72

1.1K 156 2
                                    

Sesampainya di rumah, setelah mengantar Putri pulang ke apartemen, Nando segera menghampiri Nayla yang sedang menonton TV seorang diri.

Dengan manja Nando tidur di pangkuan sang mama. Nayla segera mengelus kepala anak kesayangannya itu.

"Ma, aku boleh nanya?" Nando membuka percakapan.

Nayla paham, kalau sedang dalam mode manja begini. Biasanya puteranya ini sedang ada maunya.

"Nanya apa?"

"Dulu, waktu menikah dengan papa ... uangnya habis berapa?" Nando bertanya dengan polosnya.

Wajah Nayla memerah mendengar pertanyaan Nando. "Mana mama tau. Dulu kami nikahnya masih SMA. Yang biayain semua orang tua kami."

Mendengar jawaban Nayla, Nando seolah mendapat angin segar. "Jadi, kalau besok aku mau nikah. Mama papa dong yang menjadi penyandang dana-nya?"

Nando mengangkat kedua alisnya sambil cengengesan.

Tiba-tiba Bisma muncul dari belakang. "Enak aja! Pakai uang kamu sendiri lah. Papa udah capek biayain kamu dari kecil hingga kuliah. Tugas Papa udah selesai."

Nando cemberut mendengar perkataan papanya. "Pa, jadi orang tua itu jangan pelit kenapa? Uang Papa 'kan banyak. Mau diapakan uang sebanyak itu?"

"Terserah Papa, dong. Uang itu 'kan Papa yang nyari. Makanya kamu jadi laki-laki harus rajin kerja. Biar ada pencapaian dalam hidup kamu." Bisma menjawab ketus.

"Bukannya Nando malas, Pa. Bukannya udah tugas orang tua, nyari uang untuk anaknya. Kalau Nando nyari uang sendiri, itu namanya nggak bersyukur bin maruk." Nando beralasan. Tentu saja Bisma semakin kesal mendengar ucapan Nando.

"Alesan kamu aja. Memangnya ada perempuan yang mau menikah dengan pria madesu seperti kamu?" Bisma meremehkan Nando.

"Banyak, Pa. Perempuan jaman sekarang mandiri, bisa cari uang sendiri. Nggak mau menggantungkan hidup sama laki-laki."

Bisma segera memotong ucapan Nando. "Iya, perempuan seperti itu memang ada. Tapi tipenya bukan cowok seperti kamu. Biasanya wanita model begitu nyari pria yang lebih mapan lagi atau minimal setara dengan dirinya. Papa berani bertaruh. Kalau enggak, Papa belikan kamu teh pucuk sama ulat-ulatnya sekalian."

Nando diam mendengar ucapan papanya yang menohok. Memang ada benarnya apa yang dikatakan Bisma. Mungkin di dunia ini hanya Putri yang mau berada di sisinya.

"Kalau memang ada wanita yang mau nerima kamu, nikahi dia secepatnya. Keburu dia insyaf." Bisma menambahkan.

"Modalnya, Pa?" tanya Nando lagi.

"Itulah makanya, Do. Dari dulu Papa selalu nyuruh kamu kerja keras. Contoh kakakmu, Nathan. Dia mau nikah nggak ada 'tuh sepeserpun pakai duit Papa." Bisma memuji Nathan dengan bangga.

"Sekarang Nando 'kan udah kerja, Pa. Jangan ngeremehin dia terus lah." Nayla membela putera kesayangannya.

"Memangnya berapa tabungan kamu, Do? Kalau kurang nanti Papa tambahin. Tapi jangan banyak-banyak."

Nando tampak berpikir keras, ia mengingat gaji terakhirnya yang sudah ludes untuk membeli PC terbaru agar kegiatan main gamenya bisa semakin lancar jaya.

"Nggak ada, Pa."

Bisma menggeleng sambil mengelus dada mendengar penuturan puteranya. "Ya Allah, Do. Udah tau gitu, masih nekat mau nikahin anak orang. Minimal kamu siapin buat mas kawin kek. Terus, rencananya setelah menikah kamu mau tinggal di mana?"

"Kan rumah Papa masih lega?" Nando berkata dengan entengnya.

"Iya, Pa. Biar Nando tinggal di sini. Biar Mama ada temennya. Setelah nikah Nathan 'kan mau tinggal di apartemen?"

Nayla berkata dengan antusias. Terbayang sudah keseruan tinggal berdua dengan menantu perempuan. Ia sudah bosan tinggal bersama tiga pria di rumah. Kelak ia bisa masak bersama dengan menantu, ke pasar berdua, melipat baju berdua. Mengasuh cucu ... senangnya.

Bisma melirik istrinya, memberi kode agar diam. Ia kurang senang dengan sikap Nayla yang selalu membela Nando.

"Kami nggak keberatan kalau kamu mau tinggal di sini, Do. Masalahnya, apa istrimu nanti mau?" tanya Bisma.

Nando tampak berpikir sebentar. "Ya harus mau dong, Pa. Bukannya kewajiban istri, mengikuti kemanapun suaminya pergi?"

Bisma menghela nafas berat. Sepertinya puteranya ini belum mengerti hakikat hidup berumah tangga.

"Jadi laki-laki jangan otoriter, Do. Kamu perlu tau juga, apa maunya istri. Jangan memikirkan diri kamu sendiri." Bisma menasihati Nando.

"Nanti aku tanya sama Putri dulu." Nando berkata dengan percaya diri.

"Mamangnya dia udah mantap mau menikah dengan kamu?" Bisma memastikan lagi.

"Belum." Nando menjawab polos.

"Ya Allah, Do. Jadi, dari tadi kamu cuma ngajak Papa diskusi tentang sesuatu yang masih sebatas wacana?" Bisma kesal dan hampir saja menjitak kepala Nando. Untung Nayla sigap mengamankan. Sekarang Nando bersembunyi di ketiak mamanya.

Dengan kesal Bisma bangkit dari duduknya, Nayla segera mencegah. "Mau kemana, Pa? Ini urusan Nando belum selesai."

"Papa mau ngurusin burung, Ma. Lebih berfaedah daripada ngurusin anak ini." Bisma mendengus kasar.

"Ma, gimana nasib Nando?" Nando berkata dengan manja. Seperti bocah yang minta kinderjoy ketika diajak mamanya belanja di minimarket.

Nayla memeluk Nando dengan sayang. "Udah, kamu tenang aja. Semua uang Papa, Mama yang pegang. Mama yang akan urus semuanya."

"Makasih, Mamaku sayang." Nando mencium pipi Nayla.

Kalau Bisma sampai tau tentang percakapan mereka, pasti pria itu akan berubah menjadi Hulk.

***

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang