82

1.1K 147 10
                                    

Mendengar kabar kalau kekasihnya sakit, Nando bergegas ke apartemen Putri setelah pulang kerja, ia tak sempat menukar kemejanya terlebih dahulu.

Di jalan ia sudah membelikan Putri obat dan juga buah-buahan. Tak ketinggalan kue pukis kesukaan Putri.

"Kenapa bisa sakit lagi? Pasti karena kecapekan kerja deh. Makanya, Put. Kamu itu jangan terlalu diforsir kerjanya. Perhatikan juga batas kesanggupan kamu. Kalau kamu sakit, kan makin ribet jadinya. Kerjaan kamu malah jadi terbengkalai." Nando malah mengomel tanpa henti.

"Berisik."

Putri terkekeh sambil memeriksa bawanan Nando yang begitu banyak. Seperti hendak menjenguk orang yang opname di rumah sakit saja.

"Apa yang lucu, hm? Aku dari tadi di kantor kepikiran terus. Kalau nggak ada meeting penting, pasti aku langsung ijin pulang." Nando mengambil alih apel dan pisau yang dipegang Putri. Ia mulai mengupas apel itu dengan telaten.

"Cuma migren biasa. Penyakit langganan. Istirahat sedikit juga sembuh."

Putri menopang dagu, memperhatikan Nando yang sedang mengupas apel untuknya.

"Malam ini kamu tidur di rumah mama," kata Nando sambil menyuapkan sepotong apel. Putri membuka mulutnya.

"Nggak perlu, aku di sini aja. Besok juga Amel balik." Putri menjawab sambil kewalahan mengunyah apel dalam potongan besar itu.

Amel memang pulang ke rumah orang tuanya sejak beberapa hari yang lalu. Gadis itu mengatakan akan kembali besok, paling lambat lusa.

"Kalau dikasih tau, sekali-kali nurut kenapa, sih? Kalau kamu nggak mau tidur di rumah mama, biar aku yang tidur di sini." Nando menawarkan dua hal yang sama-sama tak disukai oleh Putri.

"Nggak usah lebay deh," ujar Putri, sembari menolak suapan kedua dari Nando. Perutnya teras begah.

Nando mengangkat alisnya. "Menurut kamu perhatian dari aku lebay? Kamu nggak suka aku perhatikan?"

"Suka ... tapi terlalu berlebihan aja. Kemanisan. Bikin aku sakit gigi." Putri berusaha mengajak Nando bercanda, tapi pria itu tidak ikut tertawa bersamanya.

"Aku gini, karena aku khawatir sama kamu. Di sini kamu sendirian. Dalam keadaan sakit. Mana bisa aku tenang aja, enak-enak tidur di rumah?"

Putri berusaha membujuk Nando. "Pulang aja. Aku udah agak mendingan, abis minum obat juga. Pulang, yah?"

Nando mengangkat alisnya. "Kamu ngusir aku?"

Putri menggaruk pelipisnya, sepertinya apapun yang dikatakannya salah. Ia cuma ingin sendiri. Itu saja.

Putri belum siap berkeluh kesah kepada Nando. Walaupun pria itu berstatus sebagai kekasihnya. Memang bukan kebiasaannya berkeluh kesah kepada orang lain. Putri lebih suka menyimpan masalah untuk dirinya sendiri.

"Ya udah, ambilkan bantal di kamar." Putri menyerah dengan sifat keras kepala Nando. Terserah kalau pria itu mau bertahan di sini. Saat ini Putri hanya ingin rebahan.

"Apa nggak tidur di kamar aja?"

Putri mengerutkan dahi mendengar pertanyaan Nando. "Maksud kamu, aku tidur di kamar, lalu kamu ikut masuk ke dalam juga, gitu?"

Nando mengangkat bahu, ia tau Putri telah menolak idenya. Kadang ia merasa kalau Putri itu terlalu kolot untuk ukuran gadis jaman sekarang. Seharusnya kalau tidur sekamar 'kan nggak ada masalah, selagi tidak melakukan aktivitas yang 'iya-iya'.

Tapi sayangnya gadis itu terlalu teguh dengan prinsipnya. Ia lebih suka mengajak Nando pacaran di luar rumah, ketimbang di apartemen. Kecuali sedang hujan, itupun Putri akan segera menyuruh Nando pulang, saat sudah jam 9 malam.

Nando mengambil bantal dan selimut untuk Putri. Gadis itu segera membaringkan tubuhnya di sofa.

"Beneran nggak mau pulang?" tanya Putri lagi, sekedar memastikan.

"Nanti aja, kalau kamu sudah tidur." Nando tetap keras kepala. Pria itu malah berjalan ke arah toilet untuk mencuci muka.

Putri menyerah menghadapi sikap keras kepala pria itu. Ia ingin segera istirahat, matanya terasa amat berat. Mungkin pengaruh obat yang baru saja diminumnya.

Tak berapa lama, ia pun jatuh tertidur. Nando yang baru saja keluar dari toilet, tersenyum melihat Putri yang telah terlelap dengan wajah polosnya.

Nando melonggarkan dasinya. Ia juga menggulung setengah lengan kemejanya. Ia berjalan mendekati Putri. Ia mengamati wajah gadis itu. Tampak sangat polos, bagai bayi yang sedang tertidur. Terdengar dengkuran halus dari bibirnya yang setengah terbuka.

Cukup lama Nando mengamati wajah Putri. Apalagi di bagian bibir. Sepertinya icip-icip sedikit tidak apa. Nando sungguh penasaran, bagaimana rasanya. Selama beberapa bulan menjalin hubungan, skinship paling dekat yang mereka lakukan hanya sebatas pegangan tangan. Itupun tak pernah lama, hanya ketika sedang kebetulan menyebrang jalan.

Kadang Nando kesal dengan sikap Putri yang terlalu jual mahal padanya. Lain sekali dengan pacar-pacar Nando yang terdahulu.

Putri memang tipe gadis yang memegang prinsip kuat dalam hidupnya. Ia tak mau sembarangan dipegang oleh lawan jenisnya, apalagi yang cuma berstatus sebagai pacar. Hidup di kota besar harus bisa menjaga diri sendiri. Jangan sampai mencoreng nama keluarga dengan melakukan pergaulan bebas.

Itulah sebabnya mantan kekasihnya, Amar, berselingkuh dengan wanita lain. Putri amat marah dan kecewa mendengar pembelaan pria itu.

Andai kamu mau mengerti 'kebutuhan' aku, Put. Pasti aku tidak akan berselingkuh dengan wanita lain ....

Tentu saja Putri tak dapat mentolerir alasan semacam itu. Baginya, laki-laki tukang selingkuh seperti Amar adalah jenis pria yang harus ia coret dari daftar kandidat calon suaminya. Belum jadi suami saja sudah berani berselingkuh.

Nando duduk di karpet, ia menyandarkan punggungnya di kaki sofa. Ia mengamati Putri dari samping.

Ponsel Putri yang ada di atas meja menarik perhatiannya. Beberapa kali layar ponsel yang dalam keadaan silent itu menyala. Menampilkan identitas pemanggilnya.

Vincent calling ....

Nando memilih mengabaikan panggilan itu. Hingga Vincent menyerah untuk menghubungi Putri.

Nando menghela nafas, ingin rasanya memeriksa ponsel Putri. Ia ingin tau apa isi ponsel kekasihnya itu.

Nando mengurungkan niatnya. Ia yakin Putri akan marah jika ia nekat melakukannya. Ia telah memutuskan untuk mempercayai Putri. Apapun yang terjadi.

Lama berpikir, akhirnya Nando pun tertidur lelap. Ia tak tau, berapa lama ia tertidur. Ia terbangun karena ada seseorang yang menarik kerah bajunya. Sedetik kemudian, ia merasa perih di ujung bibirnya. Sobek, berdarah juga.

Seseorang telah menonjoknya!

***

Siapa yang ngegebukin Nando hayo? Dijamin jawabannya nggak ada yang benar hehe ....

Lapak ini akan selalu dengan plot twist 😁

Cinta Modal DengkulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang