58

1.1K 178 7
                                    

Dengan tergesa-gesa, Putri bergegas masuk ke dalam rumah. Benar saja, di sofa sedang duduk Nando dan juga mamanya, keduanya sedang terlibat perbincangan yang hangat. Putri hanya bisa memandangi punggung Nando dengan gamang.

"Lah, itu anaknya!" Rima berseru.

Nando segera membalikkan badannya, tampak Putri yang sedang berdiri di samping pintu.

"Bang, kapan datang?" Putri menyapa Nando.

Nando tersenyum melihat Putri ada di hadapannya. Tetapi sedetik kemudian senyumnya luntur, saat ia melihat Vincent menyusul di belakangnya.

Nando memandangi Putri dengan pandangan bingung, ia butuh penjelasan. Putri memahami arti pandangan Nando yang seolah mengatakan. "Kenapa dia bisa ada di sini?"

"Pak Vincent mampir, kebetulan ada kerjaan di Palembang." Putri menjelaskan, berharap Nando percaya.

"Aku ke sini mau jemput kamu." Nando menjelaskan maksud kedatangannya.

Mama Putri menyadari keadaan yang terasa amat canggung. Beliau pamit undur diri, dengan alasan mengurus sesuatu di dapur.

"Put, saya ke dalam dulu." Vincent berpamitan hendak ke kamar, diikuti oleh Jefri.

Nando curiga melihat Vincent yang dengan luwesnya masuk ke dalam rumah, apa pria itu menginap? Nando geram memikirkannya.

Kini hanya ada mereka berdua di dalam ruang tamu kecil itu. Putri diam, ia tau kondisi hati Nando sedang tidak baik-baik saja. Putri siap menerima segala konsekuensinya, ini memang salahnya. Karena tidak jujur sejak awal kepada Nando.

"Sejak kapan dia ada di sini? Kok kamu nggak cerita? Kalian dari mana tadi?" Nando memberondong Putri dengan banyak pertanyaan.

"Dia baru sampai kemarin, aku mau cerita, tapi nggak sempat." Putri beralasan, ia tau ucapannya ini terdengar konyol dan sulit dipercaya.

"Nggak sempat? Semalam kita telponan, tadi pagi juga. Beneran nggak sempat?" tanya Nando sinis.

Hatinya sudah kesal dari pertama melihat kedatangan Vincent di belakang Putri. Niat hati ingin memberi kejutan untuk kekasihnya, malah ia yang terkejut.

"Oke, aku salah. Aku memang nggak mau ngasih tau. Karena ...."

"Karena?"

"Karena ... aku takut kamu marah. Ya kayak gini."

Nando masih mencerna penjelasan Putri. Ia memutuskan untuk menerimanya,  walau setengah hatinya menolak percaya.

"Kamu belum jawab. Tadi kalian dari mana?"

Tenggorokan Putri terasa begitu kering. Kali ini ia tak akan selamat. Nando pasti akan marah besar.

"Mama nyuruh aku nemenin Pak Vincent jalan-jalan."

"Dan kamu mau?" potong Nando.

"Katanya nggak sopan, kalau aku abaikan dia. Gimana juga dia 'kan masih bos aku." Putri menundukkan wajahnya, sambil sibuk memilin ujung kemejanya.

"Sore ini aku balik."

Putri kaget mendengar ucapan Nando. Perjalanan dari Bekasi ke Lampung tidak dekat. Pria itu baru saja sampai beberapa jam yang lalu, dan nanti sore akan kembali?

"Kamu nggak capek di jalan, Bang?"

"Terus aku harus menginap, gitu? Sementara di rumah ini ada bos kamu?"

Nando sengaja memelankan suaranya. Semarah-marahnya dia, ia masih ingat menjaga sopan santun di rumah calon mertuanya. Calon mertua? Ia saja tak yakin akan kelanjutan hubungannya dengan Putri setelah ini.

"Pak Vincent besok balik."

"Aku tetap balik sekarang, Kalau kamu mau balik bareng dia, terserah." Nando berkata dingin.

"Kok terserah? Kamu marah, Bang?"

Nando kesal karena Putri menanyakan hal yang susah jelas.

"Kalau aku marah, pantas nggak?" Nando bertanya balik.

Putri diam, ia sadar ini semua kesalahannya. Wajar kalau Nando marah, pria itu merasa dibohongi.

"Oke, aku kembali sekarang, sama kamu." Putri memutuskan, sebenarnya ia ingin lebih lama tinggal di kampungnya. Ini semua gara-gara Vincent.

"Nggak usah, kamu di sini aja, temenin bos kamu itu. Nggak sopan kalau kamu ninggalin dia sendiri." Nando sengaja menyindir Putri.

Ucapan Nando ada benarnya, tak mungkin ia mengusir Vincent begitu saja. Lagipula mamanya pasti akan bertanya ini dan itu. Kenapa dia mempercepat kepulangannya, apa karena ia dan Nando bertengkar, dan sebagainya ....

"Nanti kamu marah?" Putri merajuk.

"Aku marah apa nggak, itu nggak penting. Memang apa artinya aku. Kamu aja nggak berniat mengenalkan aku sama orang tua kamu."

***

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang