dari itu.
"Selamat hari kelulusan Starla."
"Kamu juga." balas Starla ia tidak mau membalikan badannya.
Semua nostalgia tentang dirinya dan Sabiru kembali muncul di dalam benaknya. Senyuman itu, dan segala hal indah yang mereka lakukan bersama.
Jean tersenyum, walau hatinya sakit. Dia melihat punggung kecil itu naik turun. Starla pasti mengingat Sabiru. "Masih dia ya Star?"
Starla menundukkan kepalanya, menggigit kecil bibir bawahnya. Dia masih tidak berbalik, air matanya berjatuhan, "Maaf...."
Hanya itu saja yang bisa Starla katakan pada Jean.
╣•𝐓𝐀𝐌𝐀𝐓•╠
KAMU SEDANG MEMBACA
Our World
Fantasy"Kenapa sih takdirnya harus kayak gini?" "Takdir itu nggak salah Starla, cuman dunia kita berbeda ingatlah bahwa aku itu karakter fiksi." "Terus kenapa kamu bisa disini dan hidup layaknya manusia?" Jika sebenarnya dua dunia ini bisa bersatu, Starla...