60

1.3K 161 6
                                    

Vincent memaksa mengantar Putri sampai ke apartemennya. Padahal gadis itu sudah menolak keras.

"Perlu saya bawakan kopernya ke atas?" Vincent membantu Putri yang kesusahan menurunkan kopernya.

"Nggak usah, Bapak balik aja. Makasih udah nganterin, walau saya nggak minta."

Vincent tersenyum tulus sambil mengangguk pelan, saat ia bersiap masuk ke mobilnya, Putri menghentikannya.

"Soal janji yang tadi, Bapak jangan mangkir, ya?" Putri mengingatkan lagi. Vincent mengangguk lagi, setelah itu ia melajukan mobilnya meninggalkan pelataran apartemen Putri.

"Makasih ya Allah, akhirnya hamba bebas." Putri mengelus dada. Dengan tergesa-gesa ia menuju kamarnya, ia ingin segera menemui Nando. Dari semalam pria itu tak mengangkat telepon darinya.

Dengan ragu ia mengetuk pintu kamar Ben. Untuk beberapa saat menunggu, tak ada yang membuka pintu. Mungkin kedua penghuni unit itu masih bekerja.

Ketika hendak membalikkan badannya, tiba-tiba pintu terbuka. Ben keluar dengan memakai celemek.

"Elo, Put? Sorry gue tadi lagi masak." Ben membuka pintu lebar, mempersilahkan Putri untuk masuk.

"Eh, nggak papa, Bang." Putri merasa canggung, ini pertama kalinya ia mengetuk pintu unit Ben.

"Nyari Nando, ya?" tanya Ben, sengaja berbasa-basi. Tentu saja Putri mencari Nando, mana mungkin mencari dirinya.

"Belum pulang ya, Bang?" Putri sempat melihat sekilas ke dalam ruang tamu Ben.

"Dari kemarin pulang ke rumah orang tuanya," jawab Ben sambil tersenyum. Dasar Nando, pasti mereka sedang ada konflik, Ben memaki dalam hati.

"Ya udah, Bang. Putri ke kamar dulu. Ini ada sedikit oleh-oleh dari kampung." Putri mengambil sebuah makanan kering dari dalam kopernya. Sotong kering.

Ben menerimanya dengan senang hati, "Wah, makasih loh. Repot-repot segala. Jadi enak nih."

***

Masuk ke kamar, Putri segera disambut oleh teman sekamarnya, Amel. Gadis itu sedang asyik nonton drakor, tak lupa ditemani ramen yang direbus dalam panci kuningan khas Korea. Biar lebih menghayati katanya.

"Akhirnya lo pulang juga. Tau nggak? Gue kesepian banget sendiri tanpa lo." Amel membantu Putri meng-unboxing bawaannya.

Setelah menyisihkan beberapa makanan kering sebagai oleh-oleh untuk keluarga Nando, Putri berpamitan kepada Amel. Ia hendak pergi ke rumah Nando.

"Apa nggak bisa besok aja perginya? Memangnya lo nggak capek?" cegah Amel.

"Nggak papa, gue perginya sekarang aja." Putri bersikeras.

"Iya, gue tau, lo kangen sama dia. Tapi 'kan ...."

"Gue pergi." Putri bergegas turun ke bawah, setelah sopir taksi online yang dipesannya menghubunginya.

***

"Loh, ada siapa ini?" Nayla menyambut kedatangan Putri dengan ramah. Ia mencium kedua pipi Putri dengan sayang. Nayla sudah menganggap Putri sebagai anaknya sendiri. Kebetulan ia tak punya anak perempuan.

"Ini ada sedikit oleh-oleh dari kampung, Ma." Putri memberikan kantong plastik yang dibawanya.

"Aduh! Makasih, loh, ya. Pakai repot-repot segala. Ayo masuk. Mama panggilin Nando sebentar."

Nayla mempersilahkan Putri masuk ke ruang tamu, kemudian ia segera naik ke kamar Nando.

"Tuh pacarmu datang. Buruan bangun. Sampai segitunya kalau kangen, dari kemarin nggak makan, nggak mandi, bucin deh." Nayla menyingkap selimut Nando. Dengan malas Nando bangun dan ikut turun bersama mamanya.

"Nih, anaknya. Dari kemarin nggak makan, nggak mandi, kena sindrom kangen kayaknya. Mama tinggal ke belakang dulu, ya?"

Nando malu mendengar ucapan mamanya. Senang sekali meroasting anak, heran deh.

Putri mengangguk pelan ke arah Nando. Dengan malas Nando duduk di depan Putri. "Kenapa kesini?"

Nada bicara Nando terdengar amat datar, membuat Putri merasa sangat sedih. "Kamu nggak makan, Bang? Kata mama, dari kemarin kamu nggak mau makan? Kalau sakit gimana?"

"Biarin sakit. Udah susah-susah bayar BPJS, masa nggak sakit, rugi dong." Nando menjawab cuek. Putri tau, pria itu masih dalam mode merajuk.

"Aku ambilkan, ya." Putri segera beranjak ke dapur, menyusul Nayla. Tiba-tiba Nando mencegahnya.

"Nggak usah, aku lagi nggak nafsu makan."

Putri mulai jengkel dengan sikap Nando yang kekankan. "Kamu masih marah sama aku, Bang? Aku 'kan udah minta maaf, udah jelasin juga. Masa kamu nggak percaya, sih?"

"Makan, ya." Putri membujuk lagi.

"Nggak usah sok perhatian. Kamu gini juga sama bos kamu itu?" Nando semakin menyulut emosi Putri.

"Kok kamu ngomong gitu, sih, Bang? Aku dari kemarin udah ngalah lho. Aku udah minta maaf, apa itu masih nggak cukup? Terserah kamu lah. Aku capek jelasin ke kamu. Aku pulang aja, sepertinya kamu nggak senang aku datang ke sini. Aku bela-belain langsung ke sini lho, sebenarnya aku masih capek. Aku baru aja sampai dari kampung. Kamu hargain kek ...."

"Aku nggak nyuruh kamu datang ke sini, ya." Nando memotong ucapan Putri.

"Oh, oke. Fine. Aku pulang." Putri bangkit dari duduknya, bertepatan dengan Nayla yang datang dengan membawakan minuman.

"Lho, mau ke mana?" Nayla heran melihat wajah Putri yang memerah, seperti menahan tangis. Wajah Nando tak jauh berbeda, masam. Nayla jadi curiga, kedua anak itu baru saja bertengkar.

"Putri balik dulu, Ma. Udah sore, sebentar lagi hujan." Putri berpamitan dengan Nayla.

"Do, anterin Putri." Nayla kesal karena Nando seperti membiarkan Putri pergi begitu saja, tanpa ada niatan mencegah.

"Do!"

"Nggak papa, Ma. Putri naik taksi online aja." Putri segera keluar dari rumah Nando dengan tergesa-gesa.

"Nando! Itu pacar kamu ngambek, kejar kek, rayu kek. Masa pulang sendirian dibiarin aja?"

"Orang dia sendiri yang mau. Bukan aku yang ngusir."

"Anak ini!" Dengan kesal Nayla menjewer telinga Nando.

"Aw, sakit, Ma!"

Diluar Putri berpapasan dengan Nathan yang baru pulang kerja. "Mau pulang, Put?" sapa Nathan.

"Iya, Bang." Putri menjawab dengan sungkan.

Putri bersiap memanggil ojek online. Nathan yang masih menunggu di sampingnya jadi heran.

"Lho, nggak diantar Nando?" tanya Nathan sambil melongok ke dalam rumah. Mencari keberadaan adiknya.

"Nggak, Bang. Kayaknya dia lagi nggak enak badan." Putri malu ketauan bertengkar dengan Nando.

Nathan paham, kalau Nando dan Putri sedang ada masalah.

"Ayo, sini. Gue aja yang antar." Nathan menyuruh Putri masuk ke mobilnya.

***




Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang