Day 17

285 39 19
                                    

Aku berjalan menyusuri rak yang berisi minuman isotonik setelah mengambil beberapa botol yogurt. Seperti yang Jinseok katakan, aku langsung pergi ke swalayan seberang jalan untuk membeli minuman isotonik agar kondisi Sehun cepat pulih.

"10 botol cukup tidak ya?" Gumamku bimbang. Aku tidak tahu berapa botol yang dibutuhkan seseorang jika sedang demam. Tapi karena ragu, aku akhirnya memasukkan 15 botol minuman isotonik ke keranjang.

Aku berjalan kembali dan tidak sengaja melihat rumput laut yang biasa dimasak sup. Aku langsung memasukkannya ke keranjang, sekaligus membeli sayuran dan beberapa ons udang untuk stok di kulkas.

Usai membayar di kasir, aku segera berlari keluar dari swalayan karena aku ingat masih meninggalkan bubur yang aku masak di dapur dengan kompor yang masih menyala.

Aku menekan pin di pintu dengan napas yang terengah-engah. Setelah terbuka aku segera mengunjungi dapur dan mengaduk bubur yang sudah mengental. Untunglah tidak gosong.

Bubur sudah matang dan saatnya kini membuat sup rumput laut dan juga tumis udang sayur. Aku mengeluarkan ponsel dan mencari resep sarapan yang hendak aku buat. Hanya dengan ponsel inilah aku bisa memasak dan menghidupkan kompor :')

Aku terus mengikuti langkah-langkah yang ada di resep membuat sup. Setelah memasukan bumbu dan menambahkan garam, aku langsung memasukkan rumput laut.

Selagi menunggu mendidih aku membersihkan udang yang masih segar. Aku memisahkan daging udang dari kepala, kulit, hingga uratnya. Lalu aku mengambil bawang putih yang sudah dicincang, memasukkannya ke dalam teflon dengan sedikit minyak. Setelah layu, aku memasukkan udang dan berbagai jenis sayuran seperti kubis ungu, paprika, tauge, wortel, serta tambahan bumbu yang lainnya.

Sup dan tumisan akhirnya matang. Aku segera menyajikannya ke dalam mangkuk dan piring kecil. Aku tidak tahu apakah lauk ini cocok dimakan bersamaan dengan bubur atau tidak, tapi hanya inilah masakan yang paling gampang dibuat menurutku.

Sarapan sudah siap, aku membawanya ke dalam kamar Sehun. Tapi saat aku membuka kamarnya, pria itu sudah tidak ada di sofa. Padahal saat aku keluar, dia masih tidur.

"Sehun?" Panggilku, kemudian meletakkan nampan berisi sarapan diatas meja. Namun tanpa sengaja aku melihat sebuah kertas yang terselip dibawah laptop pria itu. "Ekspor?"

Aku membaca seluruh lembaran-lembaran yang berisi persyaratan ekspor. Apa Sehun akan mengekspor bunganya? Tanyaku dalam hati. Tapi saat aku perdalam lagi ternyata tanggal cetaknya sudah 2 tahun yang lalu. Jadi selama ini Sehun sudah mengekspor bunganya ke manca negara? Jadi pria itu adalah pengusaha sukses?

"Jisoo?"

Aku menoleh saat seseorang memanggilku. Ya, itu Sehun. Pria itu keluar dari kamar mandi dan menghampiriku. Wajahnya masih sangat pucat hingga seperti mayat hidup. Aku langsung menempelkan tanganku di dahinya yang masih panas.

Helaan napas meluncur dari mulutku. Panasnya sama sekali tidak turun dari semalam. Aku benar-benar khawatir dengan kondisinya.

"Aku tidak apa-apa." Sehun menurunkan tanganku.

"Tidak apa-apa bagaimana?! Kau membuatku panik semalaman!" Protesku yang hampir naik pitam.

Sehun tersenyum kecil, dia tahu kalau aku sedang marah. Lalu pria itu menyentuh kedua pundakku. "Maafkan aku. Aku terlalu fokus bekerja hingga tidak memperhatikan kesehatan."

"Apa ini?" Aku menunjukkan surat-surat yang kuambil tadi. "Kau sakit karena ekspor ini?"

Bukannya menjelaskan, tapi Sehun malah mengambil surat itu dan mengajakku duduk di ranjang. Dia menatap dokumen ekspornya itu. "Ini milik ayahmu, bukan milikku."

Perfect LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang