69

1.1K 150 3
                                    

"Kamu?"

Vincent tak membalas pertanyaan Nando. Ia berdehem sedikit sambil menoleh ke arah kamar mandi. "Putri lagi di kamar mandi, masuk saja."

Nando tersenyum sinis, ucapan Vincent barusan seolah dia tuan rumahnya. Nando mengambil duduk di sofa agak jauh dari tempat Vincent duduk. Kedua orang itu duduk berseberangan. Keduanya diam, tak ada yang mau repot-repot membuka percakapan.

Putri keluar dari kamar mandi, ia kaget melihat Nando sudah berada di dalam apartemennya. "Ada yang kelupaan?"

Serentak kedua pria itu menoleh ke arah Putri. "Nggak ada. Cuma mau sampein pesen mama. Katanya kotak makannya nggak usah dibalikin." Nando berkata dengan nada datar.

Saat itu Putri tau, bahwa sebentar lagi akan ada pertengkaran selanjutnya. Padahal mereka baru saja berbaikan beberapa jam yang lalu.

Untung saja Vincent cukup tau diri. Pria itu memutuskan berpamitan dengan alasan ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Putri mengantar pria itu ke pintu. Sementara Nando masih tertinggal di dalam.

Setelah Vincent pergi, Putri segera menghampiri Nando. Ia duduk bersebelahan dengan pria itu. Nando masih diam, menunggu penjelasan dari Putri.

"Dia datang mau nanyain kerjaan." Putri melirik ke arah parcel buah di atas meja makan. Jangan sampai Nando menyadari kalau sebagai atasan Vincent terlalu perhatian. Karyawan tidak masuk sehari saja langsung ditengok.

"Hm." 

Nando hanya menanggapi singkat. Sebenarnya masih banyak keluhan yang mau ia sampaikan. Seperti kenapa Putri seenaknya saja memasukkan atasnya ke apartemen. Kalaupun ada masalah pekerjaan yang perlu dibahas, kan bisa di kantor. Perusahan tak akan rata dengan tanah ditinggal Putri ijin satu hari.

Melihat gelagat Nando yang seperti masih merajuk, Putri berdecak pelan. "Pasti ngambek lagi."

Tanpa sadar Nando menjawab. "Jelaslah. Orang aku aja ngantar kamu cukup sampai pintu depan. Lah dia, malah kamu bawa masuk."

Putri segera membela diri. "Kan nggak sopan, dia atasan aku loh. Masa aku ajak bicara di depan pintu seperti kurir paket."

Nando menanggapi ucapan Putri dengan emosi. "Jadi aku kurir paket?"

Putri memijat pelipisnya karena salah bicara. Ia yakin apapun yang ia katakan berpotensi menyinggung perasaan Nando. "Kamu pulang aja. Besok kita bicara lagi."

Nando merasa Putri seolah mengusirnya. "Jadi aku diusir?"

Putri bingung harus bicara dengan bahasa apa agar Nando tidak tersinggung. Kadang-kadang pria ini lebih sensitif daripada wanita yang sedang datang bulan.

"Aku mau selesaikan kerjaan. Besok kita jalan. Sekalian bahas masalah ini, bisa?" Putri mengharapkan sedikit pengertian dari Nando.

Akhirnya Nando bersedia mengalah. Ia berjalan ke arah pintu diikuti Putri di belakangnya.

Nando masih sempat berpesan. "Jangan lupa kunci pintu."

Putri mengangguk mengerti. Nando berat ingin meninggalkan Putri.

"Apa nggak mau ditemenin ngerjain tugas?" tawar Nando.

"Nggak usah, pulang aja. Nanti kamu ngambek karena aku cuekin."

"Tapi ...."

Tiba-tiba Amel baru pulang dari kuliah. Gadis itu memang sedang mengambil program S3, maklum orang tuanya kaya.

"Eh, ngapain kalian dua-duaan di kamar?"

Putri dan Nando hanya saling pandang. Mereka menonton drama Amel dengan pandangan datar. Gadis itu memang senang berperan jadi camer galak.

"Kalau mau maksiat jangan di sini, ya! Pergi aja ke Oyo."

Putri melotot mendengar ucapan absurd Amel. "Sembarangan lo, Mel!"

***

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang