22

1.9K 277 5
                                    

Hari ini Putri dapat jatah lembur. Ia sudah mengabari Amel kalau ia akan pulang terlambat. Tiba-tiba OB mengetuk pintu ruangannya sambil membawa sekotak pizza.

Putri mengerutkan dahi, "Saya nggak pesan pizza, Mas."

Tapi OB itu tetap meletakkan boks itu di meja Putri, "Dari pak Vincent, Mbak."

"Yang lain juga di kasih? Beliau ulang tahun?"

OB itu hanya menggaruk pelipisnya mendengar pertanyaan Putri yang beruntun.

"Saya disuruh nganter ke ruangan Mbak aja, setahu saya cuma Mbak yang lagi lembur, sih."

Putri mengangguk pelan, ia membuka kotak pizza itu. Tampak menggiurkan memang.

"Soal Pak Vincent yang ulang tahun, saya kurang tau, Mbak. Lebih baik ditanyakan saja kepada yang bersangkutan."

Setelah mengantar pizza OB itu pamit undur diri dari ruangan Putri. Tiba-tiba Putri memanggilnya.

"Mas, nggak mau nyicip ini."

OB itu menggeleng pelan, "Nggak usah, Mbak. Makasih."

"Tapi ini kebanyakan, Mas. Saya nggak habis."

Putri memindahkan beberapa potong pizza ke kotak makannya, lalu ia kembali menutup boks pizza dan mengembalikannya memberikannya kepada OB itu. Sebut saja mas Didin.

"Bagi sama pak satpam, ya." Putri berpesan.

Mas Didin menerima dengan sungkan, "Makasih, Mbak."

***

Vincent melihat Didin melewati depan kantornya yang berdinding kaca. Tampak Didin berjalan sambil menenteng boks pizza pemberiannya.

Vincent segera keluar dan memanggil Didin, "Din, sini!"

Didin yang merasa namanya dipanggil oleh sang atasan, tergopoh-gopoh menghampiri, "Iya, Pak?"

"Putri nggak mau pizza?" Tatapan Vincent mengarah ke boks di tangan Didin.

"Oh, ini ... Katanya nggak habis, Pak. Saya dikasih, katanya suruh bagi sama pak satpam."

"Oh." Vincent mengangguk pelan sebelum masuk ke ruangannya lagi.

***

Setelah menyelesaikan pekerjaan pada pukul sembilan, Putri merapikan barangnya dan bersiap pulang.

Saat melewati lobby, ia di sapa oleh pak satpam, sebut saja Dadang. "Mbak Putri, makasih pizza-nya."

Putri hanya mengangguk kecil, "Iya, Pak. Sama-sama."

Di kantornya Putri memang terkenal ramah kepada siapa saja.

Putri mengotak atik ponselnya untuk mencari aplikasi ojek online, tiba-tiba Vincent yang baru saja keluar dari ruangannya menghampiri Putri.

"Mau pulang, Put?" sapa Vincent dengan ramah.

"Eh, iya, Pak." Putri menoleh, kemudian mengangguk dengan ramah.

"Suka pizza-nya?"

"Iya, Pak. Makasih." Putri menjawab seadanya.

"Ayo, pulang bareng saya?" Vincent meninggalkan Putri untuk menuju parkiran, tanpa mengharap jawaban Putri. Sepertinya ia tak menerima penolakan.

"Tapi, Pak ...."

Vincent membalikkan badannya, Putri masih berdiri di tempat semula.

"Ayo, Put. Keburu malam." Vincent melanjutkan jalannya, Putri mengikuti dari belakang sambil berlari kecil. Maklum kaki Vincent panjang, jadi jalannya cepat.

Saat Vincent membuka pintu mobil untuknya, Putri hanya menggaruk pelipisnya, "Sepertinya saya pulang sendiri aja, Pak. Nanti malah merepotkan, lagian kita nggak searah ...."

"Udah malam. Nggak aman kalau kamu pulang sendirian."

Putri tak membantah lagi ucapan Vincent, ia masuk mobil dengan perlahan dan duduk dengan tenang.

"Seat belt-nya, Put." Vincent mengingatkan, Putri buru-buru memakainya.

"Rumah kamu di daerah Cavendish 'kan?" tanya Vincent sembari melajukan mobilnya.

Putri hanya mengangguk, dalam hati ia bertanya, "Dari mana si bos tau? Apa dari HRD?"

"Saya pernah nanya ke pak Felix." Vincent seolah menjelaskan kebingungan Putri. Pak Felix memang kepala HRD.

"Oh." Putri hanya diam, sambil mendengarkan lagu yang lamat-lamat terdengar. Lagu jazz kesukaannya.

"Kok nggak nanya, buat apa saya nanya alamat kamu ke pak Felix?" tanya Vincent tiba-tiba.

Mendengar pertanyaan Vincet, Putri jadi berpikir ... Iya juga, buat apa, ya?

"Kamu nggak peka banget sih, Put?"

***

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang