Part 25

11 7 15
                                    

Jemari lentiknya bergerak pelan, mata yang terpejam lama itu perlahan terbuka, mengerjap-ngerjap beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya. El akhirnya siuman dengan kepala yang masih agak pusing.

Raya yang sejak tadi menanti penuh cemas adiknya bangun, langsung terperanjat melihat pergerakan kecil El.

Raya mendekat ke ranjang adiknya, kembali menangis saat adiknya sadarkan diri.

"El, kamu akhirnya sadar dek," isaknya lalu mengusap kepala adiknya lembut.

El shock, merasa ada yang aneh dengan kakaknya, karena biasanya Raya tak pernah memperlakukannya selembut ini.

"Apa ini hanya halusinasi?" batin gadis itu.

"Bentar ya kakak panggilin dokter." Wanita usia tiga puluh tahun itupun keluar ruangan.

El menatap seisi ruangan putih itu, ada beberapa pasien lain yang terbaring lemah sama sepertinya dan bau khas obat-obatan.

Hal terakhir yang El ingat sebelum kehilangan kesadaran adalah ruangan gelap yang menyesakkan serta wajah panik Hapati di luar ruangan. Mungkin Hapati yang menolongnya.

El kembali menatap sekitarnya, matanya melebar saat melihat sebuah piala berdiri tegak di nakas di sampingnya.

"Piala siapa itu?" batin cewek itu namun tak begitu memikirkannya karena Raya dan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisinya.

"Keadaan pasien sudah cukup stabil, mungkin hari ini sudah bisa dipulangkan," kata perawat tersebut.

"Baik, terima kasih ya," ucap Raya.

Perawat tersebut pergi, meninggalkan Raya dan El berada dalam situasi canggung.

"Kamu mau makan buah? Kakak kupasin ya," tawar Raya lalu mengambil apel di atas nakas.

El tersenyum karena perlakuan kakaknya, merasa aneh namun juga senang.

"Kenapa senyum-senyum?" tanya Raya yang sempat melirik adiknya.

"Nggak, senang aja. Kak Raya makasih ya."

"Humm. Yang bawa buah ini temen kamu yang namanya Galaksi. Dia juga bawain kamu piala dan uang hadiah, katanya kamu menang lomba menulis. Juara dua," jelas Raya lalu menyodorkan adiknya sepiring buah yang telah ia potong kecil.

Mata El berbinar-binar karena kegirangan karena memenangkan lomba.

Gadis itu memakan buah apel sambil memandangi piala berwarna emas di nakas, jantung gadis itu berdebar-debar karena senang.

El menelan kunyahannya, tiba-tiba perasaannya menjadi aneh, entah kenapa hidupnya berjalan begitu menyenangkan setelah ia sadar, mimpi-mimpi dan harapannya terwujud padahal kemarin-kemarin hidupnya terasa amat hancur.

Mungkin ini yang Allah SWT. janjikan pada setiap hamba-Nya, selalu ada berkah setelah cobaan. Dan siklus itu akan terus berulang sampai kita dipanggil tuk pulang oleh Yang Maha Kuasa.

---

El sudah ke sekolah lagi, meski kondisinya belum benar-benar baikan.

"El Lo udah sehat? Kok udah ke sekolah? Istirahat di rumah aja dulu El!" Amanda bersuara sesaat setelah El duduk di sampingnya.

El tersenyum tipis, "udah enakan kok."

"Sorry El kemarin nggak jenguk Lo. Rencana hari ini baru mau jenguk tapi Lo udah ke sekolah. Maka dari itu, Manda katanya inisiatif mau traktir kita," ujar Alif yang dibalas pelototan Amanda.

"Kok gue?" sewot cewek itu.

"Traktir lah sekali-kali, semangkok bakso aja gue udah seneng," timpal Alif.

Kita dalam Kisah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang