Part 23

11 7 3
                                    

Saat El diseret pergi keluar kelas, pikiran Hapati kacau. Baginya, situasi yang terjadi sangatlah aneh. Rasanya sangat tidak mungkin, El membawa barang-barang tersebut dalam tasnya. Untuk apa?

Hingga sampai pada titik Hapati tak tahan lagi, cowok itu lantas berlari meninggalkan kelas yang mana pelajaran sedang berlangsung. Cowok itu membolos, berlari cepat.

"Mau ke mana kamu Hapati?" teriak Bu Laila.

"Beli pulpen Bu!!" teriaknya tak begitu peduli.

Nafasnya terengah-engah saat tiba depan ruang BK di mana ia baru saja melihat El masuk ke dalam sana dan pintu ditutup rapat.

Cowok itu celingak-celinguk, mencari cara untuk mendengar pembicaraan mereka. Hingga akhirnya ia kembali berlari menuju belakang ruang BK.

Dan di sanalah Hapati berdiri, mengintip lewat kaca jendela dan mendengar semuanya termasuk tentang Tiara-lah yang memanggil El ke belakang lab komputer dan fakta bahwa El ternyata menjual semua barang terlarang tersebut.

Hapati melangkah mundur, kepalanya sakit memikirkan segala keanehan yang terjadi ditambah rasa khawatirnya akan sanksi yang akan didapatkan El.

---

Raya melangkahkan kaki di koridor sekolah, amarahnya meletup-letup karena harus membuang waktunya ke sekolah adiknya karena El melakukan pelanggaran yang entah apa.

Wanita itu masuk ke ruang BK dan melihat adiknya yang duduk menunduk di depan seorang guru.

"Silakan duduk Bu!"

Raya pun duduk, raut wajahnya jelas jengkel.

"Dia melanggar apa ya pak?"

"Jadi begini Bu, kami menemukan beberapa rokok dan lem dalam tas adik Bu, dan ternyata dia menjual semua barang tersebut meski adik ibu  membantah tuduhan tersebut."

Raya mendengus, memutar bola mata kesal, "jadi kamu dapat uang dari kerja kayak gini?" sentak Raya membuat El terjingat.

"Enggak kak," El menggeleng keras.

"Jadi, maksud ibu, El ini dapat uang memang dari menjual barang-barang tersebut?"

"Saya nggak tahu pak, tapi saya nggak pernah ngasih dia uang tapi dia bisa naik angkot ke sekolah dan lainnya."

"El kerja kak-"

Raya mengingat dendamnya pada sang adik karena gara-gara El, ia kerap kali dipermalukan oleh mertuanya serta dibentak suaminya.

"Hukum saja pak! Supaya dia tahu rasa dan jengah. Karena saya bilangin bagaimanapun dia nggak dengar saya pak. Bapak hukum aja dia terserah bapak. Saya serahkan sama bapak."

"Baiklah Bu, kalau begitu, kami sudah diskusi dengan beberapa guru, maka kami kenai El sanksi pengurangan nilai di setiap mata pelajaran ditambah membersihkan gudang dan kamar mandi selama dua Minggu bersama dengan anak-anak yang membeli jualannya."

El menitikkan air matanya, bahunya bergetar, rasanya sangat sakit saat segala yang kita ucapkan tak dipercayai siapapun.

---

El berdiri di tengah ruangan, memegang sapu, memandangi ruangan yang berdebu, dipenuhi sarang laba-laba serta kertas-kertas yang berserakan.

Gadis itu bertanya-tanya, mengapa jalan takdirnya seperti ini? Seluruh dunia seperti mengutuknya.

Suara derap langkah terdengar, menyadarkan gadis itu dari lamunannya.

Mereka datang, para anak laki-laki yang juga dihukum bersama El. Kurang lebih, mereka ada 7 orang.

Kita dalam Kisah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang