Day 2

369 42 4
                                    

Jam 5 pagi aku terbangun karena sayup-sayup mendengar perbincangan antara dua orang laki-laki. Aku mengedarkan pandangan dan tidak menemukan Sehun ada di kamarku. Tak lama kemudian aku mendengar suara Ayah yang sedang tertawa. Mungkinkah Ayah sedang mengobrol dengan pria menyebalkan itu?

Tapi masa bodoh, aku tidak peduli. Aku segera beranjak untuk bersiap menghadiri pesta pembukaan cabang baru dari rekan bisnisku yang akan dimulai jam 7 pagi. Acara dilakukan sangat pagi, karena akan dilanjutkan meeting yang membutuhkan waktu cukup lama.

Saat aku keluar dari kamar mandi, Sehun membuka pintu kamarku. Untung saja aku sudah memakai pakaian kerjaku. Biasanya setelah mandi aku hanya menggunakan baju handuk, baru memilih pakaian.

"Jisoo. Ayah dan Ibu ingin berpamitan denganmu." Ucap Sehun memberitahu.

Aku mengangguk. "Hmm."

Namun belum sempat aku keluar, Sehun tiba-tiba merangkulku. "Apa-apaan ini?!" Protesku dengan suara agak pelan sambil menatapnya tajam.

"Bukankah kita harus tetap berpura-pura?" Ucap Sehun yang menatapku cukup dekat. Dia memang tinggi, hingga aku harus mendongak jika menatapnya.

"Jisoo! Ups!" Ibu tiba-tiba datang dan melihatku berangkulan dengan Sehun. Tatapan kami berdua akhirnya terpecah dengan kedatangannya. Wanita paruh baya itu terkejut melihat kami berdua yang terlihat mesra.

"Uhm... Ibu hanya ingin berpamitan. Tidak bermaksud mengganggu kalian." Ujar Ibu sambil terkekeh.

"Jisoo, Sehun." Itu Ayah. "Ayah dan Ibu berangkat dulu." Ayah juga menghampiri kami dan berhenti diambang pintu kamar bersama Ibu.

"Iya Ayah." Aku memasang senyum kikuk karena tidak nyaman dengan pria yang merangkulku ini. "Ayah dan Ibu tidak sarapan dulu?"

"Kita sudah sarapan. Masakan Sehun sangat enak. Ayah tidak salah pilih menantu. Benarkan?" Ayah menatap Ibu dan menuntut persetujuan.

"Kau beruntung mempunyai suami seperti Sehun." Timpal Ibu. Dan aku sangat muak mendengarnya.

"Ya sudah. Kami pamit dulu." Ucap Ayah kemudian.

"Ya Ayah, hati-hati." Jawab Sehun yang kemudian menuntunku dan turut mengantar Ayah dan Ibu ke pintu keluar. Aku hanya diam. Aku cukup kesal dengan pria disampingku ini.

Setelah Ayah dan Ibu benar-benar pergi, aku menatap Sehun yang masih merangkulku.

"Ingin coba masakanku?" Bukannya melepaskan tangannya dari pundakku, tapi malah menawari masakannya.

"Makan saja sendiri!" Aku segera pergi ke kamar dan...

BRAKK!!!

...membanting pintu. Lalu segera bersiap untuk pergi ke pesta pembukaan cabang. Hanya membutuhkan waktu 20 menit untukku bersiap sekaligus memakai riasan yang simpel namun terkesan mewah. Tak lupa aku mengenakan anting untuk memperindah penampilanku.

Selesai berdandan, aku segera keluar. Namun saat aku melewati ruang tamu, Sehun memanggilku.

"Jisoo__"

"Aku buru-buru, jangan ganggu aku!" Ucapku yang langsung pergi meninggalkan Sehun tanpa mendengarkan apa yang akan ia katakan.

****

Hari mulai menginjak pukul 7 malam. Setelah melalui pesta, meeting, dan mengelola perusahaan yang sangat melelahkan itu, aku menyempatkan untuk sekedar memanjakan diri ke tempat spa dan salon. Dilanjutkan berbelanja kebutuhan skincare yang mulai habis.

Usai membayar di kasir, aku tak sengaja menabrak seorang laki-laki yang menumpahkan kopi di gaun yang aku pakai.

"Omo! Jwesonghamnida!" Ucap orang itu.

Perfect LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang