GR : 19

1.2K 64 0
                                    

Salah satu impian seorang Andriko Gerard Fernando adalah mengibarkan bendera pusaka di Istana Negara.

Suatu kebanggaan dan kehormatan bagi Gerard jika dirinya bisa ikut andil dalam pengibaran tersebut.

Namun sepertinya itu hanyalah sebuah mimpi yang takkan pernah bisa Gerard capai. Kesempatan pengibaran disana hanya untuk SMA/SMK. Sedangkan sebentar lagi dia akan lulus dan tidak memungkinkan untuk dia ikut.

Paskibra nya hanya sampai tingkat kabupaten tapi tidak untuk nasional.

“Ada yang mau nerusin impian gue?” tanya Gerard tiba-tiba pada adik tingkatan.

Kini Gerard sedang berada di sekolah lamanya, yakni SMP BAKTI HUSADA. Yak, dia sedang berkunjung kesana karena panggilan dari kepala sekolahnya sendiri.

Posisinya mereka sedang beristirahat dilapangan, duduk namun tetap berbaris. Gerard yang duduk berhadapan dengan mereka dan Ife yang ikut serta duduk disamping Gerard.

Ya. Tadinya Ife menolak saat diajak Gerard berkunjung, tetapi Gerard memaksa. Jika Gerard sudah memaksa seperti itu apa boleh buat?

“Apa, Bang?” tanya si cowok berambut kriting dengan kulit sedikit gelap namun begitu manis, panggil saja Kana.

“Ikut pengibaran di Istana Negara,” jawab Gerard. Ife yang mendengar itu langsung menoleh pada Gerard.

“Waduh ... Berat yah, Bang,” sahut Kana lagi.

Gerard menyunggingkan senyumnya miring. “Lo bisa kalo lo berusaha.”

“Iya sih, tapi kayaknya nggak mungkin aja gitu. Dari 34 Provinsi, 514 Kabupaten, 7.230 Kecamatan di Indonesia, dan yang hanya dipilih paling satu sampai lima disetiap provinsi. Berat banget saingannya. Kita mah nggak ada apa-apa nya,” jawab Kana lagi.

Kana ini bisa disebut masih sangat junior, apalagi dia baru masuk dan kelas 7, dan katanya dia murid pindahan.

“Ikut seleksi Paskibra kecamatan, Paskibra kabupaten. Kalo udah kabupaten lo bisa ikut seleksi tingkat nasional, ajuin itu ke pelatih kalian kalo bisa langsung ke kepala sekolah. Bilang kalo gue yang nyuruh,” jelas Gerard.

Sebenarnya pelatih Paskibra tadi sempat hadir, namun karena ada keperluan mendadak yang penting dan begitu mendesak, alhasil dia izin pergi terlebih dahulu.

Ife melihat arlojinya, ternyata waktu sudah begitu sore, Ife dan Gerard masih menggunakan seragam sekolahnya.

“Udah belom?” tanya Ife berbisik. Gerard menoleh, bukan menjawab dia malah balik bertanya. “Kenapa?”

“Udah sore, belom izin Abba,” bisik Ife lagi.

Mendengar ucapan Ife Gerard tertawa kecil dan mengacak rambut Ife gemas. “Ada gue.”

Tentu saja mereka jadi tontonan junior. Dan tentu tontonan itu tak sehat untuk para bocil apalagi jomblo. Hmmm—

“Romantis banget,” lirih salah satu cewek pasukan itu.

“Ternyata dinginnya bang Gerard cuma ke orang-orang doang, kalo ke pawangnya mah beda.”

“Kak Ife beruntung banget bisa dapet cowok kayak bang Gerard.”

Salah, bukan Ife yang beruntung tapi gue. Balas Gerard dalam hati.

°•°•°

Hari senin datang lagi.

Seperti biasa upacara bendera rutin berjalan.

Tapi sepertinya hari ini ada yang berbeda, ada alumni dari sekolah ini, memakai almet berwarna hijau botol. 3 orang dan hanya laki-laki.

GERARD : Tempramen Boy! (HIATUS!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang