Sampai di rumah, Endy membuka pintu mobil dan keluar duluan. Irene yang ditinggalkan hanya bisa menghela nafas. Menyusul kepergian anaknya.Di depan rumah Endy berhenti melangkah melihat Joy berada di depan pintu rumah. Joy melirik Endy dan Endy balas menatapnya.
Joy memiliki rasa curiga kala mendengar desisan Endy yang seperti kesakitan. Tetapi ia tidak memiliki bukti apa yang membuatnya seperti itu.
Tatapan Joy teralihkan ke masker yang menutupi setengah wajah Endy. Merasa Joy memiliki perhatian pada benda yang menutupinya.
Endy memecahkan keheningan, "halo aunty Joy." Endy menjentikkan jari di hadapan Joy.
"Halo Endy." Balasnya.
"Lagi apa disini aunty?"
"Pengen ketemu Endy lah, aunty kangen tau."
"Suruh siapa aunty liburan ke luar negeri, gak ngajak aku sama Buna."
"ih aunty enggak liburan, kata siapa liburan. Aunty tuh ada pekerjaan disana."
"Pekerjaan? Akhirnya aunty ada kerjaan jadi gak bakal sering-sering mampir kesini lagi deh."
"Kata siapa aunty bakal jarang kesini, aunty bakal kesini setiap aunty mau ketemu kamu."
"Berarti kalau gak ada aku nanti, tujuan aunty buat kesini apa?"
"Ketemu Buna kan bisa."
"Emang Buna mau ketemu aunty?" Detik ini Joy sedang berusaha menahan rasa haus akan mengantongi anak didepannya dan ia ekspor ke negara lain.
"Ya pastilah mau, masa sahabat sendiri pengen ketemuan tidak mau."
"Bisalah tinggal nolak aunty."
"Ulululu anak ini." Gemas dengan Endy, Joy mencubit kedua pipinya. Aksi itu berhasil membuat Endy menjerit menangis.
"Aggh! Sakit! Huhuhuhu...hiks." Endy memegang sebelah pipinya sambil menangis meringis nyeri akibat rasa sakitnya muncul kembali.
Joy yang melihat reaksi Endy setelah di cubitnya merasa panik dicampur bersalah karena mencubitnya. Joy meraih tubuh Endy untuk di periksa.
Joy berhati-hati mengangkat dagunya untuk menghadapnya. Endy menahan itu agar apa yang ditutupi daritadi tidak menjadi bubur yaitu hancur lebur.
Melihat tingkahnya seperti itu, Joy semakin tidak bisa menahan rasa curiga yang daritadi membenih dalam perasaannya.
Joy dengan cepat meraih tali masker di belakang telinga Endy dan di bukanya masker tersebut. Endy tidak bisa mencegah Joy, ia memejamkan matanya ketakutan menunggu teriakan maut dari mulut Joy.
"AAAKKKHH!!"
Suara teriakan itu berasal dari sampingnya. Endy membuka matanya menoleh dan disana terdapat sosok yang menakutkan membuat dirinya dengan cepat meminta perlindungan Joy yang masih terpaku melihat sebuah tanda bercetak merah dan sekarang sudah sedikit biru keunguan di wajah Endy.
"BAE WENDY! KEMARI!! HADAPI BUNA DAN JELASKAN SEMUANYA!!!" aura kemarahan mengelilingi Irene membuatnya sangat terlihat bukan seperti ibunya di mata Endy.
"A...a...a-aunty tolongin Endy." Endy melempar tatapan sendu pada Joy yang masih terdiam.
Mendengar permohonan Endy, Joy sadar dan langsung mencegah Irene yang ingin mendekati Endy.
"Irene eonnie, aku mohon tenangkan emosimu dulu. Kau tidak ingin anakmu takut padamu kan, kita bicarakan ini didalam ya, tidak enak jika disini." Joy menenangkan Irene.
Melihat Irene sudah sedikit tenang, Joy menggiringnya ke dalam dan membawa Endy dalam gendongannya.
Duduk berhadapan di ruang tengah, Endy berada di pangkuan dan tidak berani menatap ibunya.
Merasa suasana saat ini tegang, Joy membuka suara dan meminta baik-baik Endy untuk menceritakan apa yang terjadi sampai pipinya terluka bahkan memiliki tanda seperti habis tertampar.
"Endy sayang, jelasin ke aunty ada apa dengan pipimu ?hm"
Endy melirik Irene sekali lagi sebelum menjawab. Kedua orang dewasa mengalihkan semua pandangan penuh untuk mendengar jawaban Endy.
"O-oh i-itu..." Endy memulai cerita dengan terbata-bata sampai akhirnya lancar menceritakan kejadian yang terjadi di sekolah tadi.
"Ya ampun sayang, tapi kamu gak ada luka lain selain ini kan?" Cemas Joy setelah mendengar keseluruhan cerita Endy.
"Enggak ada, aunty."
"Syukurlah, tapi bagaimana dengan orang itu?" Pertanyaan Joy merujuk pada anak yang di tolong Endy.
"Mungkin sekarang dia sudah baik-baik saja."
Irene yang sedari tadi hanya diam membatu tanpa ikut bergabung dalam percakapan atau menanyakan hal pada anaknya. Ia memilih diam walau dalam hati merutuki kesalahan yang terjadi pada putrinya. Irene menganggap ini kesalahannya, andaikan pagi tadi ia tidak memilih pergi ke pertemuan itu pasti anaknya tidak mengalami hal seperti ini.
Tanpa sadar dirinya meneteskan air mata. Merasa sangat bersalah kepada anaknya. Hal itu di pandangi Joy melihat Irene yang menyalahkan diri sendiri. Padahal menurutnya ini bukan kesalahannya tetapi memang sudah jalannya.
"Kau tidak perlu merasa bersalah eonnie, lebih baik kau merawat luka Endy, aku tidak akan berlama-lama disini karena ada jadwal pemotretan hari ini, sampai jumpa eonnie,
Dadah Endy sayang." Ujar Joy dan tidak lupa memberi kecupan di dahi Endy sebelum keluar rumah.
Endy di berikan ke pangkuan Irene oleh Joy. Endy di pangkuan Irene merasa agak tidak nyaman karena diamnya sang ibu. Mencoba untuk turun tapi aksi itu di hentikan Irene ketika Irene mengangkatnya dan di bawanya ke kamar dengan salep yang di ambil.
Dan dibaringkannya Endy oleh Irene. Dirinya diam saja menatap Irene yang mengoleskan salep pada pipinya yang terluka. Rasanya menyengat tapi Endy menahan sakit itu.
Irene mengelus pipi putrinya dengan salep. Ia melihat anaknya mengerutkan dahi menahan sakit sambil menggigit bibirnya. Irene menatapnya dengan patah hati melihat pipi bengkaknya.
Irene mengendus di dengar Endy yang langsung memandang ibunya menatap dengan air mata turun bercucuran.
Endy mengulurkan tangannya dan mengusap air mata sang ibu menggunakan ibu jarinya.
"Tenang Buna, luka ini tidak seberapa dengan melihatmu menangis karena aku, tolong Buna berhenti menangis itu sangat menyakitiku, dan jangan berpikir ini kesalahanmu Buna lebih baik kita berpelukan, aku merindukan kehangatanmu Buna."
Mendengar itu Irene mengangguk dan tersenyum.
"Ayo Buna sini! Mari kita berpelukan!"
Irene berbaring di sebelah Endy, Endy menyelusup ke leher ibunya dan berbaring di lengan Irene yang dijadikan bantal.
Irene mengelus surai rambut putrinya sesekali mengecup pelipis Endy. Ia melirik anaknya tertidur pulas memutuskan untuk ikut ke alam mimpi.
Bersambung...
Double up gak nih?
Tunggu ya
KAMU SEDANG MEMBACA
BUNA & ENDY (S1-END S2-END)
Hayran Kurgu"Buna sayang Endy" "Endy juga sayang Buna" ☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️ ☀️Pict: pinterest ☀️Cover edit by: me ☀️ Season 1: END ☀️ Season 2: END ☀️ Edisi ibu dan anak