101

1.3K 165 1
                                    

"Do cepat datang ke rumah sakit, Putri sedang dirawat."

Pesan Nathan membuat Nando seketika panik. Rumah sakit? Apa yang terjadi? Tanpa berpikir panjang, Nando segera memacu motornya menuju rumah sakit.

Di sana telah berkumpul mama, papanya dan juga Nathan. Mereka semua menatap dingin ke arahnya.

Nayla tidak sabar menunggu Nando menghampirinya, ia segera berjalan ke arah Nando sambil marah-marah.

"Dasar anak nggak tau diri! Kamu apain istrimu sampai pingsan gitu?"

"Dia pingsan, Ma?" Nando bertanya bagai orang bodoh.

"Iya! Tadi sepulang kerja Nathan ketemu dia di jalan. Lagi nunggu bis di halte." Nayla bicara dengan berapi-api. "Dia pingsan, langsung di bawa Nathan ke rumah sakit. Untung yang menemukan kakak kamu, kalau orang jahat gimana?" kata Nayla dengan berurai air mata.

Nando diam, tak tau harus menjawab apa. Ini semua memang kesalahannya. "Dia tadi datang ke kantor Nando, Ma."

"Makanya, kalau istri lagi hamil muda itu dijaga. Jangan boleh keluar sendiri kayak gitu."

Nando belum bisa menangkap maksud pembicaraan mamanya. "Hamil? Siapa yang hamil, Ma?"

"Ya istri kamu, pea!" Nayla memukul lengan Nando dengan kesal.

"Hamil sama siapa?" Nando bertanya dengan bodoh, kesadarannya masih belum terkumpul. Ia kaget mendengar kabar dari mamanya.

"Ya hamil sama kamulah, memangnya siapa yang nidurin dia tiap malem, kalau bukan kamu?"

Nando masih berusaha mencerna ucapan mamanya. "Ini maksudnya Putri hamil, gitu?"

"Au ah gelap!"

Nayla meninggalkan Nando untuk masuk ke ruangan Putri. Nando hendak ikut masuk, tapi ditahan oleh Nayla.

"Katanya dia nggak mau ketemu kamu dulu." cegah Nayla.

"Tapi, Ma ... Nando 'kan suaminya. Investor bayi yang ada di kandungan Putri." Nando bersikeras ingin ikut masuk.

"Jangan maksa. Ini demi kebaikan istri kamu." Nayla menutup pintu, meninggalkan Nando yang berdiri kaku di depan pintu.

"Makanya, kalau punya istri itu dijaga. Bisanya cuma menghamili saja!" Bisma ikut memarahi Nando. Kemudian pria itu pergi ke kantin untuk mengisi perutnya. Sejak pulang kerja, ia belum makan siang, Nayla langsung mengajaknya ke rumah sakit untuk menunggui Putri.

"Bang, makasih." Nando berterima kasih kepada Nathan.

"Sama-sama, Do. Lain kali jangan sampai terulang. Bahaya, Do. Jangan biarin dia keluar sendiri," pesan Nathan.

"Gue juga baru tau kalau dia hamil, Bang."

"Lah, kok gitu?"

Nando mengangkat bahu, ia duduk di kursi ruang tunggu, sambil sesekali melihat ke arah kamar Putri. Ia ingin tau keadaan Putri.

"Istri lo nggak papa. Tadi dokter bilang, besok udah bisa pulang." Nathan menyodorkan rokok untuk Nando. Mereka pun merokok bersama.

"Do, bagi tips dong."

"Hah? Tips apa?" Nando bertanya bingung.

"Itu, tips gimana caranya istri lo cepat hamil." Nathan merasa iri karena Nando akan menjadi Bapak terlebih dahulu.

"Nggak ada tipisnya. Cuma rajin bercocok tanam aja."

Nathan tak percaya begitu saja dengan jawaban Nando. "Elah, Do. Pelit amat sama Abang lo. Bagi tips kenapa? Gue 'kan juga pingin istri gue cepat hamil. Biar mama seneng." Nathan masih berusaha merayu Nando.

"Udah dibilang nggak ada tipsnya. Mana gue tau kalau istri gue bakalan hamil secepat ini. Tapi gue seneng, kebayang bentar lagi gue punya mainan yang bisa gue mainin." Nando membayangkan hari-hari kedepannya bersama keluarga kecilnya.

"Anak lo bukan lego, Do." Nathan menoyor kepala Nando.

***

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang