Part 4

31 10 19
                                    

Hapati mengetuk-ngetuk jemarinya pada meja, uring-uringan memikirkan segala hal yang telah terjadi padanya, seperti benang kusut dalam otaknya.

"Aku ke sekret dulu yah, ada rapat."

"Iya," laki-laki berambut Sinchan itu tersenyum lembut dengan tatapan teduh. "Semangat rapatnya," tambahnya.

"Hmm... Iya. Kamu juga ingat jangan ngerokok!"

"Iya," jawab Hapati sambil menyelipkan anak rambut Tiara ke belakang telinganya.

Tiara merona dan buru-buru pergi, namun Hapati menarik lengan Tiara, menahan gadisnya pergi.

Hapati menatap begitu dalam wajah Tiara. Ia memperhatikan lamat-lamat tiap inci wajah perempuan yang seminggu lalu resmi menjadi pacarnya.

"Maaf," batin Hapati merasa bersalah.

"Maaf gue masih mikirin cewek lain padahal gue punya Lo," kata cowok itu masih dalam hati.

"Apa sih kak? Dilihatin orang tahu." Wajah Tiara benar-benar memerah, dan salah tingkah.

"Nggak kok. Kamu cantik."

"Aku tahu, dah ya, aku udah telat."

"Hmm, daah.."

Tiara berlari pergi meninggalkan Hapati yang mengusap wajahnya kasar.

Cowok berparas seperti aktor Korea Selatan itu termenung, memandang tangan kanannya yang diperban.

"Apa gue salah langkah? Hal yang berusaha gue hindari kenapa tetap terjadi?"

Awalnya .... semuanya baik-baik saja hingga ia menyadari bahwa ia telah jatuh hati pada Elvira saat ia sedang dekat dengan Tiara.

Dilema.

Harus memilih antara Tiara yang peduli padanya dengan Elvira yang selalu sukses membuatnya nyaman bercerita.

Tiara yang sedang menunggu kepastiannya ataukah Elvira yang tak menunjukkan tanda-tanda apapun. Dari awal sudah jelas bahwa Tiara juga menyukainya.

Tapi, perasaan Hapati justru condong pada Elvira. Meski Elvira tak seperhatian Tiara, namun Elvira yang pendiam punya banyak kejutan yang membuat Hapati penasaran, Elvira adalah pendengar hebat yang membuat Hapati nyaman bercerita.

Tapi sejatinya, Hapati just feel truly live when he with Elvira.

"Andai saja, hari itu Lo datang El," cicit Hapati.

"Mungkin semuanya akan berbeda."

"Pilihan gue Tiara, tapi kenapa gue masih berharap kita punya kesempatan El."

"Maafin gue Tiara, gue bajingan."

#flashback on

"Gini bro, Gue kan suka nih sama cewek. Tapi gue bingung cara ngomong ke dia gimana. Gue takut banget setelah ngomong ini ke dia, hubungan gue sama dia jadi renggang. Sumpah gue takut banget, gue nggak mau kehilangan dia," cerita Hapati di dalam warnet. Masih memakai seragam sekolah dengan dua gelas kopi yang tandas.

"Wait. Lo lagi bicarain diri Lo? Tumben, lah biasanya langsung nyosor aja. Lo 'kan ahlinya." Pratama fokus memainkan game, sesekali melirik wajah Hapati.

"CK, kali ini beda. Lo juga tahu sendiri, selama ini gue nggak pernah nembak cewek, cuman dekat-dekat doang. Kayak kali ini gue tuh mau serius-"

"Kalau mau serius tuh dinikahin! Mana ada pacaran serius."

"Sumpah ya. Ngomong sama elu malah nambah beban hidup." Dua bahu Hapati melorot, tak menemukan jalan keluar.

Pratama meletakkan stik PS-nya, menatap kawannya serius.

Kita dalam Kisah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang