Part 12

17 9 5
                                    

El meraih tas lalu mencangklongnya di punggung. Ia berjalan ke luar kamar sambil memegangi pinggangnya yang terasa sangat nyeri. Sejak semalam, cewek itu terus mengeluhkan bagaimana ia merasa amat kelelahan dan meriang.

El telah keluar, kehadiran sang kakak dengan suaminya membuat langkah gadis itu memelan dan kepala ditundukkan. Ia tak mau cari masalah.

"El, naik mobil saya ya!" pinta Surya saat sang istri sedang mengikatkan dasinya.

"Hn?"

"Hn?"

Baik Elvira maupun Raya sama-sama terkejut.

"Kenapa? Biar saya antar kamu ke sekolah."

"Apa sih mas? Tiba-tiba mau nganterin ke sekolah. Nggak usah, nanti kamu telat, dia biasanya juga naik angkot," protes sang istri.

"Iya kak, saya bisa naik angkot kok."

"Nggak papa, sekali-kali saya yang anterin. Kamu juga kasian naik angkot Mulu. Udah sekarang naik, nanti kita telat."

El mengangguk kemudian menatap Raya takut-takut karena kakaknya itu memelototinya. El berjalan keluar lalu masuk ke mobil iparnya.

El merasa ada yang aneh, suami kakaknya akhir-akhir ini sangat baik padanya. Tapi dari awal, Surya memang tak pernah jahat padanya, ia dulu hanya selalu diam saat El dimarahi.

El menggeleng, mengusir semua pikiran negatif di kepalanya, "Mungkin ia cuman iba."

---

El turun dari mobil iparnya, melempar senyum tipis pada pria itu, "makasih kak."

"Sama-sama," katanya sambil mengacak puncak kepala El.

Pupil El melebar atas tindakan tiba-tiba Surya.

"Belajar yang baik, jadi orang sukses biar cepat-cepat pergi dari rumah, kamu benci 'kan tinggal di sana?"

Deg.

Kalimat pria itu seperti tumpukan batu yang menghantam tubuh ringkih El. Ini pertama kalinya, ada seseorang yang paham akan perasaan gadis itu, yang tersiksa bukan main di rumah keluarganya sendiri.

"Pulang sekolah nanti, saya jemput."

El kian melotot, "El bisa pulang sendiri kok kak."

Pria dengan setelan jas rapi itu menggeleng, tak mau dibantah, "nanti saya jemput. Kita bakalan keluar makan malam, bareng Raya dan ibu aku. Jadi kamu tunggu di sini."

Seolah paham, atas segala keterkejutan iparnya itu, Surya merasa perlu menjelaskan, "saya mau keluarga saya lebih akur, El karena saya tahu, saat salah satu dari kita ada yang terluka, kita-kita juga yang akan saling membantu. Kamu paham," jelasnya dengan nada tenang.

El tertegun, merasa menemukan titik terang di tengah kegelapan selama ini, "makasih kak. Makasih banyak," kata cewek itu.

"Hmm, Dah." lambainya pada El yang terpaku di tempat.

Mobil hitam itu akhirnya melaju meninggalkan pekarangan sekolah.

El tersenyum tipis, seperti mendapat kekuatan baru.

---

"Jadi, Elvira sudah cukup bagus, kamu dapat A- ya," kata pak Mul pagi itu di bawah terik matahari, tepat setelah El menyelesaikan praktik dribble bola basket.

Gadis itu tersenyum lebar, senang dengan hasil yang ia dapat.

"Jadi, Hapati sukses ya ngajarin temannya. Besok kamu ke ruang klub basket, bilang ke kaptennya kalau kamu dipilih saya untuk gabung basket! Kamu harus sering ikut latihan, akhir semester bakal ada turnamen!"

Kita dalam Kisah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang